Mohon tunggu...
Natanael Siagian
Natanael Siagian Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan

Natanael Siagian lahir di Tarutung Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada 30 Desember 1989. Alumni Universitas Batam jurusan ilmu hukum. Tinggal dan menetap di Jakarta. Email: siagian.natanael@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Generasi Darurat Cabul

25 Mei 2016   11:34 Diperbarui: 26 Mei 2016   20:34 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.dandelionstuff.com

Proses diversi akan dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
Pertama, jika ancaman pidana penjaranya dibawah 7 (tujuh) tahun; dan kedua, bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Kedua hal ini harus menjadi pertimbangan pokok dalam diversi. Diversi sebagai upaya dalam mewujutkan Restoratif Justice,  yaitu pengaturan tentang hukum pidana dalam perspektif dan pencapaian keadilan kepada perbaikan maupun pemulihan keadaan setelah peristiwa dan proses peradilan pidana.
 
Mengenai tindak pidana perbuatan cabul. Jika merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),istilah perbuatan cabul, telah diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Dan mengutip dari KUHP,  menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya; termasuk pula persetubuhan namun di undang-undang disebutkan sendiri.
 
Hukuman atas perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 82 Undang Undang No. 35 tahun 2014 adalah sebagai berikut:
(1)  Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)  Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
Perlu diketahui pula bahwa dalam pasal tersebut tidak diatur mengenai siapa yang melakukan tindakan pidana tersebut, apakah orang yang sudah dewasa atau anak-anak dibawah umur. Oleh karena itu, anak-anak pun dapat dipidana berdasarkan pasal ini. Walaupun tetap mempertimbangkan upaya diversi. 

Realita anak dibawah umur menjadi pelaku pemerkosaan, adalah realita 'korban telah berubah menjadi pelaku'. Hukum harus tetap ditegakkan. Upaya pencegahan menjadi hal yang lebih penting. Sekali lagi ini semua dalam rangka menyelamatkan generasi penerus bangsa. 

---

Sumber:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014;
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
4. Sumber Bacaan

Percakapan Obrolan Berakhir

Ketikkan pesan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun