Oh ya, sekalian saya berpesan, misalnya anda berharap "Istirahatlah Kata-Kata" menampilkan sisi revolusioner seorang Thukul, anda tidak perlu keluar duit untuk membeli tiket karena lebih baik mencari sumber lain tentang pria kelahiran 26 Agustus 1963 ini. Saya jamin film ini tidak memuaskan keinginan anda.
Namun, kalau kita melihat dari sisi keluarga dan teman-teman yang pernah bersinggungan dengan Thukul, film ini tentu layaknya "masterpiece". Terima kasih setinggi-tingginya patut diberikan kepada sang sutradara karena berhasil mendokumentasikan perjalanan Thukul di pengasingan, sesuatu yang bisa saja selama ini menjadi misteri atau bayang-bayang semata. Keluarga dan teman tidak perlu lagi tahu tentang kehebatan pria yang sulit berucap huruf "R" ini, karena tentu mereka sudah mengetahui siapa dia sebenarnya.
Karena itu mari kita memaklumi film ini dengan segala kelebihan dan kekurangan. Maklumi pula Wiji Thukul dengan semua sifat dasar kemanusiannya.
Â
Â
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H