Mohon tunggu...
Sido Waras
Sido Waras Mohon Tunggu... karyawan swasta -

suka nonton sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blunder Fadly Zon

24 Juni 2014   19:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:16 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanggapi setiap debat, masing-masing timses yakin bahwa jagoannya menang telak. Pada debat terakhir kemarin pak Mahfud memberikan skor 5-0 untuk Prabowo. Demikian juga dengan bung Fadly Zon. Salah satu yang menjadi blunder pak Jokowi menurut mereka adalah masalah Laut China selatan.

Entah dengan maksud apa, beberapa pertanyaan pak Prabowo sedikit aneh, karena bukan pertanyaan kelas berat. Contohnya saat bertanya: apa yang dilakukan pak Jokowi jika ada salah satu wilayah yg diduduki Negara lain. Tentu sebenarnya ini pertanyaan yang tidak susah, sebab kalau menyangkut harga diri bangsa, tentu akan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Pertanyaan “mudah” ini entah kenapa sengaja dilempar pak Prabowo, saya yakin bukan untuk menguji wawasan atau intelektual seorang Jokowi.

Pertanyaan yang banyak menjadi sorotan adalah tentang Laut China Selatan. Pak Jokowi menjawab dengan baik (minimal menurut anggapan saya). Beliau mengganti nama China dengan Tiongkok. Sebagai pemimpin Nasional, pak Jokowi akan bertindak secara diplomasi sepanjang itu dibutuhkan dan menguntungkan kepentingan nasional Indonesia. Dari sekian pandangan, Bung Fadly Zon termasuk yang paling kenceng mencela (baca mengkritik) jawaban pak Jokowi sebagai tidak nyambung dan tidak memahami persoalan. Namun jika kita runut, ternyata bung Fadly justru membuat blunder.

Pertama masalah nama. Jelas di peta nama China belum diganti, namun sesuai Keputusan Presiden No 12 tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 tentang penggantian penyebutan nama China menjadi Tiongkok. Saya melihat pak Jokowi lebih taat azas hukum dibanding debat kusir ala bung Fadly. Seperti penyebutan kita untuk Thailand, padahal masyarakat dunia lain menyebut dengan Muang Thai. Aatau Ivory Coast yang kita namakan Pantai Gading. Jadi debat ala bung Fadly menunjukkan bagaimana implemantasi hukum dijalankan.

Kedua, bung Fadly menganggap Jokowi tidak mampu memahami masalah Laut Tiongkok Selatan karena bisa bertindak atau tidak. Masih menurutnya, seharusnya Indonesia bertindak sebab meski tidak langsung berhubungan dengan kita, tetapi berhubungan dengan Negara-negara di yakni Brunei, Malaysia, Philipina dan Vietnam. Padahal pernyataan Fadly menjadi sebuah blunder, karena Prabowo dan timsesnya bertekad untuk meneruskan kebijakan luar negeri pemerintahan SBY yang dianggap “cukup bagus”. Tentang Laut Tiongkok Selatan: Indonesia menyerukan sikap menahan diri dan penyelesaian secara diplomatik," tulis rilis Kemlu tertanggal 16 Mei 2014. Dalam setiap wawancara, Menlu Marty Natalegawa juga menyebut kata Laut Tiongkok Selatan. (Detik.com, Senin 23 Juni 2014). Ini seharusnya membuka pemahaman bung Fadly bahwa apa yang disampaikan pak Jokowi sejalan dengan sikap politik Luar Negeri pemerintahan saat ini.

Ini bisa dipahami karena timses dan pak Prabowo terkadang memiliki persepsi berbeda, kalau tidak bisa dikatakan pemahaman berbeda. Prabowo mendukung politik luar Negeri SBY, tapi pada saat bersamaan timsesnya menolak. Ketika Timses ngomong jangan setuju dengan pak Jokowi, Prabowo melanggar. Demikian juga ketika Prabowo bicara bocornya APBN sampai 1000 T, ia lupa bahwa salah satu yang paling bertanggung jawab tentu Menko perekonomian yang sekarang jadi cawapresnya. Sontak ini mendapat bantahan Hatta dengan mengatakan bahwa yang dimaksud Prabowo adalah potensi. Potensi merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud yang dimiliki seseorang, Saya bisa simpulkan, potensi belum terealisasi. Jadi yang benar itu potensi (menurut Hatta) atau sudah bocor (menurut Prabowo). Entahlah, yang pasti saya dengan sebagian besar rakyat Indonesia sudah memberikan pilihan, yang pasti bukan perpecahan dan perselisihan paham.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun