Mohon tunggu...
Gandi
Gandi Mohon Tunggu... -

Seorang yang senang menulis dan mendesain

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Atletico Sayang, Atletico Malang

1 Februari 2016   11:12 Diperbarui: 1 Februari 2016   11:46 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka umpan panjang Alves membuat Suarez nyalang, dua pengawal dan Jan Oblak sendiri tak cukup untuk menghentikan Suarez. 2–1.

Tapi, meskipun begitu, Simeone mungkin memang seorang peracik strategi dan motivator ulung. Para pemain Atletico tak kehilangan gairah meski dalam dua kali kelengahan, dua kali itu pula gawang mereka bobol. Pertandingan tetap tak mudah bagi Barcelona. Saya bahkan berpikir, bisa jadi pertandingan itu akan seri, Atletico malam itu tak seperti Real Madrid yang pada laga El Clasico pertama musim ini seakan ‘lupa’ cara bermain sepak bola, dan ‘lupa’ bahwa mereka adalah bintang-bintang yang sama terang.

Sampailah kemudian pada menit 44 saat Filipe Luis melakukan sesuatu yang mengejutkan. Melanggar Messi dengan keras tepat di depan hidung Luis Enrique. Sang pelatih marah bukang kepalang, dan wasit mencabut kartu dengan warna yang menjadi sinyal bahwa pertandingan seru itu ‘sudah berakhir’ setengah babak sebelum waktu sebenarnya. Kartu merah.

Mereka memang tertinggal, tapi pelanggaran itu terlalu konyol untuk dilakukan tim yang justru sedang menekan, meskipun tertinggal. Mereka berhasil menekan, menguapkan superioritas Barcelona di rumah sendiri, tapi salah seorang pemain membuat keputusan ‘salah’ karena tak berhasil menjaga suhu di kepala.

Tapi ajaibnya, usai turun minum, pemain Atletico yang tinggal sepuluh orang itu tetap ‘terlihat lebih banyak’ dari para pemain Barcelona yang masih utuh sebelas orang. Tak berbeda seperti ketika jumlah mereka sama banyak. Mereka tetap sanggup membuat Barcelona repot. Bahkan, Antoine Griezmann hampir membuat gol penyeimbang jika saja kaki Claudio Bravo tak menjadi ‘lantaran’ keberuntungan Barcelona.

Saya salah sangka, pertandingan ternyata tetap seru, tetap menarik, dan superioritas Barcelona seperti mengendap entah di mana oleh ‘kegairahan’ anak-anak asuh Simeone. Tapi lagi-lagi, dalam satu hal, yaitu mengendalikan emosi baik secara tim maupun individu, para pemain Atletico harus belajar banyak dari Barcelona. Diego Godin kembali melakukan pelanggaran berat terhadap Luis Suarez yang berujung kartu kuning kedua dan itu berarti kartu merah untuknya dan kartu merah kedua untuk Atletico.

Sembilan orang, jelas kondisi yang pincang dan menghadirkan ironi atas apa yang sudah ditampilkan Atletico sejak menit pertama. Mereka berhasil menekan, membuat pertandingan cenderung ‘mudah’ bagi mereka. Tapi kegairahan mereka dinodai oleh rasa frustasi mereka sendiri. Mereka berhasil membuat Andres Iniesta tampak bodoh dengan berkali-kali salah umpan, Rakitic seperti anak kecil yang berlari-lari di lapangan tanpa tahu untuk tujuan apa ia melakukan itu. Neymar tampak seperti bukan Neymar, Suarez seperti hilang di lapangan, dan Messi? Ia mungkin lupa mengunci lemari tempat ia meletakkan ke lima trofi Ballon d’Ornya, sehingga ia gelisah karena takut seseorang masuk rumah dan mengambilnya. Jadi ia hanya terlihat pada saat pemain bertahan Atletico ‘lupa’ mengapitnya dan memberi gol yang mengejutkan.

Dalam hal membuat para kreator Barcelona mati kutu, Atletico berhasil, dalam hal membuat suporter tuan rumah yang memadati Camp Nou ketar-ketir, mereka pun sukses. Pun dalam hal memaksa para pemain Barcelona memainkan bola di area pertahanan mereka sendiri di mana berkali-kali mereka berhasil merebutnya dan membuat kotak penalti Claudio Bravo seakan dilanda gempa setiap serangan tiba di sana, mereka juga sukses. Apresiasi untuk Atletico Madrid dan Diego Simeone dalam hal ini patut diberikan.

Saya yakin anda juga memberi nilai plus pada Atletico Madrid. Karena meskipun Godin menyusul Filipe Luis keluar, sembilan koleganya tetap mampu menghadirkan apa yang sebelumnya mereka kerjakan bersebelas. Ini luar biasa karena tim yang mereka hadapi adalah Barcelona. Kenyataan pula bahwa sampai akhir pertandingan, skor 2 – 1 tetap bertahan. Sembilan pemain (maaf) ‘bukan bintang’ Atletico mampu tampil lebih baik ketimbang sebelas bintang cemerlang Real Madrid dalam menghadapi Barcelona.

Bayangkan jika Filipe Luis dan Diego Godin bisa menahan diri dan mereka tak harus keluar lapangan. Ada satu keberhasilan Barcelona selain dua gol yang dibuat dalam ‘dua kesempatan langka’ mereka malam itu. Yaitu daya tahan mereka terhadap situasi sulit. Pengalaman memang sesuatu yang tak terbantah manfaatnya. Mereka sudah ribuan kali berada dalam situasi sulit. Mereka boleh mati kutu, mereka boleh seperti seseorang yang belum pernah bermain sepak bola. Tapi mereka tetap mampu menjaga ‘suhu kepala’ mereka. Seringkali, lawan merekalah yang gagal menjaga dinginnya kepala. Seperti Atletico akhir pekan lalu.

Ingat saat akhirnya mereka disingkirkan Chelsea di semifinal Liga Champions 2011/2012? Situasi mereka sulit. Chelsea bermain oportunis dengan bertahan sepanjang laga dan memetik keberuntungan dari serangan balik yang berbuah gol. Tapi rasa frustasi itu tak membuat mereka bermain kasar. Mereka tersingkir, tapi Chelsea-lah yang banyak dicela lantaran memainkan sepak bola bertahan yang membosankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun