Mohon tunggu...
Abd Sidiq Notonegoro
Abd Sidiq Notonegoro Mohon Tunggu... Dosen - mulai menulis artikel opini di media cetak sejak menjadi akvitis IMM tahun 1990an

Saat mahasiswa, aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Menjadi penulis opini di sejumlah media cetak mulai tahun 1991 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk Apa Kampanye di Lembaga Pendidikan?

29 Agustus 2023   17:58 Diperbarui: 29 Agustus 2023   18:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Selasa (15/8/2023), norma Pasal 280 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah direvisi. Awalnya, pasal itu melarang peserta pemilu berkampanye di lembaga pendidikan dan fasilitas pemerintah tanpa syarat. Setelah putusan, isi pasal tersebut diubah menjadi peserta pemilu boleh berkampanye di lembaga pendidikan selama memiliki izin dari penanggung jawab tempat kegiatan serta tidak mengenakan atribut partai dan lainnya. (Kompas.id, 26/8/2023).

Pakar Komunikasi dan Politik Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya Suko Widodo saat diwawancarai oleh radio Suara Surabaya (SS) pada Senin (28/8/2023) mengapresiasi keputusan MK tersebut meski dengan catatan. Catatannya, kampanye harus dilakukan di perguruan tinggi negeri (PTN), dan mekanismenya harus diatur --- misalnya tanpa embel-embel bendera partai, hanya mendiskusikan visi dan misi, dananya dari Komisi Pemilihan Umum, dan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Namun tidak sedikit pula pihak yang berseberangan pandangan dengan putusan MK tersebut. Muhammadiyah, misalnya, secara tegas tidak memberikan izin kegiatan politik dan kampanye di lembaga pendidikan di bawah binaan Muhammadiyah dengan alasan khawatir justru kampus nantinya akan terdampak secara akademik karena disebabkan oleh gesekan politik (wartaekonomi.co.id, 28/8/2023).

Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meski tidak mempermasalahkan putusan MK tersebut, tetapi juga mengingatkan agar kampanye di lembaga pendidikan sebaiknya dihindari. Ada banyak tempat yang bisa dijadikan lokasi kampanye selain lembaga pendidikan (Kompas.com, 21/8/2023).

Pendidikan politik tidak sama kampanye politik

Secara fungsi, pendidikan politik dengan kampanye politik memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, tidak ada benang merah antara pendidikan politik dan kampanye politik. Keduanya memiliki visi dan misi yang berbeda.

Pendidikan politik adalah upaya bimbingan atau pembinaan secara sadar dan sistematis untuk meningkatkan pengetahuan politik dengan orientasi mencintai dan memiliki keterikatan yang tinggi terhadap bangsa dan negara serta menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik agar mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan politik. Sedangkan menurut UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, "kampanye pemilu" adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu".

Dilegalkannya "kampanye politik" di lembaga pendidikan tidaklah serta-merta memberikan pengaruh positif pada orientasi pendidikan politik. Sebaliknya, kampanye politik sangat mungkin menjadi 'pengacau' terhadap upaya pendidikan politik yang ideal. Dan faktanya, selama ini kampanye politik tidak pernah mampu meyakinkan sebagai bagian dari pendidikan politik itu sendiri.

Pendidikan politik di lembaga pendidikan tidak harus (tidak perlu?) menghadirkan pelaku politik praktis ke lembaga pendidikan tersebut. Lembaga pendidikan cukup dengan memberikan keleluasaan bagi insan akademis yang ada didalamnya (baca : mahasiswa/siswa) mengaktualisasi kesadaran politik melalui organisasi intra maupun ekstra, tanpa intervensi untuk mengatur atau bahkan mengebirinya. Organisasi pelajar/mahasiswa merupakan laboratorium untuk membentuk politisi idealis sebelum terjun ke arena politik yang riil (realitas).

Siapa yang mampu dan mau membentuk para insan akademis tersebut untuk menjadi politisi idealis --- yang menjadikan politik sebagai jalan perjuangan untuk kepentingan bangsa dan negara --- ? Tidak lain adalah para ilmuwan dan akademisi, yang tidak terkontaminasi oleh mental-mental kompromis-transaksional seperti dalam realitas praktis.

Karena itu, lepas dari diperbolehkan atau tidaknya kampanye di lembaga pendidikan, pada hakekatnya tidak ada kaitan kepentingan antara pendidikan politik dengan kampanye politik. Pendidikan politik untuk kepentingan idealis, kampanye politik untuk kepentingan praktis-pragmatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun