Mohon tunggu...
SiBengalLiar
SiBengalLiar Mohon Tunggu... Novelis - "Time heals, I believe it's a matter of time for Allah to grand you one miracle.." - Hanum Rais-

"Rencana Allah lebih indah daripada rencanaku.."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

DemoCrazy: “Sebuah Parameter Interaksi?”

30 November 2011   00:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:02 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila ada seseorang dengan gangguan jiwa berat kemudian menuliskan imajinasinya, apa ada yang salah? *Tidak kan?!

Orang yang sakit jiwa akut bisa mengalami halusinasi yang luar biasa, dan menulis seolah-olah sedang melukis di sebuah kanvas kosong kemudian diciptakan serta merta tanpa mengindahkan apakah orang mau membacanya atau tidak? Mau mendengarkan jiwanya yang kosong itu atau tidak? *Jawabannya? -Tidak juga kan?!-

Gejala gangguan jiwa memang menarik jika ditulis. Tidak ada yang lebih menarik ketika memperbincangkan hal ini, karena seseorang yang gila mengalami gangguan proses berpikir dan halusinasi berlebihan adalah hal yang wajar.

Dan menjadi menarik ketika di tulis ke dalam tulisan apalagi tulisan fiksi. Tentang orang yang kehilangan keberanian, kekasih yang dikecewakan, harapan yang tak sampai, atau bahkan sebuah pena bernilai tapi tak mempunyai tinta untuk digunakan. Fiksi bahkan mampu mengatakan lebih, karena imajinasi berperan banyak di jenis tulisan seperti itu.

Secara logis, mengapa pula kita yang waras menganggu orang gila? Mengapa kita tidak membiarkannya tetap 'hidup' untuk menulis representasi dirinya? Setidaknya menjadi benar-benar dirinya di dalam tulisannya sendiri. Meski kode etik dilanggar, mengapa kita tidak memberinya ruang yang lain? -Umm, we will see-

Di lain sisi, karena kegiatan menulis bisa menjadi salah satu obat alternatif penyaluran imajinasi yang berlebih-lebihan itu. Sebuah parameter baikkah, ketika kita berhasil merobohkan 'pertahanan' orang gila yang sedang membuat benteng tinggi dengan imajinasinya itu?

1322614183632247602
1322614183632247602
Jujur saya cukup frustasi, ketika membaca sebuah tulisan seseorang yang dalam tingkat ketertekanan yang dihadapinya. Menjadi miris justru orang-orang yang dianggapnya kawan menjadi musuh baginya. Saya merasakan energi tulisannya, terasa ketertekanan yang terkurung dan agak getir meski dituliskannya dengan cukup anggun.

Tidak sulit menjelaskan pribadi yang butuh 'kawan' seperti ini. Jawabannya hanya satu: "Dengarkanlah, lalu bidik dan dekap dia!"

Dalam tingkat kejiwaan yang makin tertekan, menulis menjadi sangat berat. Menjadi hantu dan monster yang bahkan melumatnya sampai ke dalam. Bukankah kita harus menemani orang gila ini sampai sembuh? Atau Tuhanlah yang harus benar-benar bertanggung jawab atas kesalahan dia?

Saya rasa, tidak ada perincian detail dari kehidupan yang benar-benar pantas kita broadcast dan kita makan sama-sama disaat dia menangis di dalam. Ketika dia 'telanjang' karena keterbukaan yang dipaksa diserabut dari tubuhnya.

Dalam undang-undang sekalipun, meski telah di meja hijau. Orang gila bisa bebas dari hukuman. Tapi kamus kita mengatakan hal berbeda. Pikiran picik menyatakan, "Dia harus membayar semua itu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun