Mohon tunggu...
Abd Sidiq Notonegoro
Abd Sidiq Notonegoro Mohon Tunggu... Dosen - mulai menulis artikel opini di media cetak sejak menjadi akvitis IMM tahun 1990an

Saat mahasiswa, aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Menjadi penulis opini di sejumlah media cetak mulai tahun 1991 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Milad 58 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Aksi Yes! Kualitas Diri Harus!!!

14 Maret 2022   08:59 Diperbarui: 16 Maret 2022   15:20 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Milad 58 IMM (14 Maret 1964 -- 14 Maret 2022)

Aksi Yes! Kualitas Diri Harus!!!

Abd Sidiq Notonegoro*

Farid Fathoni, dalam karyanya yang berjudul "Kelahiran yang Dipersoalkan" (1990) menyatakan bahwa kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan keniscayaan sejarah. Artinya, kala itu dengan berbagai dinamika persoalan keumatan dan kebangsaan, mau tidak mau IMM harus muncul dan hadir. 

Diantara persoalan yang memantik kelahiran IMM kala itu, selain situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil dan pemerintahan yang otoriter, serta kekuatan umat Islam yang terpecah-belah, tak kalah penting ialah akibat tercerai-berainya insan kampus oleh berbagai kepentingan politik yang berimbas pada pelemahan kehidupan keberagamaan serta terjadinya dekadensi akhlak.

Sedangkan dari sisi internal Muhammadiyah, secara faktual Muhammadiyah kian menampakkan diri sebagai organisasi keagamaan yang relatif berkembang dengan "amal usaha"-nya yang kian pesat, secara nalar pasti membutuhkan kader yang orisinal sebagai kader pelopor, pelangsung dan penyempurna Muhammadiyah. 

Dapat dibayangkan andai Muhammadiyah tidak menginisiasi berdirinya IMM, sedangkan di lain pihak Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) berkembang di mana-mana, serta anak-anak muda Muhammadiyah semakin banyak yang memasuki perguruan tinggi.

Meski pada awal konsolidasi kader mahasiswa Muhammadiyah banyak menghadapi sandungan dan halangan, namun akhirnya pada 14 Maret 1964 Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan dan menetapkan sebagai hari berdirinya IMM secara nasional. Sebagai lembaga kader, IMM merupakan satu-satunya organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang berada di perguruan tinggi dan basis massanya murni kaum mahasiswa.

Perjalanan setengah abad lebih ini tentu memberikan warna dan tantangan tersendiri bagi IMM untuk bisa eksis sampai kapan pun. Apa yang dihadapinya di era 60-an, era 70-an, era 80-a dan era 90-an tentu berbeda dengan ancaman dan tantangan bagi IMM di era kekinian. Meski demikian, IMM tidak patut kehilangan eksistensinya sebagai organisasi otonom yang berasas gerakan keagamaan, kemahasiswaan dan kemanusiaan.

Gerakan Aksi

Salah satu hal penting yang harus dikristalisasi dalam diri kader-aktivis IMM yaitu jargon resminya yang berbunyi fastabiqul khairat, yang artinya "berlomba dalam kebajikan". Jargon ini bukan sekedar simbol khas untuk gagah-gagahan, namun sebagai komitmen moral dalam gerakan. Jargon tersebut memberi tekanan pesan agar aktivis IMM lahir sebagai insan kader yang bermental kompetitor.

Makna dari bermental kompetitor adalah bersaing untuk menjadi yang terbaik. Memberikan penyadaran bahwa persaingan dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang harus dijalani. Evolusi sosial memberikan tekanan bahwa kehidupan manusia itu akan terus bergerak mengikuti perkembangan jaman, beradaptasi dengan keadaan baru dan mengalami perubahan pada berbagai dimensi. Meninggalkan semangat kompetitif hanya akan hadir sebagai pribadi yang terasing, termarginalisasi oleh dinamika kehidupan yang terus bergerak secara linier.

Mengikuti pendapat Talcott Parsons, dalam proses evolusi (sosial) masyarakat harus bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan segala tantangan yang datang. Maka tidak ada alasan bagi kader IMM untuk lari dari keadaan atau situasi dan kondisi yang ada saat ini. Namun juga tidak surut mundur dalam menghadapinya, meski juga tidak sepatutnya larut didalamnya.

Tantangan IMM dalam konteks keindonesiaan saat ini, misalnya berkaitan dengan perpolitikan nasional yang cenderung oligarkhi. Fenomena politik nasional seperti ini, IMM tidak boleh lelah untuk memberikan kritik, entah melalui aksi massa (baca : demonstrasi) maupun aksi akademisi yang berbasis kegiatan ilmiah. Aktivis IMM harus tetap mampu menampilkan diri sebagai personal yang independen dan kritis, serta cerdas dan santun.

Aktivis IMM harus mampu menjadi patriot bangsa yang gagah dan gigih dalam menghadapi berbagai ancaman yang merongrong harkat dan martabat bangsa. Bukan hanya dalam menghadapi ancaman ideologi 'anti'-Pancasila, namun juga ancaman perilaku ekstremistik yang mencoreng nilai-nilai toleransi dan pluralitas sosial-budaya bangsa.

Dalam dunia akademis, (mantan) aktivis IMM harus berupaya tampil menjadi yang terbaik dalam garda depan intelektual dan keilmuan. Andai menjadi politisi, mantan aktivis IMM harus tampil sebagai politisi yang memiliki basis keilmuan yang memadai. Jejak intelektual aktivis IMM harus bisa diwarisi oleh generasi setelahnya.

Alumni dan aktivis IMM seoptimal mungkin harus terus berupaya menjadi sumber ide dan gagasan atau pemikiran strategis pada semua aspek kehidupan ---- sosial, politik, ekonomi maupun keagamaan.

Gerakan aksi --- sosial/politik dan intelektual --- harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kader IMM. Gerakan aksi merupakan upaya untuk menjaga kristalisasi idealisme kemahasiswaan aktivis IMM sebagai bagian dari masyarakat bangsa. Melalui gerakan aksi, memberikan pengalaman hidup bagi aktivis IMM itu sendiri. karena itu, aktivis IMM tidak patut menyurutkan aksi-aksinya untuk negeri.

Jangan Lupa Kualitas Diri

Gerakan aksi haruslah menjadi gerakan strategis bagi IMM. Karena itu, gerakan aksi jangan hanya di konstruksi sebagai gerakan biasa tanpa makna. Gerakan aksi haruslah mampu menawarkan dan melahirkan solusi yang berkualitas dan layak diterima oleh publik.

Tidak ada jalan lain selain aktivis IMM tidak lelah menempa dan memupuk diri sebagai kader berkualitas. Aksi 'jalanan' tidak boleh menina-bobokan kader IMM dan menjadi pembenaran alasan tidak sempat untuk meningkatkan kualitas diri. Aktivis IMM adalah kaum akademisi yang tidak melupakan peran utamanya sebagai insan kampus.

Membaca dan menulis merupakan konsumsi utama aktivis IMM agar mampu memberikan sumbangsih pemikiran yang logis dan berkualitas bagi publik. Mahasiswa tanpa tradisi membaca dan menulis, ibaratnya orang buta yang kehilangan tongkatnya.

Persoalannya, berapa banyak saat ini aktivis IMM yang notabene kaum mahasiswa ini yang masih konsisten menggeluti dunia baca dan tulis?

Aktivis IMM Era 90-an, Anggota KPU Gresik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun