Mohon tunggu...
SiBengalLiar
SiBengalLiar Mohon Tunggu... Novelis - "Time heals, I believe it's a matter of time for Allah to grand you one miracle.." - Hanum Rais-

"Rencana Allah lebih indah daripada rencanaku.."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"Jurnalisme Empati dan Sebuah Opini"

1 Desember 2011   11:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:57 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media merupakan wadah penyaluran yang paling cepat 'bereaksi'. Terutama media online. Media yang secara langsung bisa diakses siapapun asal terhubung dengan koneksi internet. Media yang mempunyai beragam content. Mulai dari content bermanfaat, baik, bahkan buruk sekalipun. Media tetap merupakan sarana apik untuk belajar dan memaknai hidup dari pembelajaran itu sendiri.

Tapi terkadang pengguna media kebablasan memanfaatkan kebebasan di ruang publik. Meski media online lebih mengarah pada aturan 'suka-suka gue' namun media publik khusus online sangat berpengaruh besar ke kehidupan nyata.

Loh apa bedanya dengan media-media lain dalam jurnalisme? Apa pula keuntungannya mem-broadcast segala informasi melalui media online? Utamanya soal argumentasi dan sudut pandang. Paradigma setiap orang memang berbeda namun bisa 'disantunkan' saat menemukan titik balik yang baik bagi kedua belah pihak.

Baik untuk tulisan berbentuk opini serampangan ataupun reportase konyol. Daripada menunjuk sana-sini lebih baik menelanjangi diri sendiri. Kemungkinan besarnya ya seperti saya (rasanya akan menjadi adil ketika memperbaiki diri dari tulisan). Menulis bagi saya awalnya hanya sebuah alat 'pembunuh waktu'.  Just it. Lalu manfaatnya bagi yang lain?

Banyak!

Ya, ada banyak hal yang bisa dimanfaatkan. Sudut pandang seperti ini akan menjadi kontrakdiktif. Meski sudah terang-terangan 'telanjang' dalam beropini di depan publik, sikap white lies dibutuhkan dalam jurnalisme menjadi perlu ketika dibutuhkan tetapi tidak disahkan untuk membuat informasi heboh demi motivasi terselubung. Tendensi misalnya? Who knows ~_~

Rasanya, biarpun cara white lies digunakan untuk memperkecil 'gesekan' opini-opini alangkah menjadi lebih baik ketika kita sama-sama menyadari bahwa tulisan yang kita buat juga lebih bisa 'bertenggang rasa' dengan yang lain. Hmm, saya juga tidak akan tahu apakah yang sedang saya tulis sesuai dengan niat awal saya untuk bertenggang rasa? atau malah dianggap menjadi ambigu bagi yang lain.

Pepatah bilang, kepala boleh sama hitam tapi hati dan pikiran siapa yang tahu ;)

Baik disengaja atau tidak karakter seseorang tertampil 'di sana', tertampil jelas di media-media yang menjadi wadah bagi penggunanya secara pribadi. Lalu apa juga hubungannya dengan sikap white lies di dunia jurnalisme.

Meski saya tidak berkecimpung di sana, saya mempunyai motivasi besar untuk mempelajari media jurnalisme. Mempelajari hal-hal yang menarik benar-benar menyenangkan. Seperti sebuah tantangan. Itulah nikmatnya belajar.

Ok. Sebagai contoh, ada seseorang yang terus menulis opini mengenai politik urban. Ternyata di kehidupan nyatanya dia memang menyukai tema-tema urban-lifestyle dan yang berhubungan dengan kehidupan sosial sehari-harinya. Menjadi hal yang bisa diberi jempol dan bisa banyak belajar darinya, ide menulis opini  diangkat dari hal-hal yang akrab di wilayahnya sungguh sangat brillian.

Lain lagi, ada beberapa hal yang menyukai penulisan dengan tema menulis. Itu berarti ketika menulis tentang tema menulis bukan berarti yang menulis harus menjadi penulis buku dulu dan berbicara sebagai motivator hahaha *ok, lupakan. Intinya, setiap tulisan mempunyai motivasi masing-masing bagi penulisnya sendiri.

I mean, sah-sah saja menulis beberapa hal yang kita minati. Opini dalam jurnalis atau sebaliknya. Itu akan menjadi sah dan lumrah-lumrah saja jika bermanfaat bagi yang lain.

Sudah hampir tahun baru lagi, sudah sepantasnya me-reschedule ulang resolusi kita selama setahun ini. Para penyedia 'hiburan' akhir tahun pun sudah bersiap-siap menyambut tahun baru sedangkan kita belum merubah diri dari perilaku kekanak-kanakan selama setahun ini. Kita bahkan sering menyinggung orang dengan tujuan pembenaran argumentasi yang nyata-nyata hanyalah sebuah asumsi isap jempol belaka.

Tidak perlu saling menghakimi atau menuding, tetapi cukup menyadari bahwa kita di sini didekatkan karena sama-sama ingin belajar.

*Selamat menyambut tahun baru. Welcome to December, I love it!!

Mohon maaf jika kita sedang 'berseberangan' sudut pandang. Saya yakin, berbeda itu fun. Mari saling rangkulan. Pelangi tidak akan indah jika hanya diberi gradasi dengan warna senada ;)

Love you xoxoxoxoxo

With Love,

SiBengalLiar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun