beberapa bulan lalu, saya pulang ke desa, nih ceritanya. biasanya, setelah turun dari kereta api, lanjut naik angdes / kol / lyn. tapi, ternyata sudah banyak berubah sejak bertahun-tahun yang lalu. sekarang, yang namanya angdes/kol/lyn di desa saya hanya hidup di pagi hari, yaitu ketika orang-orang sibuk pergi-pulang ke pasar. sebagian besar, sih, pedagang. tapi gak sedikit juga dari masyarakat umum. itu pun paginya sejak mau masuk waktu fajar, ya, sampai matahari terbit sebelum waktu duha. xixixi, kilat.
nah, dari situ, mulailah saya merasa kesulitan ketika pulang kampung. karena jadwal kereta yang saya naiki, selalu tiba di sore hari. hmm,...Â
pilihannya, ya... naik ojek, atau ngerepotin saudara - minta jemputan, yang jaraknya lumayan jauh.
kemudian setelah beberapa hari di rumah - keluyuran sana-sini, dapatlah satu fakta menarik, nih. pastinya seputar jalannya operasional transportasi massal yang mati suri (bagi saya sih, mati suri ya, namanya. karena kehidupan transportasi massalnya hanya melayani di waktu kegiatan pasar saja, tapi masih untung juga sih, masih ada.).
mungkin ini salah satu efek dari perkembangan gaya hidup di desa, teknologi yang juga mulai meresap kedalam pori-pori kehidupan masyarakat pada akhirnya seperti air bah yang tiba-tiba datang ketika jam tidur di malam hari. (perumpamaannya membingungkan ya, wkwkwk)
jadi, gini...
salah satu fakta menarik yang saya dapat. tidak ada lagi anak sekolah yang berangkat ke sekolah naik angdes.Â
hmm... kan, bisa saja itu terjadi karena angdesnya sudah gak ada duluan!
eeeh! jangan salah! penumpangnya yang gak ada duluan, pada akhirnya... hilanglah sumber pemasukan untuk biaya operasional si angdes.
terus... mereka ke sekolah naik apa?
ya... di jaman yang serba canggih sekarang, anak-anak sekolah itu paling minim ya, diantar naik kendaraan (sebagian besar sepeda motor). itu paling minim, ya, sedangkan sebagian besarnya....... mereka naik sepeda motor sendiri... o_o