Mohon tunggu...
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Mohon Tunggu... -

Guru, penulis lepas, usia 32. Suka gitar, sastra, dan sinema. Buku terbaru: 366 Reflections of Life

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasih Karunia atau Hukum: Mana yang Lebih Mengubahkan Hati?

15 Juni 2011   06:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:30 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." ~ Yehezkiel 36:26 Bulan Juli 1941, seorang tahanan perang menghilang dari Auschwitz, sebuah kamp konsentrasi Nazi bagi orang Yahudi di sebelah selatan Polandia. Para Nazi berang. Jika dalam waktu 24 jam tahanan itu tak ditemukan, 10 orang dari sekitar 600 orang di sana akan secara acak dipilih untuk dibunuh. Waktu itu tiba. Seorang mantan serdadu akan turut dibunuh. Francis Gajowniczek namanya. Ketika menerima hukuman itu, Gajowniczek berteriak, "Oh anak-anakku, istriku yang malang!" Keributan lalu muncul. Seorang pria yang dikenal suka membagi makanannya, ringkih, dan suka membimbing orang lain mengucapkan doa pengakuan dosa tampil ke depan. Ya, dia seorang imam Katolik. Dia berkata, "Saya ingin menggantikan tempat salah satu dari para tahanan ini." Dia menunjuk kepada Gajowniczek. "Yang itu." Namanya Maximilian Kolbe. Ia seorang pemuda yang biasa hidup menderita sejak kecil. Mereka lalu dibawa ke sel bawah tanah, di sebuah blok. Di sana para tahanan disiksa dengan tidak diberi makan dan pakaian yang layak. Hingga dua minggu, hanya empat dari sepuluh orang yang bertahan hidup. Dan Pastor Kolbe meninggal terakhir, di hari ke-15, setelah disuntik mati. Tentang kepahlawanan, hidup, dan kasihnya, Paus berkata, "Berjuta-juta orang telah dikorbankan oleh kesombongan dari kekuasaan dan kegilaan dari rasialisme. Tetapi di tengah-tengah kegelapan tersebut bersinarlah tokoh Maximilian Kolbe. Di atas ruang kematian yang besar tersebut melayang-layanglah firman kehidupan-Nya yang ilahi dan kekal: kasih yang penuh penebusan." *** Kisah penebusan Maximilian Kolbe merepresentasikan kasih karunia Kristus dengan nyaris sempurna. Hukum yang diberlakukan bagi manusia yang berbuat salah berbagai macam tingkatannya. Ada yang ringan, ada yang berat, hingga hukuman mati. Namun, peraturan dan hukum perlu. Semuanya dibuat untuk ditaati. Ya, hukum memang diperlukan untuk menata suatu komunitas. Bahkan Tuhan memerintahkan Musa agar mencatat 10 hukum yang harus diberlakukan bagi bangsa Israel ketika mereka keluar dari Mesir dan mengembara di padang gurun. Namun hukum dan peraturan pada akhirnya -- selalu -- memunculkan para pelanggarnya. Dan ketika para pelanggar hukum diberi hukuman yang sesuai dengan pelanggarannya, ada yang jera, ada yang kebal. Persoalannya, baik mereka yang jera maupun yang kebal, semuanya perlu menyadari bahwa pelanggaran atas hukum yang telah mereka lakukan sudah diampuni. Karena bila tidak, yang jera dapat hidup dalam trauma masa lalu. Sementara yang kebal (alias bebal) menganggap enteng hukuman dan terus hidup dalam pemberontakan. Tentang hal ini Paulus menulis, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Roma 5:8). *** Kasih karunia tampil dengan cara yang berlawanan dengan hukum. Kasih karunia, di mana di dalamnya pengorbanan dan pengampunan menjadi ujung tombaknya, tak jarang membuat kekuatan hukum seperti lumpuh. Kasih karunia jarang ditampilkan dengan sorak-sorai. Kasih karunia bahkan "tidak jantan", karena ia tidak menuntut balas. Namun, orang yang memahami kasih karunia akan memahami pepatah Jerman ini: "Bila Tuhan tidak berkenan mengampuni dosa, surga akan kosong." Kasih karunia tampil dengan begitu hening. Seperti pendeta tua dalam novel Les Miserables karya Victor Hugo yang mengampuni Jean Valjean dan menutupi kesalahannya ketika mencuri peralatan perak miliknya, demikianlah kasih karunia mengubahkan hati Jean Valjean untuk selama-lamanya. "Law brings out the worst in us, but love brings out the best in us," kata Warren W. Wiersbe. Dalam bukunya yang brilian, Keajaiban Kasih Karunia, Philip Yancey menggambarkan dengan berbagai cara kasih karunia bekerja dalam hidup orang-orang biasa. Salah satunya adalah kisah pengeboman pada tahun 1987. Saat itu bom IRA meledak di sebuah kota kecil sebelah barat Belfast, di tengah sekelompok umat Kristen yang sedang berkumpul mengenang korban perang. Sebelas orang tewas dan enam terluka. Surat kabar menulis, "Tidak ada seorang pun ingat apa yang dikatakan politisi saat itu." Di antara para korban, ada seorang pria pedagang kain bernama Gordon Wilson, yang kehilangan putrinya bernama Marie. Bom yang diledakkan teroris itu mengubur mereka berdua di bawah tumpukan beton dan batu bata. Kata-kata terakhir yang diucapkan Marie adalah, "Ayah, aku sangat menyayangimu," sambil menunggu regu penolong menyelamatkan mereka. Beberapa jam kemudian, ia meninggal di rumah sakit. Dari ranjang rumah sakit, Wilson berkata, "Saya kehilangan anak saya, tapi saya tidak memendam dendam. Berbicara getir tidak akan menghidupkan kembali Marie Wilson. Saya akan berdoa, malam ini dan setiap malam, kiranya Tuhan mengampuni mereka." Itulah yang membuat suara politisi lenyap; dan surat kabar kemudian menulis lagi, tentang Wilson: "Kasih karunianya menjulang di depan alasan-alasan pembenaran yang diajukan para pelaku peledakan." Setiap tindak kejahatan, kadang mempunyai alasan yang cukup manusiawi dan bahkan adil untuk dilakukan. Memang benar, pembalasan dendam itu manusiawi. Kasih karunia dan pengampunan justru tampil terbalik: tidak manusiawi, tidak adil, bahkan tidak logis. Namun, seperti kata sebuah pepatah Afrika, "Ia yang memaafkan, mengakhiri pertengkaran." (*) Malang-Sidoarjo, 12-13 Juni 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun