Mohon tunggu...
Siauw Tiong Djin
Siauw Tiong Djin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Politik Indonesia

Siauw Tiong Djin adalah pemerhati politik Indonesia. Ia bermukim di Melbourne, Australia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tan Kah Kee dan Siauw Giok Tjhan

8 Juni 2024   16:43 Diperbarui: 8 Juni 2024   19:49 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hubungan Siauw dan Tan ternyata tidak terhenti di situ. Setelah Tan meninggalkan Singapura pada 1950 untuk menetap di Tiongkok, Siauw tetap berhubungan dengan Tan.

Pada tahun 1957, Tan menanggalkan kewarganegaraan Inggris yang ia perolehnya  ketika ia menetap di Singapura. Di Tiongkok, Tan mengerahkan dananya untuk pembangunan proyek-proyek pembangunan di daerah Xiamen.

Siauw berkecimpung dalam kancah politik nasional sejak 1945. Ia menjadi anggota parlemen, bahkan menjadi ketua Fraksi Nasional Progresif,  yang aktif dalam berbagai bidang HAM, Demokrasi, kewarganegaraan dan menggalang kekuatan melawan rasisme terhadap Tionghoa.

Pada 1954, bersama beberapa tokoh Tionghoa lainnya, Siauw mendirikan Baperki -- Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia, sebuah organisasi massa Tionghoa yang berhasil memobilisasi komunitas Tionghoa untuk berpolitik, menuntut persamaan hak dan melawan berbagai kebijakan rasisme dengan sikap yang membangun.

Diskusi-diskusi dengan Tan rupanya memperkuat keyakinan Siauw bahwa dunia pendidikan, selain merupakan upaya melawan rasisme dalam bidang pendidikan , tetapi merupakan salah satu fondasi pendidikan politik yang paling ampuh.

Angkatan Muda Tionghoa di Malang mendirikan setingkat SMA di Malang,  untuk menampung para siswa Tionghoa yang putus sekolah di zaman pendudukan Jepang.  Ada ratusan siswa yang tertolong.  Sekolah ini berlangsung hingga awal 1950-an.

Salah satu kegiatan utama Baperki sejak 1958 berfokus pada dunia pendidikan, menampung lebih dari seratus ribu siswa Tionghoa, dari tingkat taman kanak-kanak hingga universitas, yang tidak bisa menerima pendidikan karena  kebijakan rasisme terhadap Tionghoa.  Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Baperki yang dipimpin Siauw, memiliki ratusan sekolah dan beberapa kampus universitas Baperki di berbagai kota besar di Indonesia.

Dalam dunia pers, Tan dan Siauw memiliki kesamaan.  Kedua-duanya aktif di bidang ini setelah Perang Dunia II berakhir.

Selain Mingguan Pemoeda (1947-1947)  dan Liberty (1946 -- 1951)  di awal kemerdekaan, Siauw mendirikan dan menjadi pemimpin redaksi Harian Rakyat pada 1950 dan kemudian dijualnya ke PKI pada 1953, harian Republik (1955-1960) dan Mingguan Sunday Courier (1951-1960). Ia pun aktif dalam Serikat Pemilik Surat kabar dan kerap menulis tajuk berita untuk berbagai surat kabar nasional yang dimiliki para pedagang Tionghoa, di antaranya Sin Min di Semarang dan Warta Bhakti di Jakarta.

Pada awal 1960, Siauw mencari lahan untuk Universitas Baperki di Jakarta. Tan Kah Kee menawarkan lahan yang dimiliki kelompoknya,  di kawasan yang kini dikenal sebagai Pluit, cuma-cuma.  Tawaran tersebut terpaksa ditolak Siauw karena pada waktu itu lahan tersebut merupakan rawa. Ongkos pembangunan gedung dianggap terlalu tinggi. Siauw memilih tawaran tanah gratis dari gubernur Jakarta, Dr. Sumarno di daerah Grogol.

Pada 12 Agustus 1961, Tan meninggal dunia di Tiongkok.  Siauw meninggal dunia pada 20 November 1981 di Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun