Mohon tunggu...
Sicilia Wijaya
Sicilia Wijaya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang ibu rumah tangga biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilih Presiden dari Kacamata Wanita

4 Juli 2014   22:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai wanita saya melihat memilih presiden sedikit banyak ada miripnya dengan memilih jodoh. Mendekati pemilu rakyat bagaikan calon mempelai yang dilamar oleh capres-capres yang ada dengan berbagai macam rayuan maut; dengan janji-janji yang mampu menyentuh kerinduan hati yang paling dalam untuk suatu Indonesia yang maju dan makmur. Tanpa ragu mereka menggelontorkan dana kampanye begitu besar, memasang baliho di segala penjuru, dan mengunjungi setiap kota yang ada hanya untuk memenangkan hati kita. Tetapi sebagai 'calon mempelai' yang bijak tentulah kita harus menjaga jangan sampai mata hati kita dibutakan oleh cinta sebelum menelisik secara cermat mana rayuan-rayuan yang tulus dan mana yang hanya rayuan gombal belaka. Jangan sampai dibodohi dengan perhatian-perhatian yang hanya berlaku pada masa 'pacaran' (baca: kampanye) saja. Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan supaya kita bisa memilih dengan bijaksana dan bisa berkomitmen dengan pilihan kita.

1. Selidiki person-nya lebih daripada pesonanya

Saya sangat salut melihat kampanye-kampanye kreatif yang dilakukan pada pra-pemilu kali ini. Mulai dari berkuda, berjalan kaki, naik sepeda,  memakai lambang garuda, berorasi dengan nada suara yang menggelegar, mengunjungi tokoh ini dan itu, blusukan hingga ikut-ikutan blusukan. Belum lagi bermacam-macam lagu dan video clip yang patut diacungi jempol. Kampanye-kampanye yang ada dibuat sangat menarik hati sampai-sampai mengaburkan kriteria-kriteria terpenting yang perlu kita perhatikan dari pribadi sang capres itu sendiri. Jangan lupa bahwa saat ini kita sedang memilih seorang yang mampu memimpin bangsa ini, bukan seorang artis idola. Jangan memilih seorang capres hanya karena dia tampan dan gagah. Jangan juga memilih seorang capres dengan egois untuk kepentingan diri sendiri karena dia telah memberi sejumlah uang atau menjanjikan posisi atau kemudahan bagi diri kita pribadi dan bisnis/karir kita. Dan terakhir, jangan juga memilihnya karena kasihan dia telah dizalimi. Lebih baik kita berusaha mendalami cara berpikir dan kebijakan-kebijakan yang mereka lontarkan supaya kita bisa menilai secara obyektif bagaimana cara mereka memimpin kelak bila terpilih.

2. Selidiki baik-baik visi dan misinya

Bukan hanya visi dan misi yang tercantum tetapi juga apakah yang dilakukan kedua capres sesuai dengan apa yang dikatakannya. Ingat, pencitraan bukanlah tentang berapa maraknya media memberitakan perkataan atau perbuatannya, tetapi apakah apa yg dikatakan oleh sang capres, diliput media maupun tidak, sesuai atau tidak dengan yang dilakukannya.  Di sinilah kita perlu menelaah baik-baik rekam jejak, prestasi, keberhasilan, dan kegagalan masing-masing capres selama ini, termasuk sebelum mereka mencalonkan diri. Di jaman yang melek informasi ini kita wajib melakukan cek dan ricek setiap informasi yang beredar dengan beberapa media massa lain yang memiliki reputasi dan integritas yang baik. Banyak sekali media yang sudah sangat berpihak sehingga berita yang mereka sajikan berat sebelah. Tidak sedikit pula jurnalis dan media yang telah 'melacurkan' profesinya sehingga tanpa ragu mereka memberitakan dusta dan fitnah. Bahkan informasi dari orang terdekat kita sekalipun atau informasi yang katanya 'dari orang dalam' alias inside information pun harus kita kaji ulang. Informasi apapun dari siapapun selalu memiliki potensi tidak sepenuhnya benar.

Pada kesempatan-kesempatan mendengar langsung seperti pada saat kampanye atau debat, ada baiknya kita sisihkan keberpihakan kita dan mencatat baik-baik apa yang mereka katakan.  Jangan asal percaya sebab mungkin saja mereka tidak mengerti atau berbohong.  Jujur setiap kali setelah debat capres saya selalu meneliti lagi informasi dan pendapat yang keluar, seperti benarkah ada kebocoran 7000T, kapan sebenarnya Undang Undang Desa dicanangkan, apakah benar Indonesia tidak masuk dalam wilayah yang diklaim Tiongkok dalam konflik Laut Tiongkok Selatan, dll. Lebih baik bersikap kritis daripada naif dan akhirnya menyesal saat nasi sudah menjadi bubur.

3. Selidiki baik-baik tentang teman-teman dan keluarga besarnya (koalisinya)

Tidak cukup hanya menerima figur sang capres saja tetapi kita juga harus bisa menerima 'keluarga'nya juga sebab mereka-mereka inilah yang akan mewarnai pemerintahan.

Seperti kita tahu tenda besar Prabowo-Hatta didukung oleh Fadli Zon (Gerindra), Golkar (Aburizal Bakrie), Amien Rais (PAN), Anis Matta (PKS), Suryadharma Ali (PPP), Ibas (Demokrat) (maaf tidak saya sebutkan SBY sebab hingga saat ini SBY tidak pernah menyatakan dukungannya secara personal) dan beberapa tokoh lain seperti Hashim Djojohadikusumo, Mahfud MD, Keluarga Cendana, Ahmad Dhani, Nurul Arifin, Tantowi Yahya, Akbar Tanjung, FPI, dll.  Sedangkan kubu Jokowi didukung oleh Megawati Soekarnoputri (PDIP), Surya Paloh (Nasdem), Muhaimin Iskandar (PKB), Wiranto (Hanura), dan beberapa tokoh lain seperti Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Khofifah Indar Parawansa, Guruh Soekarnoputra, Adian Napitupulu, dll.

Pada akhirnya, siapapun yang kita pilih nantinya, siapkan hati untuk berkomitmen menghormatinya sebagai Presiden Republik Indonesia baik di saat suka maupun duka, susah maupun senang, kaya maupun miskin, sehat maupun sakit. Jangan menyalahkan dan memberontak apabila kebijakan yang diambil bertentangan dengan pemikiran kita. Jangan pula menyesal lalu menoleh ke belakang "seandainya dulu aku pilih si B". Dan yang paling penting, selagi diberi kesempatan untuk memilih jangan sampai tidak memilih! Salam Indonesia baru!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun