Perjuangan Jalan TerusSeiring bertambahnya usia, maka sudah sejatinya beban tanggung jawab akan bertambah juga. Salah satu yang paling kentara tentu saja soal pekerjaan. Maka, tidak jarang dibenak pikiranmu akan terlintas diantaranya keluhan-keluhan berikut:
“Duhh… hari senin lagi aja,perasaan baru aja liburan!”
“Baru tanggal 18 gini duit udah cekak aja, mau makan siang apa gue nih klo begini?”
Hal ini pasti selalu muncul dalam mengawali hari-hari kita dalam bekerja. Belum lagi kita semua akan dihadapkan pada beberapa pengalaman yang tidak mengenakan dan tentu saja bahwa pekerjaan yang telah lama kita jalani belum cukup memuaskan dari segi penghasilan, apalagi membuat kita merasa nyaman. Tapi, apakah benar bahwa bekerja ukuran nyatanya adalah gaji tinggi? Tapi, bukankah bekerja memang tak semata-mata mengejar gaji tinggi? Dan bukankah kadar rasa nyaman juga sebenarnya adalah abstrak dan bisa dikatakan orang-orang relatif? Jadi, dari pada merutuki diri apa yang sekarang kamu jalani, lebih baik adalah bersikap menghargai perjuangan mulai saat ini.
Pekerjaan terkadang bukanlah soal pilihan, tapi tuntutan keadaan yang memaksa kita untuk tetap berjuang.
Saat masih bersekolah, segala kebutuhan biasanya masih ditanggung oleh orang tua. Dari kebutuhan makan, tinggal, dan uang jajan pun masih jadi tanggung jawab mereka. Tapi setelah lulus, rasa bersalah jika masih saja menggantungkan kebutuhan sendiri dari hasil keringat mereka. Bukankah kita sudah dibekali dengan pendidikan dan skill untuk mencari pekerjaan? Sayangnya, mencari pekerjaan juga bukan perkara gampang. Terkadang, pekerjaan yang datang juga tak selalu sesuai keinginan. Bahkan, di saat ini pun sudah lumrah ketika seseorang bekerja di bidang yang tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Jangankan tanyakan soal kenyamanan, yang penting mencukupi kebutuhan itu juga merupakan kebahagiaan!
Wajar jika muncul perasaan tak nyaman, tapi bukankah menyerah di tengan jalan sama saja dengan kalah sebelum berperang?
“Kerjaan makin banyak dan aneh-aneh, mending gaji sepadan!”
“Kesel banget sama boss yang gamau tau kesusahan anak buahnya.”
Lumrah rasanya ketika kita merasa tak nyaman dengan pekerjaan yang dijalani. Entah itu dengan tugas-tugas sehari-hari atau bahkan dengan lingkungan kerja itu sendiri. Toh, perkara kenyamanan dalam pekerjaan juga terdengar bias. Tidak ada ukuran pasti atau penjelasan yang benar-benar bisa menjelaskan soal ini ketika segala yang terjadi di tempat kerja memang sangat riweh. Memang benar pekerjaan yang kita jalani saat ini membuat emosi kita meledak-ledak. Disekeliling kita ada rekan-rekan pekerjaan yang mencari muka, tukang adu domba, boss yang tidak mau tau kesusahan kita. Namun, apakah kita harus mengibarkan bendera putih begitu saja?
Persetan dengan passion. Satu-satunya pilihan adalah berjuang dan bertahan!
Ketika bekerja di bidang yang tak sesuai latar bekang pendidikan dan kesukaan, mungkin akan membuat semangat bekerja kita menurun, belum lagi rentetan pertanyaan dan stigma negatif dari orang-orang sekitar saat kita menyikirkan passion demi tetap bekerja untuk bertahan hidup. Ibarat kita mengendarai kendaraan pribadi masing-masing, maka hanya kitalah yang tau dimana kerusakan kendaraan kita sendiri, spare part mana yang mesti diganti, kapankah waktu yang tepat untuk mengganti oli, dan sebagainya. satu-satunya yang paling mengerti tentang diri ini adalah kita sendiri dan bukannya orang lain. Kita sendirilah yang tahu kebutuhan hidup kita, bukannya mereka. Kita juga sendiri yang harus menanggung beban hidup dan bukannya mereka.
Kamu memang tidak mengerjakannya dengan sepenuh hati, namun hal ini merupakan batu loncatan mu demi menggapai kebahagiaan orang-orang yang dicintai.
Memang pekerjaan yang kita dapatkan kali ini bukanlah hal yang kita sukai. Namun, apakah kamu sadar bahwa hal ini demi membahagiakan orang-orang yang kamu banggakan suatu saat nanti? Kita memang bukanlah robot yang bekerja semata-mata mengejar materi, tapi kita semua hanya bersikap realistis dalam memenuhi kebutuhan hidup yang makin lama semakin mahal. Bertahan bukan berarti pasrah menerima keadaan, tapi kita hanya sedang berdamai dengan keadaan. Orang tua kita, yang dari pagi hingga tengah malam berjuang mengumpulkan rupiah demi rupiah, demi biaya pendidikan dan hidup yang tidak murah, pastinya akan sembilu bila kita menyerah dengan pekerjaan yang tak disukai. Tetap bertahan dan berjuang dengan pekerjaan yang sebenarnya tak disukai bisa jadi bagian dari awal kita dalam meraih mimpi. Berusaha, bertahan dan bersabar demi sesuatu yang sesungguhnya paling kita inginkan. Sesuatu yang disebut sebagai visi yang untuk mencapainya harus melewati perjalanan terjal ini.
Pekerjaan yang kamu benci tak harus dirutuki. Tapi lihatlah betapa hebatnya kamu yang bisa bertahan sampai hari ini!
Menggerutu soal pekerjaan seperti sudah jadi sesuatu yang lumrah, misalnya saat bercerita dengan teman atau ketika update di media sosial. Sesekali tentu tak ada salahnya, tapi terus-menerus merutukinya diri hanya akan membuat hidup kita sendiri semakin nelangsa. Janganlah terkubur dalam lumpur untuk merutuki pekerjaan yang dibenci, tapi alihkan pandangan dan lihatlah dirimu sendiri. Betapa dirimu sendiri memang layak dihargai? Sudah bertahan ditengah badai pekerjaan, dari menghadapi atasan yang tidak mau tau, rekan kerja yang cari muka dan bermain aman, bukankah diri kita ini memang tanggug sekali?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H