Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... -

belajar peka dengan kondisi sosial budaya sekitar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Koi dan Cakar Lumut

8 Oktober 2013   12:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:50 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemandangan kontras terlihat di akuarium mungil milik Budi. Seekor Koi (Cyprinus Caprio) cantik berwarna merah putih berenang energik dan lincah mengelilingi seluruh sudut akuarium. Sementara itu, seekor Cakar Lumut (Hypostomus Plecostomus) yang berwarna hitam dan berkulit kasar meneliti sudut-sudut akuarium. Sesekali dia memungut lumut-lumut kecil yang mulai tumbuh di kaca.

“Hei Cakar, apa yang kamu lakukan. Dari tadi mondar-mandir ga jelas. Tirulah aku!” teriak Koi dari sudut kanan atas. Koi lantas melakukan akrobatik indah, melenggak-lenggok dan terlihat semakin menawan.

Cakar Lumut yang sedari tadi memperhatikan tarian Koi hanya bisa menarik napas. Sudah ke sekian kalinya dia diminta melihat atraksi Koi, yang memang dia akui, sangat indah. Tidak seperti dirinya.

“Ah, andai saja aku dilahirkan seperti Koi, tentu orang-orang juga akan memperhatikan dan menyayangi aku!” ujar Cakar Lumut dalam hati. Koi yang merasa cantik, semakin sombong dan membanggakan diri. Dia berenang dengan pongah mengelilingi Cakar Lumut.

“Huh, selalu saja begitu, sombong. Mentang-mentang paling cantik dan indah!” rutuk Cakar Lumut.

Merasa terintimidasi dengan ulah Koi, Cakar Lumut menghentikan kegiatannya. Dia kemudian kembali ke rumahnya di sudut kiri bawah akuarium. Cakar Lumut geram dan sedih.

Untuk kesekian kalinya dia merasa jelek dan tak berguna. Tidak ada orang memperhatikan keberadaannya. Beda dengan Koi. Setiap orang yang datang dan melihat akuarium itu, pasti memuji Koi. Dia, sekalipun tidak ada yang memuji. Bahkan ada beberapa yang mencibir dan mengatakan pada Budi untuk apa dia memelihara Cakar Lumut di akuarium. Cakar Lumut sebal.

Sudah berhari-hari Cakar Lumut murung. Dia tidak lagi mencari makan lumut-lumut di kaca yang terlihat mulai banyak. Dia hanya diam, teronggok di sudut kiri bawah akuarium. Sesekali dia merutuki diri.

Kondisi air akuarium semakin jelek karena banyak lumut yang menempel. Sudah 10 hari Budi tidak membersihkannya. Ditambah lagi Cakar Lumut yang mogok makan lumut. Air itu keruh, berwarna agak kehijauan.

Kekeruhan itu mempengaruhi warna Koi. Warnanya jadi pucat dan tidak cerah lagi. Napasnya mulai sesak karena kandungan udara sudah mulai menipis.

“Ah...bodohnya aku!” ujar Koi menyadari kesalahannya. Karena dialah air akuarium menjadi keruh dan hijau. Banyak lumut di kaca karena Cakar Lumut mogok makan lumut.

“Cakar, maafkan aku!” ujar Koi kepada Cakar Lumut yang mematung di sudut kiri bawah akuarium.

“Aku salah. Ternyata kamu memiliki andil besar dalam membersihkan akuarium ini. Aku yang merasa paling cantik di sini, sudah berlaku sombong padamu. Semua memiliki peran masing-masing dan harusnya saling mendukung. Maafkan aku!” pinta Koi.

Cakar Lumut yang sedari tadi murung, mulai tersenyum. Dengan siripnya dia toast dengan Koi. Mereka saling berangkulan dan memaafkan. Setiap makhluk pasti ada manfaat dalam penciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun