Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Jiwa (Nafs) Manusia, Bagian Kedua: Ammarah Bissu'

23 April 2019   10:41 Diperbarui: 1 Juli 2021   06:33 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Jiwa (Nafs) Manusia, Bagian Kedua: Ammarah Bissu' | dok.pri

"Raja berkata: 'Bawalah dia kepadaku.' Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf. 'Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Rabbku, Mahamengetahui tipu daya mereka.'  Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): 'Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?' Mereka berkata: 

"Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya.' Berkata isteri al-`Aziz: 'Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.' (Yusuf berkata): 'Yang demikian itu agar dia (al-`Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.  Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Mahapengampun lagi Maha penyayang." (QS.Yusuf: 50-53)

Demikian terjemah tafsiriyah Surat Yusuf ayat 50-53.  Ayat ini menceritakan  perihal keadaan Nabi Yusuf ketika itu, di saat beliau dengan pandangannya hendak digoda untuk melakukan kejahatan syahwat pada situasi/kondisi yang sengaja diciptakan oleh istri Al-Aziz, seorang pembesar, Raja ketika itu.

Baca juga: Tentang Jiwa (Nafs) Manusia, Bagian Pertama

Seperti dikemukaan pada tulisan sebelumnya, pada bagian pertama dari tulisan  (artikel) yang berjudul Tentang Jiwa (Nafs) Manusia, disebutkan bahwa ada 3 jenis jiwa/nafs manusia yakni di antaranya Nafs Ammarah Bissu' yang menjadi topik bahasan sekarang ini, disamping Nafs Lawwaamah yang telah diulas pada tulisan sebelumnya, pada bagian pertama, dan  juga  Nafs Muthmainnah yang insyaa Allah akan diuraikan pada bagian berikutnya, bagian ketiga nantinya.

Adapun Nafs Ammarah Bissu'  ini terminologinya terungkap dari ayat 53 Surat Yusuf tadi:  wa mā ubarri`u nafsī, innan-nafsa la`ammāratum bis-sū`i illā mā raḥima rabbī, inna rabbī gafụrur raḥīm 

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

Jiwa atau Nafs Ammarah Bissu' ini akan mendorong (memprovokasi) seseorang agar melakukan suatu kejahatan. Karakter/watak seperti yang terdapat pada Nafs Ammarah Bissu' bisa terjadi pada diri setiap orang, tak memandang dia seorang beriman maupun orang tak beriman (kafir).

 “Demikianlah, Kami palingkan darinya (Nabi Yusuf) perbuatan yang jelek dan keji. Sesungguhnya dia adalah termasuk hamba Kami yang terpilih (ikhlas).” (QS. Yusuf: 24)

Tentu tak akan ada yang selamat dari dorongan jahat ini kecuali karena pertolongan, pengampunan dan kasih sayang sang Pencipta nafs itu sendiri, Al-Ghofuur Rahiim, Allah Azza wa Jalla. 

“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al- Hadid: 20) 

Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al Anfal:28).

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu.......  [QS.Âli ‘Imrân: 186]

Memang manusia, disamping memiliki potensi dasar yang fitrah sebagaimana kejadian permulaannya yang suci (baik),  tak dipungkiri memiliki pula potensi atau kecenderungan untuk "berbuat jahat" sebagai demikianlah maksud diadakannya "nafsu" pada diri manusia. Sebagaimana diakui atau disadari sendiri oleh Nabi Yusuf yang bisa kita pahami dari keterangan pada ayat yang maknanya berbunyi Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (QS.Yusuf:53)

Seperti fenomena yang terjadi pada sepanjang sejarah kehidupan manusia, seperti yang banyak kita lihat,  tak usah jauh-jauh, apa yang terjadi pada diri kita sendiri, sedemikianlah keadaannya, senantiasa ingin memuaskan hasrat, keinginan kuat memenuhi nafsu duniawi yang cenderung menyesatkan. 

Kekayaan, wanita yang cantik, jabatan dan popularitas sungguh merupakan godaaan yang sangat menarik untuk direngkuh, dipenuhinya hasrat atas semua itu.    Begitulah, karena pada dasarnya dunia dengan segala perhiasannya itu adalah tipuan, yang Allah hendak menguji setiap diri manusia dengan semua itu sehingga terseleksilah siapa yang paling baik diantara mereka.  (Semoga kita dijaga, terselamatkan, diselamatkan  oleh Nya)

Baca juga: Memahami Jiwa Manusia pada Teks "Phaedo"

Perlu dijelaskan bahwa agar jangan disalahpahami bahwa istilah nafs dan "nafsu"  tidaklah sama atau tidak sesederhana pengertiannya bila kita mengkaitkannya dengan pengertian bahasa keseharian yang kita pahami selama ini yang  mana kata nafsu itu dimaknai sebagai  "keinginan atau hasrat yang cenderung untuk berbuat buruk", sehingga ini menjadi bermakna sempit yakni hanya berkenaan dengan keinginan yang bersifat negatif saja. 

Demikian pula  menurut kamus bahasa Indonesia (KBBI) yang ternyata mencontohkan hal-hal yang berkenaan dengan nafsu ini hanya tertuju kepada keinginan terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang baik saja. Padahal, pada asalnya kata "nafsu" ini yang diadopsi dari kata "nafs" bermakna lebih luas tak hanya menyangkut keinginan (hasrat) yang negatif saja tapi juga terhadap hal-hal yang positif seperti yang akan kita jumpai pada  "nafs  muthmainnah" yang selanjutnya  nanti akan diulas secara khusus dan lebih terperinci.      

Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya. (Q. S. al-Infithar: 5).  

Demikian pula tentang pemaknaan jiwa dan ruh, itu adalah dua hal yang berbeda yang masing-masing memiliki penjelasannya tersendiri,  yang insyaa Alah akan dapat Penulis jelaskan nantinya. Meski nyatanya hanya sedikit yang bisa diketahui tentang ruh ini, berbeda dengan nafs atau jiwa  tadi. Pula, ulama termasyhur sendiri ternyata tak memiliki kesamaan pandangan tentang memahami jiwa dan ruh ini. Ada ulama yang menganggap sama jiwa dengan ruh ini, tapi di sisi lain ada yang berpendapat jiwa dan ruh itu adalah objek yang berbeda. 

Dalam hal ini penulis sepakat dan berpihak kepada mereka yang berkesimpulan bahwa jiwa (nafs) dan ruh, itu adalah hal yang berbeda, tidak sama. Demikian Penulis berpendirian. Karenanya pula, Penulis memaklumi bila pembaca tak hendak terikat dengan apa yang disampaikan dalam tulisan sekarang ini. Bahkan boleh jadi, suatu waktu, di masa depan, Penulis sendiri akan berubah pendirian pada ketika menemukan hal-baru tentang kebenaran yang benar-benar itu(hakiki).  Allahu a'lamu.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra': 85) 

Allah memegang jiwa ketika matinya dan (memegang) jiwa  yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS. Az-Zumar:42)

Berbeda dengan ketika kita memaparkan hal nafsu (dalam arti sempit) yang berhubungan dengan watak-watak atau sifat-sifat umum manusia seperti pemalas, rajin, pemarah, pengasih,  yang demikian ini bisa mudah ditangkap, namun dalam hal men-defenisi-kan  nafs dalam pemaknaan yang lebih hakiki akan cukup sulit untuk dipahami banyak orang, utamanya yang masih tergolong awam. Memahami hal "nafsu",   setidaknya ini lebih mudah menggambarkannya atau me-visualisasi-kan sifat-sifat tadi, dibanding mencoba menjelaskan bagaimana halnya dengan "nafs" atau jiwa itu sendiri. 

Maka, secara sederhana, dapat Penulis tegaskan disini, bahwa jiwa (nafs) adalah bagian lain dari diri manusia, diri kita sekarang ini, yang terdiri dari jasad (raga) dan jiwa. Jadi keduanya sebenarnya adalah materi, ada yang berwujud, disebut jasad/raga/tubuh, lalu ada yang tak berwujud, yakni jiwa/nafs tadi. 

Sementara ini, perlu dipahami bahwa jiwa dan nafs dalam tulisan ini adalah bermakna sama, yakni "sesuatu" yang melekat pada manusia yang menjadi pendorong timbulnya keinginan-keinginan,  baik itu berupa hal yang bersifat negatif (buruk/jahat)maupun hal yang positif (yang baik). Katakanlah, ini adalah tentang siapa yang mem-provokasi sifat-sifat  baik, pula sifat-sifat buruk yang abstrak pada diri manusia itu. Karena membahas nafs atau jiwa ini berarti membahas sesuatu yang bersifat ghaib, abtraks tadi. Tak bisa diraba, tak bisa ditampakkan nyata oleh mata, tapi bisa diketahui adanya.  Allahu a'lamu. 

Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q. S. As-Syams: 7-10). 

Maka karenanya, membicarakan jiwa , adalah membicarakan materi sebagaimana halnya kita membicarakan jasad/raga.  Di mana raga bersifat kasar, sedangkan jiwa itu katakan semacam makhluk halus.  Demikianlah mengapa jiwa inilah yang nantinya yang  akan "dituntut pertanggungjawaban" di alam akhirat.  Pada akhirnya, jiwa inilah yang bisa merasakan sakit, yang bisa merasakan bersalah itu, yang akan menyesali dirinya. Pula sebaliknya.  

"Dan aku bersumpah demi jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)." (QS. Al-Qiyamah:2) 

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku! (Al-Fajr:27-30)

Kembali ke soal Nafs Ammarah Bissu' tadi,  menurut Ustadz Muhammad Alfatih Sukardi,   bahwa "nafsu ini adalah yang paling jahat dan paling zhalim. Jika berbuat kejahatan, dia berbangga diri dengan kejahatannya. Jika ada orang yang mengingatkannya tentang kejahatannya, dia akan menjawab, “Siapa saja yang mencoba untuk mengalangi tindakanku akan menanggung akibatnya!” Bayangkanlah, kalau orang seperti ini menjadi pemimpin dan berkuasa.

Baca juga: Benarkah terdapat Konektivitas Jiwa Manusia?

Nafsu amarah tidak dapat dikawal dengan sempurna oleh hati. Sekiranya hati tidak dapat meminta bantuan ilmu, hikmah kebijaksanaan dan akal, hati akan binasa. Justru itu seseorang mudah terjerumus ke arah perbuatan yang melanggar Syariat, tidak beradab, tidak berperi kemanusiaan, bertindak mengikuti sesuka hati, zhalim serta berbagai keburukan dan bencana kepada diri serta sekitarnya.

Susah untuk menegur/menasehati orang seperti ini, karena tidak peka dengan kesalahan yang dilakukannya. Keras kepala! Nafsu Ammarah menduduki tahap paling rendah dalam kehidupan manusia, malah sebenarnya lebih Hina daripada binatang. karena binatang tidak mempunyai akal, sedangkan manusia mempunyai akal. Semoga Allah menjauhkan kita dari Nafsu Amarah". Demikian dikutip dari bangkitmedia.com.

Kesimpulannya, jenis nafs atau jiwa ini, nafs ammarah bissu', ini adalah yang paling akan membuat celaka diri manusia,  yang terjahat di antara sekian banyak design karakter jiwa yang ada.  Semoga kita tidak termasuk golongan yang demikian. Aamiin.  Maha Suci Allah dengan segala kesempurnaannya. 

Bersambung....


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun