Ketika bertemu dengan tokoh Betawi cicit langsung dari si Pitung, terbersit ide gila yang ingin mengangkat nama legendaris pahlawan pejuang asli Indonesia yang melawan penjajahan VOC dengan sudut pandang yang baru dan beda dari pembuatan film sebelumnya tentang si Pitung. Meskipun cerita ini akan ditulis ulang, namun nuansa mistis dan kehebatan pertarungan pendekar Betawi ini akan jadi bumbu utama dengan pendekatan logis dan tentunya empirik. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana tokoh legendaris si Pitung yang dikenal memiliki ilmu kanuragan Rawe Rontek akan diungkap secara detail apa yang sebenarnya terjadi. Benarkah si Pitung mempunyai ilmu kekebalan, sebagai satu bagian turunan ilmu Rawe Rontek? Dan apakah benar Pitung hanya bisa dibunuh jika seluruh anggota tubuhnya dibelah dan dipisahkan satu sama lain?
Namun sedikit bocoran tentang kesaktian ilmu beladiri sang pahlawan melawan kehebatan teknologi senapan dan peluru pasukan opas VOC pada masa itu, termasuk senapan mesin dan meriam yang harus dihadapinya. Ternyata tak lebih dari keahlian ilmu beladiri semata dan tentunya cerita yang berkembang di tengah msyarakat awam yang tidak bisa melihat langsung dan hanya mendengar dari mulut ke mulut. Rasionalisasi ilmu rawe rontek (ada yang menyebutnya juga ilmu rawa rontek atau ajian Pancasona) adalah sebenarnya sosok si Pitung tidak hanya cuma ada satu orang. Sedikitnya dalam catatan sejarah intelijen, sosok si Pitung ada tujuh orang. Sesuai dengan namanya, Pitung berasal dari sebutan Pituan Pitulung, yang artinya si Tuan Penolong. Namun para peneliti sejarah lainnya mengatakan, bahwa nama si Pitung sendiri karena Pituan itu berarti tujuh orang yang selalu bersama atau disebut Tujuhan. Dalam lidah orang Betawi saat itu menjadi Tujuan. Hingga sekarang asimilasi bahasa, salah satu dari arti "tujuan" yang berasal dari kata tujuh orang yang bergerak sama dengan satu tujuan. Sepertinya teori ini bisa dimaklumi.
Kembali masalah pembuatan ulang atau remake film si Pitung, sang pendekar Betawi dengan kondisi sekarang ini. Namun tetap dengan setting masa kolonialisme Belanda, karena ada pesan moral yang sangat penting bagaimana logika bangsa kita menerima folklore (cerita rakyat) menjadi sebuah legenda dan alat propaganda yang mampu membakar semangat berjuang rakyat pada masa itu, dan mudah-mudahan saja film ini jadi inspirasi dan pencerahan. Kenapa penulis katakan pencerahan? Karena ternyata dalam situasi penjajahan yang lebih cenderung seharusnya tercipta perlawanan langsung dan terbuka kepada pemerintahan VOC yang cenderung bersikap aniaya dan sangat mengekang kebebasan rakyat kebanyakan, rakyat perlu disadarkan dan dibangunkan dengan beragam cara, tentunya dengan perang cerita. Perang media tidak cuma terjadi pada masa serba teknologi seperti sekarang ini, tapi justru sudah dibangun semenjak syariat Islam pertama kali menyebar ke seluruh dunia dan melawan segala bentuk kolonialisme pada saat itu. Ghozwul fikri atau perang ideologi dan konsep pemikiran memang dimulai dari ratusan tahun silam bahkan semenjak Perang Salib terjadi, nah mulai dari situlah perang antara kaum muslimin dan kolonialisme terjadi. Kembali ke masalah perjuangan Pitung melawan penjajah, ternyata sang tokoh yang dikenal rajin sholat dan mengaji serta belajar ilmu beladiri silat ini memang seorang mujahidin asli, namun karena banyak tokoh Pitung yang berjumlah 7 orang inilah, maka banyak sepak terjangnya yang dianggap negatif oleh banyak kalangan terutama pihak penguasa VOC.
Bahkan dimungkinkan dari tujuh orang yang dikenal menggunakan nama sandi perang si Pitung dan hal ini tidak diketahui oleh pihak mata-mata atau informan Belanda yang kebanyakan dari kalangan centeng dan jawara, hanya satu saja yang tidak suka merampok namun memang suka sekali membela rakyat kecil, dan sosok ini adalah yang paling senior dan jago di antara mereka. Salah satu tokoh Pitung yang juga akhirnya dikenal luas adalah bang Pitung Ji'ih, yang diduga bernama asli Abdur Roji'ih atau Abdullah Roji'ih atau Muhammad Roji'ih. Menurut pengakuan seorang pengamat sejarah yang tak mau disebutkan namanya, sebenarnya sosok Pitung itu ada banyak bukan cuma satu orang, bahkan mungkinlebih dari tujuh orang. Namun yang dikenal di kalangan orang Betawi khususnya para ulama dan kyai serta ustadz, hanya ada 7 orang murid pesantren yang mendapat nama sandi si Pitung. Ke-7 santri yang bermodalkan ilmu bertarung pencak silat yang berbeda namun sudah sampai tingkat ahli ini memang diketahui berusia muda dan berbadan sangat sehat prima. Mereka menyebar di segala penjuru karesidenan distrik Batavia pada masa itu, dan dimulai dari pusatnya di Rawabelong. Makanya ada kisah sepak terjang si Pitung di Tenabang, Kemayoran, Kota Beos, Pamulang, Kampung Duri, Pinangsia, Jatinegara, Kampung Melayu. Ini bukan berarti si Pitung suka bergelrilya, namun sedikitnya ada 7 orang yang menggunakan nama sandi Pitung untuk melakukan tindakan agitasi terhadap kewibawaan pemerintahana VOC. Hal ini memang sengaja dilakukan untuk membuat semangat rakyat Betawi bergelora dan bangkit melawan.
Berhembusnya kisah ilmu kanuragan si Pitung yang mempunyai ilmu rawe rontek pun sebenarnya adalah mab'u (dibiarkan) dari kalangan kumpulan ustadz di Pesantren yang dipimpin kyai haji Naipin dimana dalam musyawarah mereka ada kabar bahwa si Pitung digosipkan memliki ilmu rawe rontek yang tak pernah sekalipun diajarkan oleh pesantren. Gosip ini disebarkan justru dari para jawara-jawara lainnya yang pernah jadi santri dan belajar silat di pesantren yang terletak di Rawabelong itu. Sebenarnya si Pitung adalah kumpulan siswa santri yang sangat disiplin dan rajin melakukan ibadah sholat berjama'ah dan tentunya berpuasa. Bukan hanya berpuasa wajib di bulan Ramadhan, tapi juga berpuasa Senin Kamis dan puasa pertengahan bulan hijriyah tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Bahkan ada pula yang menyebutkan para penyandang gelar nama sandi Pitung ini adalah anak pesantren yang sholeh dan rajin puasa Nabi Daud, yakni sehari puasa, sehari tidak. Namun entah bagaimana bermula, di luaran berita yang didengar oleh sebagian murid perguruan silat dan juga pesantren di Rawabelong ini mengatakan bahwa si Pitung harus berpuasa 40 hari penuh di siang harinya untuk mendapatkan ilmu kekebalan dan kesaktian Rawe Rontek, yang artinya si pemilik ilmu kebal anti abcok dan anti peluru yang tak bisa diturunkan kepada anak ini, kecuali dipelajari dan dilakoni ritualnya. Padahal sejatinya yang terjadi adalah sebagai berikut, dan ini juga merupakan rasionalisasi dari apa yang menjadi legenda saat itu. Dari ketujuh pendekar mujahidin yang sholeh ini, menyebar ke seluruh penjuru Batavia, dan kesemuanya diwajibkan untuk mengajarkan ngaji kepada warga Betawi yang buta huruf dan juga diwajibkan berdakwah dengan harta, jiwa raga dan kekuatan bila diperlukan.
Dan setiap murid pengajian yang mendapatkan bimbingan ilmu Al-Quran dan juga ilmu beladiri silat ini dibolehkan mempraktekkan ilmunya demi membela kebenaran. Namun dimulai dari salah satu tokoh muda yang juga akhirnya berani menggunakan nama si Pitung satu ketika melihat rakyat kecil yang dianiaya oleh opan VOC Belanda, dan dia membantu serta melumpuhkan si opas yang terdiri dari beberapa orang itu dengan satu dua jurus, maka kehebohan ini pun dimulai. Maka nama si Pitung mulai dikenal banyak orang Betawi di kalangan rakyat termasuk para opas VOC. Kejadian seperti ini sebenarnya sangat ditentang oleh kyai haji Naipin. Namun terlambat Pemerintahan Belanda terlanjur sudah memberikan propaganda bahwa Pitung adalah frijman alias preman yang mengganggu ketertiban umum dan merongrong kewibawaan gubermen VOC. Pada mulanya memang Kyai haji Naipin murka, namun setelah salah seorang orangtua tokoh Pitung yang paling dituakan memberikan saran, bahwa hal ini tidaklah perlu dikuatirkan karena tidak semua anak didik pesantrennya sembrono, bahkan kebanyakan dari mereka dikenal sangat santun dan lemah lembut dalam kesahariannya. Jadi hal ini tak akan mungkin mengundang kecurigaan penguasa VOC. Namun entah bagaimana, tindakan perlawanan seorang mujahidin dengan nama sandi si Pituan Pituling alias Pitung ini mulai bertambah nekad, bahkan ada beberapa kejadian di luar Rawabelong, bahwa Pitung melakukan perampokan dan perampasan harta para demang perwakilan penguasa Belanda, dimana para centeng jawara tak sanggup mencegah menghadapinya. Isyu dan gosip pun berkembang, bahwa Si Pitung tidak memapn dibacok dan terlalu sakti untuk dilawan para centeng dan jawara yang bekerja pada VOC dan para demang anjing penjilat penjajah. Padahal dalam setiap kejadian pertempuran, tidak sedikit Pitung terluka, namun krena aksi heroik dan mental kesabaran yang luar biasa tinggi serta semangat menolong rakyat kecil, hal ini tidak bisa dimengerti oleh para centeng dan jawara yang kalah bertempur dengan si Pitung. Akhirnya kejadian [un semakin sering dalam waktu yang relatif bersamaan, sehingga mucullah isyu bahwa si Pitung memiliki ilmu sirep dan menghilang yang tak bisa dilihat oleh manusia biasa. Hal ini pun bisa dimaklumi, karena ada 7 orang Pitung yang bergerak secara bersamaan dan  belum ada teknologi canggih seperti sekarang ini, maka media cerita dari mulut ke mulut saja yang menjadi sumber satu-satunya referensi kehebatan sepak terjang si Pitung.
Apalagi dengan bumbu-bumbu cerita para centeng dan jawara yang berhasil  dikalahkan oleh si Pitung dengan tidak mudah dan perjuangan yang berdarah-darah, membuat isyu semakin merebak dan heboh. Padahal, insiden itu hanyalah karena kegagalan dan ketakutan sang jawara dan centeng yang terkalahkan. Akhirnya menebar virus ketakutan yang tidak menguntungkan bagi pihak VOC. Jadilah sosok si Pitung berubah menjadi mengerikan bagi para demang dan opas Belanda apalagi dengan penggambaran ilmu rawe rontek. Suasana pun menjadi mistis bagi mereka yang kurang informasi dan kurang ilmu. Si Pitung sakti mandraguna, punya ilmu kebal dibacok, kebal peluru dan hanya bisa dibunuh dengan peluru perak kemudian dibelah badannya serta dipenggal dan dipisahkan. Sejatinya istilah terminologi dibelah dan dipisahkan adalah nasihat sang kyai kepada para muridnya secara keseluruhan, bukan hanya mereka yang mendapat tugas berdakwah dengan nama sandi Pitung, sang Pituan Pitulung. Semua murid dan santri yang belajar mengaji serta ilmu beladiri mendapatkan pesan yang serupa, "Kalian semua tak bisa dikalahkan kecuali dengan memecah belah kalian. Musuh yang sanggup membelah diri kalian menjadi terpisah sajalah yang dapat menghancurkan dan membunah kalian semua."
Nah pesan itu tidak ditangkap dengan hikmah dan secara sama oleh setiap murid. Ada sebagian kecil yang akhirnya ketika dewasa menjadi centeng dan jawara, yang masih ingat petuah sang kyai, namun salah mentafsirkannya dengan mengatakan kepada pihak penguasa Belanda, bahwa si Pitung hanya bisa dikalahkan jika sudah dibelah dan dipisahkan antara kepalanya dari tubuh dan anggota tubuh lainnya. Itulah sebanya dengan pengkhianatan seorang centeng yang paling jago namun kalah bertarung dengan si Pitung, karena sifat pengecutnya di mengusulkan untuk menangkap H.Piun selaku orang tua Pitung murid kesayangan K.H.Naipin dan juga sang guru pesantren. Peristiwa penangkapan Piun dan H. Naipin itupun disebarkan melalui berita dari mulut ke mulut pada masa itu, sehingga tidak mustahil dari ketujuh orang bernama sandi Pitung, mungkin beberapa yang sangat terkejut dan hendak pulang ke Rawabelong untuk membebaskan sang ayah dan gurunya. Di sinilah kisah Pitung segera datang disusul oleh si Pitung kedua alias Ji'ih untuk menyerahkan dirinya kepada VOC sebagai tebusan agar orangtuanya Piun dan gurunya Haji Naipin dibebaskan. Tragis dan dramatik sekali bagaimana bang Pitung ditembak mati dan anggota tubuhnya dibelah serta kepalanya dipenggal karena fitnah dan kekejian VOC yang dikompori oleh para centeng jawara demi dendam mereka kepadanya.
Barulah berikutnya aksi si Ji'ih yang menghancurkan dan meluluhlantakkan markas VOC di Rawabelong sehingga memicu tindakan serupa dari si Pitung lainnya yang tersisa hingga merusak kewibawaan pemerintah Hindia Belanda di mata rakyat Betawi dan mengakibatkan banyak pemberontakan hingga masa perjuangan diplomatis Husni Thamrin dan Bung Karno.
Sungguh kisah ini sangat mengharukan dan mencerahkan serta penuh dengan aksi bertarung yang luar biasa. Bercampurnya kesalahpahaman dan menjadi isyu mistik yang sebenarnya tak pernah ada, kecuali hanya pelintiran cerita mulut ke mulut. Kita jadi semakin paham betapa kebenaran mempunyai caranya sendiri untuk bertahan dan memberikan kita pelajaran berharga.
Iko Uwais - Yayan Ruhiyan - CecepArif Rahman Bisakah Anda bayangkan betapa seru dan hebohnya cerita ini, bahkan mungkin jauh lebih heboh dari the Raid 1 maupun the Raid 2 yang sudah duluan beredar. Apalagi bintang Iko Uwais dan Yayan ruhian akan berperan berbarengan sebagai Pitung dan Ji'ih yang membalaskan kekejaman para penjajah dan begundalnya. Uniknya adalah yang berperan sebagai Bang Pitung adalah Yayan Ruhian dan yang jadi Ji'ih adalah Iko Uwais. Kemudian peran antagonis sebagai salah satu centeng jawara, siapa lagi kalau bukan Cecep Arif RAhman yang berperan jadi musuh pertarungan IkoUwais dalam the Raid 2, the Berandal. Cerita tentunya jadi semakin seru, jika diperankan oleh para komedian seperti DAvid Nurbianto, kemudian juga Afif Xavi dan tentunya para komika serta tokoh Betawi asli yang berperan seperti Ridwan Saidi, Dzan FAridz, Muhammad Rifki (Eki Pitung) atau bahkan Haji Lulung serta tokoh lainnya dengan besutan sutradara bertangan dingin, Gareth Evans yang akan menyitradai mereka sebagai tokoh-tokoh penting dari film kolosal bernuansa komedi aksi ini. Kita lihat saja nanti tanggal mainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H