Mohon tunggu...
Sielavit Anggelina Virga N
Sielavit Anggelina Virga N Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Marilah kemari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi "Toron" (Pulang Kampung) ala Orang Madura

13 Juni 2024   00:10 Diperbarui: 13 Juni 2024   00:23 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Toron" adalah bahasa Madura yang memiliki arti "turun". Kata "toron" dalam Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia yang ditulis oleh Adrian Pawitra (2009: 724) bermakna "bergerak dari atas ke bawah". Di kalangan perantau Madura kata 'toron' sudah bermakna kias yakni "pulang kampung" atau "mudik". Namun, arti toron pada dasarnya mempunyai makna lebih luas, yaitu membangun kembali solidaritas yang mengarah pada jalinan tali silaturahmi antar keluarga dan kerabat orang Madura yang berada di tanah kelahirannya. 

Dengan toron, keutuhan dan keakraban antar orang Madura akan tetap terjalin . Untuk itu, ketika tiba saatnya mudik orang Madura tentu telah mempersiapkan diri dengan bekal-bekal bawaan yang secara formalitas sebagai oleh-oleh, sekaligus bentuk manifestasi dari keterikatan kekeluargaan, meski mereka harus merantau sejauh mana meninggalkan tanah kelahirannya.

Terdapat tiga peristiwa penting bagi orang Madura untuk toron. Yang pertama pada saat lebaran Hari Raya Idul Ftri, yang kedua saat Hari  Raya Idul Adha dan yang ketiga saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun, selain tiga peristiwa tersebut, toron bisa dilakukan kapanpun. Menurut (Arifin, 2007: 255) selain juga karena ada motif lain  seperti keperluan ta'ziyah, acara pernikahan, ziarah kepada anggota keluarga yang akan berangkat maupun pulang dari ibadah haji, sowan (acabis) kepada kyai, ziarah kubur kedua orang tua, dan lain sebagainya.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri secara umum hampir seluruh orang Madura melakukan toron, tanpa melihat siapa dan apa urusan mereka di tanah rantau. Hal ini sama dengan yang dilakukan ummat muslim lainnya. Namun, pada saat Hari Raya Idul Adha, yang kemudian disebut Hari Raya Besar atau Hari Raya Reaje (rajhe), toron umumnya dilakukan oleh masyarakat perantau yang bermukim di wilayah pedesaan, yang notabene mempunyai wilayah tradisi kekerabatan yang sangat kental dan kuat.

Panutan orang Madura kepada tokoh agama, kiyai, ulama, guru dan orang tua tentu menjadi tolok ukur tingkat pengabdiannya terhadap sesepuh dan pendahulu mereka. Hal ini juga diimplementasikan pada saat Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.

Kesungguhan orang Madura terhadap panutan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, tidak sekedar melaksanakan sunnah-sunnahnya, namun lebih jauh lagi mempunyai makna yang dalam terhadap peristiwa itu dengan melakukan tindakan nyata, yaitu memeriahkan hari besar Islam tersebut dengan berbagai aktivitasnya. Selain itu, untuk Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Reaje (rajhe) dan Peringatan Maulid Nabi, telah menjadi simbol tingkat keperhatian orang Madura terhadap solidaritas dan tali persaudaraan yang merupakan manifestasi nilai persaudaraan dan kekerabatan.

Dapat dikatakan bahwa "toron" dalam prespektif budaya sebenarnya merupakan upaya membangun kembali solidaritas yang mengarah kepada jalinan tali silaturahmi antar keluarga dan kerabat orang Madura yang tinggal di tanah kelahirannya. Dengan toron, jalinan silaturahmi dengan sanak saudara dan warga sekitar akan tetap terjalin dan semakin erat. 

"Toron" bagi orang Madura di perantauan berkaitan dengan tiga peristiwa keagamaan yang telah disebutkan diatas. Toron merupakan simbol perhatian orang Madura di perantauan terhadap solidaritas dan tali persaudaraan. Ungkapan Madura, bil cempa palotan, bil kanca taretan, ( bila beras (kualitas) yaitu ketan, bila teman adalah saudara) merupakan manifestasi nilai persaudaraan dan kekerabatan bagi orang Madura.

Selain itu, istilah"toron" orang Madura perantauan yang akan kembali ke daerah rantau menggunakan istilah "onggh" (naik-bahasa Indonesia). Tetapi istilah ini bagi masyarakat Madura tidak sepopuler istilah "toron". Itulah sekilas tentang tradisi "Toron" (Pulang Kampung) ala Orang Madura.

Sumber :

Adrian Pawitra, (2009: 724), Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia 

De Jonge, Huub. 1989. Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam. Jakarta: PT Gramedia 

Kuntowijoyo. 2002. Madura 1850-1940. Yogyakarta: Mata Bangsa. 

Muhammad Djakfar , 2012, TRADISI TORON ETNIS MADURA: Memahami Pertautan Agama, Budaya, dan Etos Bisnis 

https://www.lontarmadura.com/

https://kabarmadura.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun