Orang bisa saja membandingkan akan dua hal yang berbeda. Warna hitam dan putih, cantik atau jelek, menguntungkan atau merugikan. Makin banyak variabel (objek) yang dibandingkan maka makin berpeluanglah orang itu menemukan benar atau salah, baik atau buruk, pantas atau tidak pantas.
Bila seseorang dalam kegiatannya membanding tadi akhirnya ia dapat menemukan benar atau salah, maka dapat dikatakan kalau orang itu adalah cerdas, minimal dianggap pintar.
Sebaliknya, selalu gagal dalam menilai sesuatu itu benar atau salah, maka tak ada kata lain selain "bodoh" yang tepat disematkan padanya.
Dari penjelasan di atas, terjawab pula apa yang dimaksud dengan "kemampuan berpikir" tadi bukan?.
Naah, dari sini pula dapat terjawab pula mengapa bisa terjadi antar dua orang (atau lebih) nampak tidak akur atas  sesuatu hal yang sebetulnya mudah untuk memikirkannya. Boleh jadi yang satu adalah "type kritis", yang satunya adalah "type pemalas", malas berpikir tadi maksudnya.
Memang setiap orang sejatinya mampu berpikir. Meski begitu, tidak setiap orang mampu berpikir atau berlogika dengan benar terhadap setiap hal. Bahkan ada hal-hal yang tidak bisa atau tidak boleh dilogikakan. Karenanya, berlogika perlu dibatasi. Tanpa memahami konsep dan kemampuan membanding data, seseorang akan cenderung tersesat dengan logikanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H