Mohon tunggu...
Sifa Sanjurio
Sifa Sanjurio Mohon Tunggu... Dosen - Traveler

Perempuan asli Cianjur Jawa Barat Indonesia yang bercita cita ingin membahagiakan Ummi tercinta. Pernah kuliah di UIN Ciputat, UI salemba dan Tehran University. Open Minded, Cinta NKRI. Farsi in advance. sifasanjurio@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Berbeda, Muharram di Indonesia dan Iran

6 September 2019   16:02 Diperbarui: 9 September 2019   12:43 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Muharram di Indonesia 

Pemerintah menetapkan sebagai hari libur resmi pada tanggal satu Muharram, karena bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah Qomariyah. Persis tanggal satu Muharram umat Islam seluruh dunia menyambutnya dengan sukacita sebagai pertanda tahun baru, bulan baru, kehidupan baru, digelarlah beberapa acara atau pagelaran.

Mulai dari ceramah, i'tikaf, renungan sampai atraksi panggung kreasi para santri seperti yang selalu digelar di Yayasan keluarga saya, Yayasan Islam Ashabulyamin Cianjur, Jawa Barat. pun sekarang di Jakarta semenjak dipimpin oleh Anies Baswedan, malam satu Muharam dibuat meriah dengan didatangkan artis artis  public figures juga para ulama, mereka bersukaria menyambut tahun baru Islam, seolah tak ingin kalah dengan kemeriahan tahun baru Masehi 1 Januari.

Berbeda dengan di Jawa, Muharram terkenal dengan Bulan Suro, Bulan Keramat, bulan yang tidak boleh menggelar pernikahan atau hajatan apapun, bulan ini disakralkan, banyak pantangan dan larangan di bulan ini, dan nanti puncaknya tanggal 10 Muharram atau Ashura, kebiasaan orang Jawa pada hari Ashura, adalah membuat bubur suro, yang dibagikan kepada sanak keluarga, fakir miskin, ataupun kerabat. 

Di Aceh, Bulan Muharram terkenal dengan Bulan Asan Usen, dan ketika 10 Muharram tiba atau Ashura, mereka membuat makanan khusus yang disebut Kanji Acura. Begitupun di Bengkulu dan Padang Pariaman Sumatera Barat, untuk memperingati Ashura di kedua daerah tersebut digelar upacara Hoyak Tabuik atau sering pula disebut Oyak Osen. Upacara tersebut dimulai pada hari pertama Muharram hingga hari ke sepuluh Muharram.

Sedangkan datangnya Bulan Muharram di Iran, disambut dengan duka cita, kesedihan dan ratapan, bendera bendera berwarna hitam dikibarkan di jalan, rumah, mesjid, kantor pemerintahan sampai di pasar pasar. Kalau biasanya hanya wanita yang terlihat memakai baju hitam, di bulan ini kaum laki laki pun memakai baju hitam tanda duka cita. Bahkan sebagian air mancur yang berada di jalan umum, akan dirubah warnanya menjadi merah, pertanda darah Imam Husein yang memancar. Bulan Muharram diyakini oleh orang Iran yang notabene Muslim Shiah sebagai bulan ratapan, bulan duka, bulan kesedihan, bulan terbunuhnya orang yang paling disayang Rasulullah, yang wajahnya paling mirip dengan Rasulullah dan disebutkan dalam berbagai hadits bahwa orang tersebut adalah salah satu pemimpin para pemuda di surga kelak, dialah Imam Husein, putera dari Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah (Putri Rasulullah), Cucu Nabi Muhammad Saw yang gugur shahid di padang Karbala pada tanggal 10 Muharram dengan cara yang mengenaskan, atas perintah pemimpin dzalim waktu itu, Yazid bin Muawiyah. 

Kalau kita mengetahui sejarah Ashura tersebut, maka Ashura bukan hanya milik orang Islam Shiah saja, tetapi milik Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu tidak berlebihan saya pikir, ketika mereka orang Iran yang mengetahui sejarah terbunuhnya Imam Husein, merasakan bagaimana penderitaan Imam Husein di Karbala sampai menyakiti dirinya sendiri ketika perayaan Ashura tiba. Walaupun fenomena 'menyakiti diri' sekarang sudah dilarang di Iran dan diberbagai negara yang selalu menyelenggarakan peringatan Ashura. Oleh karena itu, Pemerintah Iran menetapkan libur resminya hanya pada tanggal 9 dan 10 Muharram saja, untuk mengenang kejadian shahidnya Imam Husein, sementara 1 Muharram yang merupakan tahun baru Islam  adalah bukan libur resmi, karena sistem kalender Iran tidak memakai Hijriyah Qomariyah melainkan Hijriyah Syamsiyah. Dari tanggal 1 Muharram sampai 8 Muharram, di setiap mesjid atau husainiyah (Majelis Taklim), setelah shalat Isya, diadakan acara Azadari (mengenang kesyahidan Imam Husein dengan cara membacakan sejarahnya), lalu ceramah agama oleh seorang ulama. 

Dan nanti puncaknya tanggal 9 dan 1o Muharram, masyarakat turun ke jalan sambil meneriakkan yel yel ya Husein, dipandu oleh seorang yang membacakan kisah Imam Husein, diiringi oleh drum dan alat khusus. Kaitan Ashura di Indonesia dan di Iran Kalau di Indonesia kegiatan seremonial Ashura lebih kepada kebudayaan, tetapi kalau di Iran lebih kepada keagamaan, walaupun pada intinya mempunyai kesamaan sejarah dan tokoh. Ini merupakan pengaruh yang kuat ajaran Shiah dari Persia yang dulu membawa Islam ke Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun