Jika diperhatikan, sebenarnya sudah banyak juga para orang tua yang memiliki kurikulum sendiri dalam mendidik anak-anak mereka, namun tak sedikit juga yang tak acuh dan kemudian mempercayakan sepenuhnya pada pihak lain namun ketika hasilnya tidak sesuai expectasi justru si anak malah menjadi korban mental. selain itu sudah banyak juga guru yang memiliki teknik mendidik atau mengajar menyesuaikan dengan psikologi anak yang memanusiakan manusia dan menganggap bahwa anak-anak adalah anak-anak.
Dan kembali ke balistung, sebenarnya paling pas diserap pada usia sekolah dasar (namanya saja sekolah dasar), ya seperti jaman dulu (bukan berarti gak mau maju ya, hehe)
Ah...lama-lama berputar-putar menjadi semakin kacau tulisannya, hehe
Langsung aja deh,
Begini, dalam hal pra pendidikan dasar saat ini, banyak yang terjebak pada balistung sehingga tak sedikit yang mengurangi jatah waktu bermain anak bersama keluarga, dan..... banyak orangtua yang begitu sibuk sehingga waktu bermain dengan anak sangat sedikit. bermain dalam konotasi positif nya bukanlah sekedar bermain tanpa makna dan tanpa hasil, jika orangtua telah menyiapkan kurikulum bagi anak-anaknya sejak awal maka cara bermain mereka mengandung unsur pendidikan.
Tidak semua anak memiliki karakter yang sama, ada yang hanya cukup dengan duduk manis dikenalkan dengan huruf dan cara membacanya langsung mengerti dan paham namun ada pula yang justru dengan duduk mereka akan sama sekali tak paham apa yang diajarkan dan justru lebih paham ketika mengenal huruf sambil bermain bola atau sambil bermain tanah di kebun.
Oleh karena tidak semua orangtua merasakan jenjeng pendidikan yang tinggi atau bahkan tidak merasakan jenjang pendidikan sama sekali, membuat tugas guru yang berprofesi sebagai guru agak semakin berat, karena bukan hanya sekedar mengajarkan balistung namun juga mengajarkan pada mereka sesuai dengan kondisi psikologisnya. yang anak-anak yan dengan caranya anak-anak, yang kutu buku yan dengan caranya kutu buku, yang hyperaktif ya dengan caranya sendiri.
Semakin gak tau kemana kan tulisannya, karena yang nulis saja bingung, hehe. karena semakin tidak jelas berarti langsung diakhiri saja deh....namanya juga belajar nulis, mohon maaf kalau tulisannya kacau dan ada yang merasa tersinggung. sekali lagi ini hanya tulisan diary ya, hehe, jadi mohon jangan tersinggung.
Sebagai penutup diary artikel ini, ada sedikit unek-unek tentang PR pada pendidikan usia dini dan prasekolah.
Jika memang harus ada PR untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi usia sekolah. alangkah baiknya PRnya berbentuk seperti membuat sebuah cerita pengalaman, bisa pengalaman bermain atau liburan atau apa yang dilakukan selama hari libur.
Jika dititik beratkan pada persiapan membaca atau menulis, bisa diberi tugas seperti "selama liburan tulis huruf/kata yang ditemui di perjalanan" yang intinya bagaimana selama libur atau dirumah, sang anak memiliki waktu berkualitas dengan keluarganya. karena anak-anak akan berhenti menjadi anak-anak setelah berubah fase menjdai remaja begitu pula ketika dewasa. cukup sepertinya kita lihat orang dewasa yang bertingkah seperti anak-anak, tidak perlu ditambah lagi, hehe.....