Mencerdaskan anak bangsa
Adalah visi utama saya menjadi seorang dosen. Karena saya tahu masa depan bangsa ada di tangan anak didik saya saya. Apalagi mahasiswa yang pendidikannya lebih tinggi daripada siswa, dianggap mampu menyampaikan aspirasi untuk kemajuan bangsa (agent of social control). Mahasiswa merupakan aktor utama yang berperan dalam akselarasi pembangunan bangsa dan penerus masa depan bangsa (iron stock). Mahasiswa juga memiliki potensi yang sangat besar sebagai agen perubahan (agent of change) karena memiliki kemampuan intelektual sehingga dapat membedakan mana yang benar dan buruk.
Bagi saya mendidik mahasiswa tidak sama dengan mendidik anak sekolah. Mahasiswa sudah jauh lebih dewasa daripada anak sekolah. Mereka bisa saja cuek dan datang kuliah seenaknya. Mereka juga bisa rajin dan tertib saat kuliah. Tapi yang pasti baik atau buruknya mahasiswa itu juga tergantung cara dosen mendidiknya. Karena itulah saya berprinsip bahwa dosen harus memiliki “karakter” supaya mahasiswa bisa hormat.
Maksud “karakter” di sini tidak selalu menunjukan dosen yang mudah marah sehingga mahasiswa takut kepadanya. Karakter di sini maksudnya dosen memiliki “sesuatu” yang bisa membuat mahasiswanya hormat kepadanya. Misalkan dosen yang berprestasi, cool, serius tapi jarang marah. Karena karakternya itu membuat mahasiswa termotivasi untuk berprestasi dan karakter cool-nya memiliki aura tersendiri yang membuat mahasiswa nurut kepadanya. Bisa juga dosen yang berkarakter supel, ceriwis, pintar, mampu menjawab semua pertanyaan mahasiswa sehingga selalu menjadi dosen favorit incaran mahasiswa untuk menjadi dosen pembimbing. Karena menjadi rebutan itulah mahasiswa selalu manut padanya. Atau dosen yang inspiring, berprestasi, sering memberikan nasihat tersirat yang menusuk ke hati mahasiswa sehingga mahasiswa termotivasi untuk mengejar cita-citanya. Dan karakter lainnya yang membuat mahasiswa selalu hormat padanya.
Selain berkarakter, saya memiliki prinsip lainnya yaitu mengajar dan melatih softskill mahasiswa. Karena saya tahu, setelah lulus nanti mahasiswa akan langsung terjun ke masyarakat dengan mencari pekerjaan. Beda halnya dengan lulus sekolah, jika lulus langsung mendaftar ke pendidikan lebih tinggi. Persaingan untuk masuk pendidikan lebih tinggi tidak sesulit masuk ke instansi pemerintah atau perusahaan nasional/multinasional. Artinya kalau tidak pintar-pintar, lulusan saya bisa tersingkir duluan dengan pesaing yang lebih berkompeten. Untuk bisa meluluskan mahasiswa yang pintar-pintar, maka saya tidak hanya memberikan materi kuliah yang berkualitas tapi juga melatih softskill mereka.
Menurut survei National Association of Colleges and Employers (NACE), Amerika Serikat tahun 2002, 10 kepribadian utama lulusan yang dicari perusahaan adalah kemampuan komunikasi, integritas, kemampuan bekerjasama, kemampuan interpersonal, beretika, inisiatif, kemampuan beradaptasi, daya analitik, kemampuan komputer, kemampuan berorganisasi.
Berdasarkan survei tersebut sudah jelas bahwa softskill harus dimiliki lulusan perguruan tinggi. Karena itu saya berupaya melatih softskill mereka melalui mata kuliah yang menurut saya bisa mengembangkan softskill mereka. Memang tidak semua matakuliah bisa saya terapkan karena tiap mata kuliah mempunyai capaian target yang berbeda-beda. Ada matakuliah yang harus mengutamakan basic pengetahuan yang mantap, ada kuliah yang harus mengutamakan teori dan praktik, ada juga kuliah yang selain teori juga banyak memberikan studi kasus yang dapat melatih softskill mereka. Nah melalui matakuliah seperti inilah kesempatan saya untuk melatih softskill mereka. Memberikan tugas presentasi, grup diskusi, essay, membuat EO untuk company visit, mewajibkan mengikuti kompetisi merupakan tugas-tugas yang menurut saya bisa melatih softskill mahasiswa.
Presentasi: melatih kemampuan komunikasi, daya analitik, kemampuan interpersonal, percaya diri
Grup diskusi: melatih komunikasi, kemampuan bekerja sama, daya analitik, percaya terhadap ide sendiri, beretika
Essay berbahasa Indonesia dan asing: melatih kemampuan menulis, kemampuan berbahasa asing, kreatif, menyadarkan mahasiswa bahwa menulis adalah karya abadi dan dapat dibaca orang lain sampai kapanpun. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidakmenulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”.
Membentuk EO: melatih kepemimpinan, kemampuan berorganisasi, kemampuan bekerja sama, integritas, beretika, kemampuan berwirausaha, kreatif
Mengikuti kompetisi: melatih kepercayaan diri, berjiwa besar, kompetitif, kreatif dan inovatif
Mencerdaskan Anak Bangsa demi Menyambut Bonus Demografi
Berbekal kemampuan ilmu dasar keahlian dan softskill yang dimiliki, saya optimis mahasiswa saya akan bisa bersaing pada tahun 2020-2030 dimana pada tahun tersebut negara memiliki jumlah perbandingan penduduk usia kerja (15-65 tahun) lebih besar daripada penduduk bukan usia kerja (<15 tahun dan >65tahun). Peristiwa inilah yang disebut bonus demografi. Memang bonus demografi tidak hanya memiliki dampak positif tapi negatif. Dampak positifnya jumlah usia produktif dan perekonomian meningkat sedangkan dampak negatifnya persaingan kerja dan angka pengangguran meningkat. Namun, saya optimis jika lulusan perguruan tinggi memiliki keahlian bidang ilmunya dan softskill yang berkompeten, mereka akan bisa bersaing pada saat terjadinya bonus demografi.
Bonus demografi membutuhkan SDM berkualitas supaya bisa bersaing. Saya sering mengingatkan mahasiswa (*kebetulan program studi saya termasuk baru dan belum memiliki lulusan) bahwa jika anda lulus saingan anda tidak hanya teman sekelas tapi juga universitas lain dan adik kelas anda. Jadi, kalau anda tidak pintar-pintar maka anda akan tersingkir duluan.
Demi menyambut bonus demografi, ada 7 saran dari saya, yaitu:
- Meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan memperbanyak lapangan kerja, memberikan kebijakan revitalisasi pendidikan dunia kerja, meningkatkan UMR daerah luar DKI Jakarta.
- Meningkatkan kualitas pendidikan. Sebaiknya anggaran pendidikan yang mencapai 20 % dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas SDM seperti meningkatkan penghasilan dosen/guru sebagai pendidik, kelayakan fasilitas pendidikan, memperbanyak beasiswa, memberikan pelatihan dan keterampilan kepada pendidik dan anak didik, melibatkan stakeholder dengan kegiatan magang/kerja praktik.
- Meningkatkan kualitas kesehatan. Selain pendidikan, fisik yang sehat juga harus dimiliki. Caranya dengan memberikan nutrisi yang baik untuk anak, mempertahankan kartu kesehatan BPJS, memperbanyak puskesmas dan posyandu pada daerah 3T, meningkatkan harga rokok. Sebenarnya kebijakan menaikan harga rokok menjadi Rp50.000 itu bermanfaat untuk menurunkan jumlah perokok aktif sehingga kesehatan lebih baik.
- Mengendalikan jumlah penduduk. Pemerintah harus selalu mengakampanyekan program Keluarga Berencana. Selalu konsisten mempertahankan angka fertilitas pada angka 2.1. Sehingga tidak terjadi penurunan signifikan jumlah penduduk dan tidak pula terjadi peledakan jumlah penduduk.
- Memperbaiki infrastruktur dan transportasi baik darat, laut dan udara. Hal ini dapat mempermudah akses masyarakat dan meningkatkan industri pariwisata sehingga menambah devisa negara.
- Menyederhanakan perijinan dan permasalahan birokrasi serta kepastian hukum yang dapat menambah investor sehingga iklim perekonomian kondusif.
- Selalu mendorong wirausaha muda dan memfasilitasi industri kreatif. Seperti diketahui, pada akhir dekade ini banyak sekali wirausaha muda dan industri kreatif bermunculan baik dalam bidang IT, pembangunan dan konstruksi, energi terbarukan, fashion, pariwisata, kuliner. Hal tersebut dapat membuka lapangan usaha dan meningkatkan devisa negara.
Facebook: https://www.facebook.com/rizka.farizal
Twitter: @rizka2701
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H