Assalamu'alaykum
semangat pagi sobat kompasiana yang budiman
lama tak jumpa, jumpa sekali tak lama ^_^
apa kabar semua,Â
semoga semakin hari semakin baik,
walau dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
seperti biasa, mau curhat nih, sob!
melirik dan menguping masalah kemacetan di metropolitan yang sedang hangat-hangatnya. jujurly, sebenarnya saya merasa iri dengan transportasi massal yang tampak maju di beberapa negara.
tapi bukan untuk di metropolitan, yah. wkwkwk.Â
ya, metropolitan negri kita, memang sepertinya sudah ada wacana ke arah sana, namun tinggal pembenahan di beberapa celah dan regulasi. selain itu, pentingnya penggalakan sosialisasi tentang kesadaran indahnya transportasi massal. karena dengan percepatan pembangunan transportasi massal saja pasti akan kurang untuk menarik minat masyarakat, khususnya yang memiliki kegiatan atau kesibukan dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi.
nah, yang mau dicurhatin kali ini, tentang transportasi massal di daerah,sob.
beberapa bulan lalu, saya pulang ke desa, nih ceritanya. biasanya, setelah turun dari kereta api, lanjut naik angdes / kol / lyn. tapi, ternyata sudah banyak berubah sejak bertahun-tahun yang lalu. sekarang, yang namanya angdes/kol/lyn di desa saya hanya hidup di pagi hari, yaitu ketika orang-orang sibuk pergi-pulang ke pasar. sebagian besar, sih, pedagang. tapi gak sedikit juga dari masyarakat umum. itu pun paginya sejak mau masuk waktu fajar, ya, sampai matahari terbit sebelum waktu duha. xixixi, kilat.
nah, dari situ, mulailah saya merasa kesulitan ketika pulang kampung. karena jadwal kereta yang saya naiki, selalu tiba di sore hari. hmm,...Â
pilihannya, ya... naik ojek, atau ngerepotin saudara - minta jemputan, yang jaraknya lumayan jauh.
kemudian setelah beberapa hari di rumah - keluyuran sana-sini, dapatlah satu fakta menarik, nih. pastinya seputar jalannya operasional transportasi massal yang mati suri (bagi saya sih, mati suri ya, namanya. karena kehidupan transportasi massalnya hanya melayani di waktu kegiatan pasar saja, tapi masih untung juga sih, masih ada.).
mungkin ini salah satu efek dari perkembangan gaya hidup di desa, teknologi yang juga mulai meresap kedalam pori-pori kehidupan masyarakat pada akhirnya seperti air bah yang tiba-tiba datang ketika jam tidur di malam hari. (perumpamaannya membingungkan ya, wkwkwk)
jadi, gini...
salah satu fakta menarik yang saya dapat. tidak ada lagi anak sekolah yang berangkat ke sekolah naik angdes.Â
hmm... kan, bisa saja itu terjadi karena angdesnya sudah gak ada duluan!
eeeh! jangan salah! penumpangnya yang gak ada duluan, pada akhirnya... hilanglah sumber pemasukan untuk biaya operasional si angdes.
terus... mereka ke sekolah naik apa?
ya... di jaman yang serba canggih sekarang, anak-anak sekolah itu paling minim ya, diantar naik kendaraan (sebagian besar sepeda motor). itu paling minim, ya, sedangkan sebagian besarnya....... mereka naik sepeda motor sendiri... o_o
nah...
kembali ke transportasi massal.
menurut sobat sekalian, penting gak, sih, transportasi massal di pedesaan/kota yang bukan kota besar?
kalau saya, penting banget, sih. apalagi bukan desa yang sepiiiiiiiiii pake banget. yang dalam sehari, pasti ada kegiatan banyak orang yang berpindah dari satu titik ke titik lainnya dengan jarak yang cukup jauh.
tapi, sayangnya keberadaan transportasi massal di pedesaan/kota kecil kurang pendukung.
ya, memang sih. angkutan pedesaan biasanya masih dikelola perorangan. tapi setidaknya menurut saya, pemerintah desa bisa ikut andil dalam mengangkat kehidupan angkutan massal ini. mungkin bisa berperan dari sisi rule-nya, atau keamanannya. syukur-syukur kalau ada pemerintah desa yang menjadi pencetus hidupnya transportasi massal.
masalah keamanan, mungkin jadi salah satu point kritis dalam kehidupan transportasi massal. di wilayah saya, transportasi umum seperti ojek, kurang diminati. kecuali oleh orang baru atau orang yang kepepet. karena punya image lumayan buruk, salah satunya adalah keamanan dan keselamatan penumpangnya. becak, ada, sih, tapi jarak antar desa satu dengan desa lain lumayan jauh kalau harus naik becak - apalagi yang masih menggunakan tenaga kaki.
belum lagi, menurut pandangan banyak orang, dengan kemudahan cara mendapatkan kendaraan bermotor dan cara menggunakannya di jalanan. banyak orang yang memilih naik kendaraan pribadi karena dianggap cukup anti repot. bisa fleksibel mau kemana saja dan kapan saja. tapi, sayangnya banyak orang kurang menyadari aturan dasar keselamatan dalam berkendara. dan sayangnya, semua merasa lebih nyaman dan aman dengan kendaraan pribadi.
saya jadi ingat, dulu ketika masih jaman sekolah. setiap pagi (berangkat) dan siang (pulang) pergi-pulang ke dan dari sekolah, teman-teman berebut naik angdes. saking ramainya, sampai ada yang berdiri di pintu dan hanya berpegangan pada besi di atas pintu - sangat tidak aman, memang, dan ini harusnya menjadi PR dalam meningkatkan kemajuan angdes. sore, pun begitu... ketika jam pulang dari sekolah-sekolah di kota sebelah. angdes begitu ramai.Â
dalam benak saya waktu itu, dalam 10 atau 20 tahun kedepan, akan ada kemajuan dalam transportasi massal di desa saya. entah mobilnya ganti dengan tahun yang lebih muda, atau ada organisasi yang menaungi para angdes hingga terdapat rule dan ketentuan jam berapa saja operasional mereka (kepastian jam operasi). waktu itu, saya tak terbesit sedikitpun pemikiran bahwa minimal, kehidupan angdes masih sama.
kini, sepertinya untuk sementara hanya bisa menatap masa lalu dan berharap kemajuan teknologi juga berpengaruh dalam menghidupkan transportasi massal di pedesaan.Â
saya, bermimpi bahwa suatu waktu akan ada masa dimana transportasi massal begitu hidup dan saling terkoneksi satu sama lain. sehingga roda ekonomi pun bisa berjalan menyebar hingga ke pedesaan yang lebih dalam. walaupun sekarang katanya juga sudah menyebar hingga ke pelosok, tapi menurut saya selama angkutan massal tidak ada, ya berarti belum merata.
terutama bagi orang seperti saya, yang mager-an. wkwkwkwkwk
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI