Mohon tunggu...
Silma Awalia
Silma Awalia Mohon Tunggu... Apoteker - Abdi Negara

berbagi bercerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ibu, di Tanganmu Nasib Anakmu

17 Maret 2022   10:20 Diperbarui: 17 Maret 2022   10:26 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Memberikan yang terbaik untuk sang buah hati merupakan keinginan seorang ibu. Kehadiran seorang buah hati menjadi momen terindah, proses mengasihi salah satu bonding terkuat antara ibu dan anak. Namun, banyak kompleksitas yang membuat seorang ibu tidak dapat memberikan full ASI kepada buah hatinya. Proses pemilihan susu formula pengganti ASI pun tak semudah menjentikkan jari, karena ternyata anak Indonesia dibayang-bayangi indikasi medis salah satunya alergi susu sapi. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyebutkan insiden alergi susu sapi sekitar 2-7.5% pada bayi yang diberikan susu formula dan reaksi alergi terhadap susu sapi masih mungkin terjadi pada 0.5% pada bayi yang mendapat ASI eksklusif dengan gejala ringan sampai berat. 

 

Bagi anak yang memiliki riwayat alergi susu sapi, pemilihan susu formula biasa akan menimbulkan gejala klinis pada saluran pencernaan, kulit, dan saluran pernafasan. Gejala tersebut seperti ruam pada kulit, kolik yang tak kunjung berakhir, ataupun nafas yang terdengar "grok-grok". Ibu yang memiliki anak dengan riwayat alergi susu sapi perlu lebih mawas diri, lebih cermat dalam memilih produk yang dikonsumsi (jika masih mengASIhi) ataupun pemilihan produk susu formula maupun makanan pendamping ASI (MPASI) ke depannya. Tak ada ibu yang akan membiarkan anaknya "kesakitan" karena kecerobohan dalam pemilihan asupan gizi terbaik.

 

Susu formula untuk anak dengan riwayat alergi susu sapi termasuk dalam Pangan Olahan Untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) yang perolehannya harus dengan resep dokter dan di sarana kefarmasian berizin. Menjadi masalah baru bagi ibu? Ya, pengalaman penulis, dokter anak hanya meresepkan satu kaleng susu alergi untuk dievaluasi lagi ketika anak berusia satu tahun.  Seorang Ibu tentu akan melakukan apapun demi mendapatkan susu tersebut untuk memenuhi kebutuhan buah hati. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) tempat pertama menebus resep, tidak dapat memberikan kaleng kedua dan seterusnya tanpa resep dokter. Di beberapa apotek, susu tersebut dijual dengan sistem purchase order dan bisa tanpa resep dokter. Dilema bukan? Ketika susu tersebut habis dan ibu kesulitan mencari, maka di era digital dan pandemi COVID-19 ini dimana e-commerce menjamur dan mempermudah mendapatkan barang, akan menjadi pilihan ibu membeli susu tersebut. Menurut Kemkominfo, Indonesia merupakan negara 10 terbesar pertumbuhan 'e-commerce' dengan pertumbuhan 78 persen dan berada di peringkat ke-1 di dunia.  Tidak salah ibu memilih memenuhi segala kebutuhan rumah tangga termasuk produk susu melalui e-commerce. 

 

Cukup mengetikkan nama produk susu alergi sapi dan berbaris penjualan online muncul di laman website. Para ibu tinggal memilih sesuai keinginan, karena harga yang ditawarkan pun bervariasi. Masalahnya, bukankah susu alergi susu sapi merupakan produk PKMK yang penjualannya tentu saja tidak semudah itu? Tergelitik pertanyaan, siapa yang harusnya mengawasi proses penjualan PKMK ini? BPOM merupakan instansi paling kredibel di Indonesia jika kita berbicara tentang Obat dan Makanan.

 

BPOM telah mengeluarkan peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus, juga PERKABPOM Nomor 24 Tahun 2019 dan PERKABPOM Nomor 24 Tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2018. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya peraturan tersebut adalah perlunya perlindungan masyarakat dari pangan olahan untuk keperluan gizi khusus yang mempunyai tingkat risiko keamanan pangan yang tinggi. BPOM memiliki tugas melindungi Obat dan Makanan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dengan menjamin keamanan, manfaat, dan mutunya.

Pada pasal 13 peraturan tersebut menyebutkan, label PKMK wajib dicantumkan keterangan "HARUS DENGAN RESEP DOKTER", dan pada pasal 16 menyebutkan produk PKMK hanya dapat diedarkan di apotek, IFRS, dan puskesmas. Bagaimana jika mendapatkan PKMK khususnya susu alergi susu sapi dijual di e-commerce?

Menurut laman https://standarpangan.pom.go.id, PKMK yang diedarkan secara daring wajib memiliki izin edar dan memenuhi cara produksi pangan olahan yang baik dan HACCP, Peredaran PKMK hanya dapat dilakukan oleh Apotek dengan menggunakan: sistem elektronik yang dimiliki sendiri; dan/atau yang disediakan oleh PSEF. Pada masa pandemi dalam kurun waktu 2020-2022, produk PKMK khususnya alergi susu sapi dengan mudah dijual di e-commerce pada akun toko susu, perorangan, bahkan official store dapat menjual tanpa resep dokter. Sebenarnya sistem ekonomi berlaku dimana ada demand disitu ada supply. Ibu yang mencari produk tanpa ribet akan menuju e-commerce, dan jika ditelisik kebanyakan ibu mungkin tidak mengetahui produk untuk anaknya merupakan PKMK yang harus diperoleh dengan resep dokter karena kurangnya pengetahuan dan literasi.

Hasil Indeks Keberdayaan Konsumen Nasional tahun 2021 adalah 50,39 (level mampu) artinya konsumen telah mengetahui hak dan kewajibannya serta mampu memilih produk yang baik namun belum mau memperjuangkan hak-haknya[4]. Hal ini tercermin bagaimana ibu memilih yang terbaik untuk buah hatinya, namun tidak kritis ketika menemukan produk PKMK dijual bebas di e-commerce, padahal penjualan ini telah melanggar hak ibu sebagai konsumen. Pemerintah menentukan target tingkat keberdayaan konsumen Indonesia diharapkan dapat mencapai level BERDAYA, yang mana konsumen Indonesia memiliki nasionalisme tinggi dalam berinteraksi dengan pasar dan aktif memperjuangkan kepentingan konsumen.

 

BPOM melindungi konsumen dalam sektor Obat dan Makanan dengan meningkatkan pengawasan pre dan post market dan mendorong peningkatan kepatuhan pelaku usaha, khususnya produsen PKMK sesuai dengan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen yang menjadikan pilar pemerintah sebagai bagian dari perlindungan konsumen.

 

Dari sisi konsumen, BPOM terus berupaya dalam peningkatan perilaku konsumen khususnya ibu menuju konsumen berdaya melalui pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), membumikan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli dan mengonsumsi Obat dan Makanan, juga menyebarluaskan kewajiban dan hak konsumen juga mendorong konsumen untuk aktif menyampaikan keluhan  produk melalui Layanan Konsumen yang disediakan produsen maupun saluran pengaduan/suara konsumen yang tersedia.

 

BPOM hadir, ibupun senang

BPOM tanggap, ibupun tenang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun