Mohon tunggu...
Sidang Rahmad Kurnia
Sidang Rahmad Kurnia Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Proses Ekspor-Impor Terhambat oleh Adanya Pandemi Covid-19

30 Januari 2021   20:48 Diperbarui: 30 Januari 2021   20:51 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah virus korona yang bermula dari Wuhan di akhir Desember 2019 telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dengan sangat cepat, sehingga WHO menetapkannya sebagai pandemi global. Kondisi ini telah memukul kegiatan perekonomian global, termasuk lalu lintas perdagangan internasional.

Terhambatnya kegiatan ekspor impor menyebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan penutupan sejumlah bisnis. Ketika bisnis kehilangan pendapatan, pengangguran cenderung meningkat tajam. Dampak ini akan terus terasa selama adanya pembatasan pergerakan orang dan kegiatan ekonomi, serta tergantung pada respons dari otoritas-otoritas keuangan nasional.

Untuk mengatasi terhambatnya kegiatan ekonomi banyak Negara melakukan kebijaksanaan "new normal", sehingga pemulihan kegiatan ekonomi kembali bangkit walaupun tidak serta merta kembali seperti sebelum adanya pandemi.

Salah satu contoh barang yang terhambat masuk ke Indonesia adalah bawang putih yang diimpor dari China. Bias dikatakan bahwa Indonesia mengimpor 100% bawang putih dari China untuk memenuhi permintaan masyarakat Indonesia yang mencapai 400-500 ton per tahun. Selain bawang putih, komoditas lain yang harganya turut melonjak yakni gula pasir. Beberapa waktu terakhir, gula pasir dalam kondisi yang cukup langka, harga gula pasir eceran sendiri kini dijual seharga Rp17.000 per kilogram.

Keadaan tersebut diperburuk dengan kepanikan yang terjadi di kalangan masyakat. Kondisi masyarakat yang berbelanja secara berlebihan (panic buying) memicu kelangkaan sejumlah komoditas.

Sebelumnya Kementerian Perdagangan mengugkapkan, jika panic buying justu dapat merugikan masyarakat, kondisi ini dapat memicu ketidakstabilan harga yang disebabkan oleh ketidakseimbangan pasokan. Selain itu, pemerintah juga mengimbau agar tidak menyebar informasi yang tidak jelas terkait pasokan dan harga bapok, serta tidak mudah terpancing oleh berita-berita yang tidak benar terkait isu ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.

Kemudian ada sektor batu bara merupakan sektor yang mengalami penurunan paling banyak. Selain itu pengiriman komoditi agro industri juga ikut terdampak.  Di sektor manufaktur, kebutuhan akan suku cadang industri yang biasanya diimpor dari Cina ikut terhambat. Suku cadang dihargai lebih mahal dan prosesnya menjadi lebih lama, kegiatan pelayaran juga ikut tersendat.

Kemudian penurunan juga tidak hanya terjadi pada bidang ekspor dan impor saja, tapi merembet ke semua sektor ekonomi. Para pelaku usaha kecil turut merasakan hal ini. Yang paling mencolok anjloknya tingkat penjualan semenjak pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun