Itulah mengapa Barcelona dengan semangat Catalan merdekanya, selalu ingin ‘mementahkan keistimewaan’ Real Madrid. ‘Jualan’ mereka sebagai tim ‘yang terdzalimi’ adalah juga kekuatan mereka mematahkan dominasi El Real. Bagi mereka keistimewaan Real Madrid akan sia-sia ketika gelar juara mampu mereka rengkuh semua.
Mereka akan selalu ‘ngotot’ partai final Copa Del Rey digelar di Santiago Bernabeau, karena semangat dan energi mereka yang sangat besar untuk ‘melawan’ keistimewaan dan mematahkan dominasi Real Madrid. Santiago Bernabeau adalah venue besar yang akan menyedot perhatian dunia. Barcelona akan semakin terlihat kinclong di sana dan itulah yang tak pernah diinginkan Real Madrid.
Vicente Calderon, markas Atletico Madrid, atau Mestalla kandang Valencia juga adalah venue-venue besar, tapi nuansanya akan lebih terasa bagi Barcelona jika venue itu adalah Santiago Bernabeau.
Tahun lalu federasi sepak bola Spanyol akhirnya menunjuk Camp Nou sebagai tempat final setelah tarik ulur Santiago Bernabeau menemui jalan buntu. Sekarang Sevilla tak ingin itu terjadi lagi, karena itu berarti setengah kemenangan sudah akan didapat Barcelona jika final dihelat di Camp Nou.
Sekarang ini Barcelona dan Sevilla ibarat dua anak yang akan bermain catur dan berharap seorang teman mereka, memperbolehkan rumahnya menjadi tempat netral untuk bermain. Masalahnya, teman mereka ini adalah seseorang yang memandang rumah sebagai istana agung tempat mereka bertahta dan berkuasa, hanya untuk mereka. Bukan tempat bersuka ria untuk orang lain.
Apakah Real Madrid akan merelakan Santiago Bernabeau untuk final Copa Del Rey?
Terlepas dari ‘misi penting lain’ Barcelona, permintaan laga dilangsungkan di Santiago Bernabeau sebenarnya tidak berlebihan mengingat itu memang tempat netral untuk Barcelona dan Sevilla. Apalagi sebagai stadion yang terletak di ibukota negara akan menjadikan kesan keperkasaan sepak bola Spanyol di mata dunia semakin mengkilap.
Tapi sekali lagi, persaingan dan perseteruan Real Madrid dan Barcelona sudah kadung merasuk ke tulang sungsum. Real Madrid tak peduli dengan kecemerlangan sepak bola Spanyol atau apa pun kecuali jika dari sisi merekalah kecemerlangan itu tampak.
Mereka lebih senang mencatat sukses Euro 2008, Piala Dunia 2010, dan Euro 2012 atas nama Iker Casillas sebagai kapten Real Madrid dan kapten tim nasional, meski kesuksesan itu belum tentu mereka raih tanpa peran vital lebih dari separuh punggawa Barcelona. Mereka tak akan suka sebutan tim nasional Spanyol menumpang era sukses Barcelona satu dekade terakhir. Karena mereka mengidentikkan tim nasional sebagi representasi Real Madrid.
Begitulah yang disukai Madrid. Mereka memposisikan dirinya sebagai penguasa yang tak ingin diganggu, dan sayangnya, Barcelona terlalu liar untuk ditundukkan. Apalagi dalam satu dekade terakhir. Barcelona sungguh-sungguh mengangkangi dan membenamkan Real Madrid menjadi tidak istimewa, karena prestasi-prestasi mencorong El Real (sebagian besar) adalah prestasi ‘masa lalu’, dan hanya sedikit yang update.
Real Madrid sudah memenangi trofi Liga (dan sebelumnya saat masih dalam format Piala) Champions sebanyak sepuluh kali, atau yang terbanyak se-Eropa yang dengan bangga mereka sebut sebagai La Decima. Barcelona baru lima kali. Tapi semua tahu jika empat dari lima gelar Liga Champions milik Barcelona itu didapat dalam satu dekade terakhir, di era persaingan yang sudah semakin ketat. Meski baru lima tapi terasa lebih update.