Ketika bekerja di bidang yang tak sesuai latar bekang pendidikan dan kesukaan, mungkin akan membuat semangat bekerja kita menurun, belum lagi rentetan pertanyaan dan stigma negatif dari orang-orang sekitar saat kita menyikirkan passion demi tetap bekerja untuk bertahan hidup. Ibarat kita mengendarai kendaraan pribadi masing-masing, maka hanya kitalah yang tau dimana kerusakan kendaraan kita sendiri, spare part mana yang mesti diganti, kapankah waktu yang tepat untuk mengganti oli, dan sebagainya. satu-satunya yang paling mengerti tentang diri ini adalah kita sendiri dan bukannya orang lain. Kita sendirilah yang tahu kebutuhan hidup kita, bukannya mereka. Kita juga sendiri yang harus menanggung beban hidup dan bukannya mereka.
Kamu memang tidak mengerjakannya dengan sepenuh hati, namun hal ini merupakan batu loncatan mu demi menggapai kebahagiaan orang-orang yang dicintai.
Memang pekerjaan yang kita dapatkan kali ini bukanlah hal yang kita sukai. Namun, apakah kamu sadar bahwa hal ini demi membahagiakan orang-orang yang kamu banggakan suatu saat nanti? Kita memang bukanlah robot yang bekerja semata-mata mengejar materi, tapi kita semua hanya bersikap realistis dalam memenuhi kebutuhan hidup yang makin lama semakin mahal. Bertahan bukan berarti pasrah menerima keadaan, tapi kita hanya sedang berdamai dengan keadaan. Orang tua kita, yang dari pagi hingga tengah malam berjuang mengumpulkan rupiah demi rupiah, demi biaya pendidikan dan hidup yang tidak murah, pastinya akan sembilu bila kita menyerah dengan pekerjaan yang tak disukai. Tetap bertahan dan berjuang dengan pekerjaan yang sebenarnya tak disukai bisa jadi bagian dari awal kita dalam meraih mimpi. Berusaha, bertahan dan bersabar demi sesuatu yang sesungguhnya paling kita inginkan. Sesuatu yang disebut sebagai visi yang untuk mencapainya harus melewati perjalanan terjal ini.
Pekerjaan yang kamu benci tak harus dirutuki. Tapi lihatlah betapa hebatnya kamu yang bisa bertahan sampai hari ini!
Menggerutu soal pekerjaan seperti sudah jadi sesuatu yang lumrah, misalnya saat bercerita dengan teman atau ketika update di media sosial. Sesekali tentu tak ada salahnya, tapi terus-menerus merutukinya diri hanya akan membuat hidup kita sendiri semakin nelangsa. Janganlah terkubur dalam lumpur untuk merutuki pekerjaan yang dibenci, tapi alihkan pandangan dan lihatlah dirimu sendiri. Betapa dirimu sendiri memang layak dihargai? Sudah bertahan ditengah badai pekerjaan, dari menghadapi atasan yang tidak mau tau, rekan kerja yang cari muka dan bermain aman, bukankah diri kita ini memang tanggug sekali?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H