Tulisan ini seribu persen merupakan pengalaman penulis. Sama sekali tak ada unsur dramatisasi, dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi.
SINGKAT kata, saya disunting pria yang sekarang jadi suami pada akhir 2017. Tidak berapa lama setelah menikah, alhamdulillah Gusti Allah memberi hadiah sangat indah berupa anak perempuan yang lahir pada 14 September 2019. Kami tiada henti bersyukur karena sejauh ini si kecil dianugerahi kesehatan dan kelancaran dalam tumbuh kembangnya.
Namun, di balik rasa syukur itu, ada hal yang sedikit mengganjal. Sejak menikah, kami masih tinggal serumah dengan orang tua. Tepatnya di Desa Nyenang, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Buat saya, tingggal di rumah orang tua sebenarnya tidak terlalu jadi pikiran.Â
Demikian halnya ibu, sama sekali tidak keberatan ditumpangi oleh kami (saya, menantu, dan cucunya). Bahkan sebenarnya ibu sendiri yang minta kami tinggal bersamanya. Daripada ngontrak sekaligus hitung-hitung menjaga ibu, juga biar bisa momong cucu kapan saja, kilah ibu. Kebetulan rumah ibu lumayan besar untuk ukuran di kampung.Â
Kami semua menempati kamar masing-masing. Padahal, selain kami, di rumah itu juga ada kakak laki-laki beserta istri dan dua anaknya. Ditambah dua adik kami yang belum menikah. Jadi total ada sepuluh orang menempati rumah peninggalan Almarhum ayah tersebut.
Hanya saja sejak punya si kecil, suami kerap mengutarakan rasa tidak enak hati jika harus menumpang terus. Oh iya, sejak hamil saya memutuskan untuk tidak lagi bekerja karena pernah mengalami keguguran pada kehamilan pertama. Dengan demikian nafkah keluarga praktis ditanggung sepenuhnya oleh suami.Â
Suami sendiri bekerja di sektor swasta sebagai desainer. Ditambah hasil nyambi jualan kaus online sebagai dropshipper, jika dihitung-hitung kami dapat pemasukan di sekitaran 3,5 juta rupiah per bulan. Kadang lebih atau kurang sedikit dari itu. Syukurlah suami tidak termasuk pekerja yang dirumahkan ketika pandemi Corona menggejala di mana-mana.
Dengan pendapatan relatif stabil di sekitar nominal itu, suami acap kali ngajak diskusi seputar rencana mencicil rumah. Suami sangat optimis pekerjaannya bakal lebih baik di hari depan. Tentu saja saya setuju. Walaupun tinggal di rumah ibu relatif enak buat saya, tapi mungkin tidak buat suami yang notabene berstatus menantu. "Kita harus mandiri. Masa iya mau selamanya tinggal bareng ibu. Pasti nanti kita pengen nambah momongan juga 'kan?" ucap suami suatu kali.
Maka sejak awal tahun 2020, kami mulai rajin pasang mata dan telinga untuk setiap informasi mengenai rumah yang hendak dijual. Kami sudah bersepakat mau mencari rumah yang lokasinya di sekitaran Padalarang, kalau tidak di daerah Cimahi sebelah utara. Dengan pertimbangan, tidak jauh dari pusat keramaian, pendidikan, dan akses jalan.Â
Juga tidak memakan waktu terlalu lama bila ingin menengok ibu. Tapi ya ampuuuun, kami selalu mengelus dada tiap kali tahu harga rumah yang hendak dijual. Bila kembali menghitung pendapatan suami rasanya memiliki rumah di lokasi yang kami idamkan merupakan cita-cita yang sulit terealisasi, meski tentu saja bukan hal mustahil.
Pernah suatu ketika Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan mengunggah informasi tentang rumah bersubsidi di akun Instagram pribadinya. Kebetulan lokasinya di sekitar Padalarang, klop dengan impian kami. Suami pun mencari informasi lebih rinci. Lalu sigap melayangkan permohonan sesuai persyaratan yang diminta. Tapi sampai detik ini tidak pernah ada info lanjutan. Kami berpikir simpel saja, mungkin memang belum rejekinya.
Sebenarnya ibu menyodorkan opsi alternatif. Yakni membangun rumah tumbuh secara pelan-pelan. Tanahnya sendiri sudah tersedia dari hasil bagi waris, tak jauh dari rumah ibu. Tapi suami menampik usulan ibu dengan halus. Membangun rumah sendiri juga perlu dana awal yang tidak kecil. Memang kami punya sedikit tabungan, namun jumlahnya pasti tak akan cukup untuk dana awal membangun rumah tumbuh. Lebih realistis jika dijadikan uang muka KPR.
Tak putus harapan, suami mulai rajin mencari informasi tentang pameran perumahan. Salah satu yang kami agendakan untuk dikunjungi adalah Gebyar Rumah Jabar 2020. Sedianya Pameran Perumahan Jawa Barat ini dihelat pada 15-19 April 2020 di Miko Mall, Bandung. Namun karena wabah Corona, diundur jadi 24-28 Juni 2020. Itu pun belum pasti. Panitia masih harus melihat perkembangan status terkait wabah. Padahal kami berharap banyak pada pameran tersebut, mengingat skalanya yang terbesar di Jawa Barat. Pasti banyak info tentang rumah yang kami idamkan.
Bukan hanya gagal menghadiri pameran, 'sepak terjang' suami dalam berburu rumah idaman praktis tidak lagi leluasa karena adanya anjuran social dan physical distancing, kemudian dilanjut pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal Mei lalu. Pernah pada satu siang di hari Ahad, suami maksa berangkat ke daerah Cimahi untuk menindaklanjuti info mengenai rumah dijual. Namun pulang dengan tangan hampa karena warga menutup akses ke tempat yang dituju.
SiKasep
There's a will, there's a way. Di saat pandemi Covid 19 memaksa kita meminimalisasi pergerakan di luar rumah, tiba-tiba suami mendapat informasi lomba menulis tentang aplikasi SiKasep di akun Instagram @daribaliklensa. Awalnya kami sama sekali tidak tertarik dengan lomba menulisnya. Fokus kami tetap pada rencana mencari rumah. Kami pun mendalami SiKasep via google.
Termakan informasi hasil googling, tak butuh waktu lama bagi kami untuk memutuskan langkah selanjutnya. Tanpa pikir panjang, kami meluncur ke Play Store guna mengunduh aplikasi SiKasep. Registrasi agar bisa mengoperasikan SiKasep sangat gampang. Kita hanya diminta memasukkan nama, membuat kata sandi, NIK, NPWP, jumlah pendapatan, nomor hape, dan dipungkas dengan foto close up sambil memegang KTP. Semua data itu secara otomatis akan direkam Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP). Kita bisa memeriksa apakah sudah terdaftar atau belum dengan menekan tombol foto profil. Bila sudah, akan muncul ID Registrasi berupa angka 16 digit.
Voila, ibarat anak kecil dapat mainan baru, hampir seharian itu suami intens membuka-buka SiKasep. Keinginan punya rumah sendiri rupanya sudah sedemikian menggebu. Hasil beberapa jam buka-buka SiKasep, suami langsung mendapatkan beberapa alternatif rumah. Lokasinya pun sesuai dengan idaman kami, yakni di sekitar Padalarang.
Sebelum bersepakat melakukan pengajuan, kami terlebih dahulu mencari tahu apa itu PPDPP, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), juga tak lupa mengikuti akun Instagram resminya. Info yang diperoleh sudah lebih dari cukup bagi kami untuk memutuskan melakukan pengajuan kredit.
Harapan mendapatkan rumah idaman membumbung tinggi ketika melihat data dari laman ppdpp.id mengenai Realisasi FLPP Berdasarkan Jenis Pekerjaan dalam kurun 2010-2020. Benar-benar memihak golongan yang bekerja di sektor swasta seperti kami. Semula kami mengira program KPR FLPP bakal lebih banyak memihak PNS dan anggota TNI/Polri seperti program-program pemerintah lainnya. Kenyataannya, data ppdpp.id menunjukkan, kalaupun realisasi untuk dua golongan itu digabungkan, jumlahnya hanya 16,08%. Jauh di bawah golongan swasta yang mencapai 73,13%. Bahkan pada semester pertama 2020, realisasi untuk kalangan swasta sudah mencapai 38.782 unit atau lebih dari dua per tiga realisasi di tahun sebelumnya yang berada di angka 54.126 unit.
Demikian halnya data Realisasi FLPP Berdasarkan Gaji Pokok. Secara total dalam kurun 2010-2020, klaster pendapatan Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta memang menunjukkan angka realisasi paling tinggi, yakni 44,01% (data ppdpp.id per 29 Mei 2020). Namun sejak 2014, golongan pendapatan Rp 2,5 juta sampai Rp 3,5 juta per bulan justru menjadi klaster penerima realisasi FLPP paling besar. Data ini lagi-lagi merupakan angin segar buat suami yang punya pemasukan Rp 3,5 juta tiap bulan.
Simpel dan Transparan
Setelah mengantungi data dari ppdpp.id, suami makin yakin program FLPP ini bukan propaganda kosong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk nyeneng-nyengin masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti kami. Karena itulah dengan tegap suami memutuskan untuk mengajukan kredit lewat SiKasep.
Prosesnya lagi-lagi sangat simpel. Usai melakukan registrasi, kita bisa langsung mencari lokasi rumah incaran dengan cukup mengklik tombol Lokasi Rumah Idaman Anda. Di sana terdapat kolom provinsi, kabupaten, kota, dan kecamatan, yang berguna sebagai preferensi SiKasep dalam menyediakan data perumahan sesuai lokasi yang kita inginkan. Sedangkan bila menyentuh tombol Perumahan Sekitar Rumah Idaman, SiKasep menyodorkan data sebaran rumah FLPP lebih detail mengenai nama perumahan, nama pengembang, alamat perumahan, sampai unit yang tersedia.
Setelah berhasil menemukan rumah idaman, selanjutnya kita tinggal memencet tombol Pilih Bank KPR FLPP. SiKasep secara otomatis bakal mengirimkan data kita kepada bank KPR FLPP setelah kita setuju dengan proses Cek Status Pengajuan KPR. Dalam tahap ini, kita bakal dihadapkan pada enam proses mulai dari Terdaftar, Proses Pengajuan Subsidi Checking, Lolos Subsidi Checking, Proses Pengajuan Verifikasi Bank, Lolos Verifikasi Bank, dan terakhir Proses Pengajuan Dana FLPP oleh Bank.Â
Jika sudah memiliki ID Registrasi, itu artinya kita sudah berada dalam tahap Terdaftar yang berarti secara otomatis dianggap sebagai calon debitur. Selanjutnya kita tinggal menunggu hasil verifikasi lainnya.
Untuk setiap tahap verifikasi yang sudah terpenuhi, ditandai dengan perubahan warna tombol dari biru menjadi hijau. Kita bisa memantau perkembangan proses verifikasi pengajuan KPR kapan saja. Dan pengalaman kami, menanti perubahan warna satu tombol dari biru menjadi hijau memberikan sensasi deg-deg-plas. Tak ubahnya nonton drama Korea. Jika tak percaya, silakan coba sendiri.
Satu kunci penting, jangan sekali-kali memasukkan data palsu. Kita sedang berikhtiar mencari rumah idaman. Jika memang kondisi kita layak mendapatkan KPR FLPP, percayalah segenap proses verifikasi via SiKasep bakal berjalan sesuai harapan. Kementerian PUPR telah menyediakan aplikasi yang terbilang mumpuni. Mencari rumah idaman tidak perlu lagi tunggang-langgang ke sana kemari, sebab SiKasep telah menyediakan semua informasi yang dibutuhkan hanya dalam satu genggaman.
Pun demikian terkait proses pengajuan dan tahap verifikasi yang tengah berjalan. Tidak perlu khawatir bakal mandek gara-gara wabah. Direktur Utama PPDPP Arief Sabaruddin sendiri yang memberi garansi seluruh pengajuan dan tahap verifikasi tetap ditindaklajuti. Pandemi Corona boleh mewabah, namun kita tetap bisa mencari rumah idaman secara stay safe dengan SiKasep.
#KaryaTulisSiKasep
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H