Sisa kolonialisme yang paling merusak psiko  histori masyarakat negara  negara Dunia Ketiga adalah perasaan bawa sadar kolektif masyarakat negara Dunia Ketiga yang meyakini bahwa barat adalah superoir, teladan, dan pusat dunia; sementara di luar Barat merupakan subordinat. ( Hasyim Wahid )
Dengan masuknya jaman modern atau kita kenal dengan globalisasi, identitas, budaya atau tradisi  tradisi masyarakat Nusantara atau Indonesia berlahan lahan hilang dan mengikuti budaya barat. Hal ini disebabkan kerena ada skenario globalisasi bahwa di era globalisasi semua identitas etnis, agama, suku, bahasa tidak ada lagi identitas kecuali identitas masyarakat dunia.
Fakta membuktikan bahwa di jaman moderenisasi generasi muda kita terutama anak  anak SD dan SMP jika ditanya cerita  cerita rakyat seperti halnya cerita timun mas, cerita cerita sangkuriang, cerita malin kundang dan lain sebagainya mereka tidak  tahu, tetapi jika kita bertanya cerita naruto, cerita avatar mereka, atau pun pemain bolo mereka  lebih tahu dan bahkan memahami alur cerita dari pertama sampai dengan akhir.
Selain dari cerita rakyat bangsa kita punya berbagai ragam permainan mulai dari permainan petak umpet, permainan benteng, kelereng, bekel, Congklak dll, mulai dilupakan dan diganti dengan permainan moderen yaitu permainan advanture game (permainan petualangan), Fighting game (permainan berkelahi ) dan lain sebagainya.
Pengaruh budaya barat ( globalisasi ) tidak hanya di dunia pendidikan saja namun sampai dengan cara makan pun kita menggunakan cara makan ala barat. Masyarakat kita hari ini lebih bangga jika makan makanan di KFC, Texsas dibandingkan makan di warung makan biasa. Ini artinya bahwa pemahaman generasi muda kita di jaman ini sudah dipengaruhi oleh pengaruh globalisasi dan lama kelamaan identitas kebudayaan kita akan hilang dimasa yang akan datang.
Salasatu Faktor utama mempengaruh pemikiran masyarakat Indonesia adalah pendidikan. Jauh sebelum masuknya pendidikan atau sekolah yang dibawah oleh penjajah, orang Nusantara atau Indonesia suda punya pendidikan tradisional yaitu pendidikan pesantren. Namun kemudian pendidikan pesantren itu dianggap kuno, tidak maju dan pada akhirnya pendidikan pesantren itu kemudian bergeser ke pendidikan yang dibawah oleh belanda yang kita kenal dengan sebutan sekolah.
Kurang lebih 1012 tahun pendidikan belanda atau sekolah itu kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia sampai dengan sekarang. Hasil dari pendidikan modern itu ternyata tidak dapat memberikan manfaat kepada generasi kita hari ini. " Pendidikan atau sekolah hari ini kalau jika kita kaji dari kacamata pendidikan sekolah itu tidak menghasilkan apa - apa baik itu berupa budaya maupun peradaban " ( Agus Sunyoto ).
Jauh sebelum masyarakat Indonesia mengenal sekolah yang dibawah oleh belanda, di tahun 7 masehi orang Nusantara atau Indonesia suda bisa membuat huruf Jawa dan tata bahasa Jawa. Tahun 78 masehi neluhur kita di Nusantara terutama di pulau Jawa sudah mampu membuat kalender Jawa. Selain dari itu pada jaman kerajaan -- kerajaan di Nusantara kerajaan Kalingga sudah mampu membuat aturan hukum dan kemudian dikembangkan oleh kerajaan Singosari sampai dengan kerajaan Majapahit, tanpa terkecuali neluhur kita juga dapat membuat pakaian -- pakaian tradisional yang sampai dengan hari ini terkenal diseluruh dunia yaitu pakaian batik.Â
Hal itu dapat kita pahami bahwa sebelum neluhur kita mengenal sekolah ternyata mereka lebih pintar dibandingkan dengan genarasi sekarang. Jika kita bandingkan dengan sekolah hari ini banyak melahirkan Sarajana, Doktor sampai dengan Profesor tetapi tidak dapat menciptakan sesuatu yang baru. Sebagian besar karya -- karya generasi hari ini adalah copy paste dari warisan belanda atau penjajah.Â
Sumber :
Agus Sunyoto
Hasyim Wahid