Mohon tunggu...
Sifana Nur Khairani
Sifana Nur Khairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

Active student majoring in psychology.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Jitu Dakwah Rasulullah: Menggunakan Komunikasi Interpersonal

7 Juli 2022   10:00 Diperbarui: 7 Juli 2022   10:09 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dakwah sebagai bagian dari komunikasi penyampaian pesan-pesan agama Islam kepada masyarakat dimaksudkan agar mereka yang menjadi sasaran dakwah tergerak dan terpanggil hatinya untuk mengajarkan ajaran Islam di muka bumi ini untuk memuliakan dirinya. dipertahankan. Untuk menarik hati kelompok sasaran, faktor komunikasi menjadi penting untuk diterapkan didalamnya. Komunikasi mencakup berbagai aspek komunikasi termasuk komunikasi kelompok, komunikasi publik dan komunikasi interpersonal.

Dalam kelompok agama yang berbeda, mereka mewujudkan perintah dakwah dengan cara atau metode yang berbeda. Beberapa di antaranya melalui dakwah bil lisan, dakwah bil qalam, atau bahkan dakwah bil hal. Hal yang sama berlaku untuk kelompok sasaran, seperti individu tertentu, masyarakat umum atau kelompok/kota tertentu. Dakwah fardiyah dengan pendekatan personal dapat digunakan dengan baik untuk jamaah atau kelompok atau individu tertentu.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang secara tatap muka, dimana setiap partisipan dapat secara langsung merekam reaksi orang lain, baik verbal maupun non verbal (Mulyana, 2013). Komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang dikenal sebagai diadik. Diadik adalah konteks umum dari komunikasi interpersonal karena setiap pasangan dalam interaksi berfokus secara eksklusif pada lawan bicara.

Sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul, beliau terbiasa menyendiri dan berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer sebelah utara kota Mekkah. Saat itu, 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijrah, yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M, ketika Muhammad sedang mengasingkan diri di Gua Hira, Jibril memberikan wahyu pertama, yaitu lima ayat dari Surat Al-'Alaq. Dengan turunnya wahyu pertama, berarti Muhammad dipilih oleh Allah sebagai nabi yang saat itu berusia 40 tahun. Wahyu pertama ini belum berisi perintah untuk menyeru manusia kepada agama. Artinya, Muhammad diangkat menjadi nabi, tetapi tidak menjadi rasul karena tidak diberi kewajiban untuk menyampaikan pesan (Badri Yatim, 2005).

Setelah pengungkapan awal turun, Jibril tidak muncul kembali untuk sementara waktu. Ketika turunnya Q.S. Al-Muzzammil, 73; 1-9, dan Q.S. Al-Mudatsir, 74; 1-7. Kedua wahyu ini menjadi simbol pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah (utusan Allah), yang dibebani kewajiban untuk menyeru (memberi peringatan) tidak hanya bangsa Arab, tetapi seluruh umat manusia kepada risalah yang dibawanya. Setelah turunnya ayat pertama Surat Al-Mudatstsir, Rasulullah mulai berseru untuk menyembah Allah dan mengajaknya masuk Islam secara diam-diam. Dia mulai mengundang keluarga, teman, dan orang-orang terdekatnya.

Orang pertama di antara para wanita yang beriman kepada Nabi, atau bahkan orang pertama yang benar-benar beriman kepadanya, adalah Sayyidah Khadijah ra. dia adalah orang pertama yang mendengar wahyu dari mulut nabi, dan orang pertama yang membaca Al Quran setelah mendengarnya dari nabi, kemudian Ali bin Abu Thalib pun masuk Islam. Dia adalah orang pertama yang masuk Islam di antara anak-anak kecil. Saat itu usianya sepuluh tahun.

Lalu ada Abu Bakar ash-Siddiq, orang pertama yang beriman kepada Nabi di antara orang-orang yang merdeka dan terhormat. Dia adalah sahabat Nabi, yang paling penting sebelum dia diutus. Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah aku mengajak seseorang untuk masuk Islam melainkan ia memiliki kebimbangan serta keraguan, dan memikirkan dahulu, kecuali Abu Bakar, ia tidak diam menunggu ketiak aku mengajaknnya dan tidak pula ragu-ragu”. Keislam Abu Bakar bukan hanya Islam satu orang, tetapi Islam satu orang. Oleh karena itu, ketika dia bergerak dalam dakwahnya untuk Islam, mudah diterima oleh orang-orang pilihan terbaik, mereka adalah Utasman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Az-Zubair bin Al-Awwam, Thalhah bin ‘Ubaidillah.

Nabi melanjutkan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi dan mengundang sejumlah pengikut dan pendukung di kalangan kerabat dan sahabatnya, terutama mereka yang dapat ikut serta secara sembunyi-sembunyi, setelah memeluk Islam. Inilah tahapan yang sulit dalam kehidupan Dakwah Nabi yang tampak di dalamnya kesulitan dan kesulitan dalam pergerakan Dakwah Nabi dan orang-orang yang memberikannya. Mereka berbicara hanya kepada mereka yang aman dari kejahatan mereka dan percaya pada mereka. Nabi dalam menyebarkan Islam dilakukan secara bertahap, yang dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu; periode Mekah, yang berlangsung sekitar tiga belas tahun, dan periode Madinah, yang berlangsung selama sepuluh tahun penuh.

Dengan hidayah dan hidayah Allah SWT melalui Al-Qur'an. Nabi mulai menata dan mengatur kegiatan dakwahnya. Secara hierarkis, tugas utamanya adalah sebagai nabi, kemudian sebagai pengingat kepada keluarga dekatnya, sebagai pengingat kepada umatnya, sebagai pengingat kepada orang-orang Arab, dan terakhir, ia adalah pengingat bagi seluruh umat manusia untuk pekerjaan dakwahnya sampai akhir waktu. Sejak saat itu, umat Islam mulai berkumpul dengan Nabi Muhammad di rumah Arqam bin Abi Arqam untuk mempelajari Al-Qur'an dan mempelajari petunjuk-petunjuk Islam. Sementara itu, Rasulullah membimbing mereka dengan latihan yang benar dan menyucikan diri.

Dari segi metode dakwah, dengan awal dakwah terbuka, metode yang digunakanpun berubah, yang awalnya berupa dialog dan komunikasi interpersonal, kemudian ditambah dengan khutbah (ceramah ) metode dan presentasi publik kepada publik.

Komunikasi yang dikembangkan oleh Maslow terlihat berbeda dengan komunikasi interpersonal dalam konteks dakwah Rasulullah. Beliau melakukan komunikasi interpersonal ketika berdakwah bukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti kebutuhan, fisik, keamanan, harta benda, harga diri dan ataupun aktualisasi diri, sebaliknya komunikasi interpersonal yang dikembangkan Nabi adalah mengutamakan memberi kepada kondisi dan kebutuhan komunikan (mad'u) dan hanya menjalankan misi yang ditugaskan oleh Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun