Mohon tunggu...
Sifaul Umayah
Sifaul Umayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Financial

Risiko dan Potensi Isu Buy Now, Pay Later sebagai Skema Pembayaran Baru di Era Ekonomi Digital

23 Juni 2022   20:28 Diperbarui: 25 Juni 2022   13:59 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan di era digital membawa dampak signifikan pada berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor keuangan atau finansial. Umumnya, penerapan teknologi informasi di sektor keuangan sering kita sebut dengan financial technology (fintech). Inovasi teknologi di sektor keuangan bukanlah hal baru. Secara sifat fintech juga bukan merupakan pengembangan baru bagi industri jasa keuangan.

Di Indonesia sendiri, perkembangan fintech sejalan dengan penggunaan telepon seluler dan layanan internet, serta perkembangan keuangan digital dalam konteks ini, yang dikenal dengan istilah pembayaran Buy Now, Pay Later atau disingkat BNPL. Saat ini, BNPL atau lebih dikenal dengan istilah Pay Later sedang muncul sebagai pilihan pembayaran yang menarik bagi mereka yang memiliki anggaran terbatas. Pay Later merupakan layanan pinjaman online tanpa kartu kredit yang memungkinkan konsumen membayar biaya transaksi di kemudian hari, baik dengan sekali bayar atau secara mencicil.

Berbagai fintech sebagai platform penyedia layanan keuangan online, situs belanja daring hingga layanan dompet digital menawarkan peluang keuntungan dari suatu produk ke ranah pembiayaan kredit. Hingga kini, beragam jenis e-commerce telah melakukan kerja sama dengan fintech untuk pengajuan pinjaman. Sebut saja dompet digital Gopay dengan fitur PayLater kemudian OVO melalui OVO PayLater dan berbagai perusahaan, marketplace atau e-commerce seperti Traveloka, Bukalapak, Shopee, Akulaku, Kredivo dan masih banyak platform digital lainnya.

Keberadaan akses keuangan digital yang semakin luas dan terbuka memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sektor keuangan. Namun, hal ini juga membuka celah akan berbagai potensi masalah di pasar dan lembaga keuangan, serta penyediaan layanan keuangan sebagai akibat dari adanya model bisnis, aplikasi, proses dan produk baru di layanan keuangan.

Lalu potential issues apa yang akan terjadi dari adanya skema pembayaran Buy Now, Pay Later?

Pertama, tidak adanya prinsip 5C dalam pemberian pinjaman pada skema Buy Now, Pay Later .

Seperti yang kita ketahui bersama, dalam setiap pemberian kredit harus terdapat unsur 5C yang terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (Modal), Condition of Economy (kondisi ekonomi), dan Collateral (Agunan/jaminan tambahan). Sedangkan pada Buy Now, Pay Later persyaratan pengajuan yang diberikan masih terbilang minim dengan tidak adanya sistem pengawasan yang komprehensif dan belum adanya pengaturan tentang penilaian aset calon debitur.

Padahal, penilaian mengenai kepribadian, kemampuan, permodalan, agunan/jaminan tambahan, serta prospek usaha debitur merupakan hal penting dalam perjanjian pinjaman. Hal ini berpotensi menimbulkan penilaian yang keliru dari penyelenggara sebagai calon kreditur terhadap calon debiturnya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan lebih lanjut terkait aspek kehati-hatian oleh fintech sebagai penyelenggara pinjaman dengan skema Buy Now, Pay Later untuk menghindari kerugian bagi kedua belah pihak.

Kedua, jika mengacu pada berbagai pemberitaan, penyelenggara BNPL enggan menggunakan istilah "utang" karena mereka tidak ingin memberikan kesan buruk terhadap fasilitas pembiayaan fintech yang ditawarkan kepada konsumen sebagai calon debitur. Hal ini tidak dapat terlepas dari konsep bisnis yang dirancang oleh fintech pay later nantinya.

Bentuk modifikasi paling umum dari Buy Now, Pay Later yaitu dengan memberikan berbagai kemudahan pada pengajuan pinjaman. Fintech company akan mendapat keuntungan dari biaya keterlambatan pembayaran, biaya penyimpangan akun setiap bulannya, serta biaya pemrosesan untuk setiap pembayaran yang dilakukan oleh pengguna.

Risiko gagal bayar cicilan pay later sebenarnya mirip dengan risiko gagal bayar utang kartu kredit dan utang bank lain, yakni pembekuan rekening pengguna, akumulasi denda, penagihan rutin hingga risiko penyelesaian dengan jalur hukum. Oleh karena itu, pengguna harus lebih memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditawarkan sebelum melakukan perjanjian pinjaman dengan skema Buy Now, Pay Later. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan skema Buy Now, Pay Later berpotensi menimbulkan perilaku konsumtif, khususnya perilaku konsumsi generasi muda, karena berbagai kemudahan yang diperoleh dari Buy Now, Pay Later.

Demikian penjelasan mengenai beberapa potential issues dari adanya Buy Now, Pay Later, baik penyelenggara, pemberi maupun pengguna layanan Buy Now, Pay Later harus tetap berhati-hati dan sadar akan adanya risiko hukum ataupun risiko keuangan.

referensi:

Novendra, B., & Aulianisa, S. S. (2020). KONSEP DAN PERBANDINGAN BUY NOW, PAY LATER, DENGAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA: SEBUAH KENISCAYAAN DI ERA DIGITAL DAN TEKNOLOGI. RECHTS VINDING: 183-201.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun