Pasal 3 Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Meskipun sudah dibentuk peraturan perundang undangan seperti diatas, sering kali masih tetap dilakukan oleh masyarakat masyarakat pada umumnya, kebiasaan buruk ini perlu di hilangkan, agar tidak meluas ke berbagai kalangan. Sebenarnya orang yang terlibat dalam kasus suap menyuap harus malu, apabila dapat menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela dan sangat merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi yang menerima suap.Â
Hal ini mengingat pengertian suap (bribery) bermula dari asal kata 'breberie' (perancis) yang artinya adalah 'begging' (pengemis) atau 'vagrancy' (gelandangan). Dalam bahasa latin disebut 'briba' yang artinya 'a piece of bread given to beggar' (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya 'briba' bermakna sedekah (alms), black mail, atau 'extortion' (pemerasan) dalam kaitanya dengan 'gifts received or given in order to influence corruptly' (pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi secara jahat atau korup).
Akan tetapi didalam hukum islam Risywah (suap) juga ada yang dibenarkan, dengan alasan untuk mempertahankan suatu kebenaran atau mencegah kezaliman, Banyak alasan mengapa seseorang harus melakukan suap (risywah), salah satunya adalah untuk mempertahankan kebenaran atau mencegah kebatilan serta kezaliman.Â
Kalau terpaksa harus melalui jalan menyuap untuk maksud diatas, dosanya adalah untuk yang menerima suap. Para Ulama' telah bersepakat mengenai hukum risywah (suap) yang sedemikian ini, karena dilakukan untuk kebaikan dan untuk memperjuangkan hak yang mestinya diterima oleh pemberi risywah. Hal ini didasarkan pada kisah Ibnu Mas'ud, ketika ia ada di Habasyah, tiba-tiba ia dihadang oleh orang yang tidak dikenal, maka ia memberinya uang dua dinar, yang kemudian, ia diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
Maka, sekarang kebiasaan untuk melakukan risywah sebaiknya dihindari, agar mendapatkan rezeki yang lebih halal dan barokah dan menghindarkan kita dari dosa yang telah ditetapkan oleh Allah tentang Risywah.Â
DAFTAR PUSTAKA
Syakir, Muhammad. 2004. Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta : Gema Insani
Rahman, Abdur. 1996. Muamalah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba empat.
Maroni, 2010. Suap dan Gratifikasi dalam Penegakan Hukum sebagai kejahatan Mafia peradilan. Lampung : Fakultas Hukum Universitas Lampung