Tahun 2009, Sir Alex ferguson untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah ini yang ditujukan untuk menyindir rival sekota MU, yakni City. Ternyata sampai sekarang istilah ini masih relevan digunakan untk menggambarkan para "tetangga" kita.
Di FB misalkan, ada tipikal "tetangga" yang jarang membuat status, namun selalu mengomentari status orang dengan nada nyinyir. Seolah ia adalah parameter kebenaran. Jika didiskusikan kadang kaidah ilmiah (logika, fakta, dan dialektika) tidak diindahkannya. Akhirnya, "kata kata mutiara" akan keluar memenuhi kolom komentar.
Uniknya, kebanyakan dari mereka kedatangannya di halaman orang tidak pernah diundang. Tiba tiba lamgsung muncul begitu saja (seperti Jaelangkung). Bahkan ada pula yang jalan jalan ke kampung orang, dan kemudian menggurui para warga di kampung itu.
Dalam kehidupan nyata pun demikian. Ada tipikal orang yang bertindak atas nama sesuatu yang ia yakini kebenarannya dan akhirnya memaksakan kehendaknya kepada para tetangganya yang lain. Ironisnya, mereka melakukannya dengan kebanggaan.
Seperti anak kecil, para "tetangga yang berisik" ini maunya selalu dituruti kehendaknya. Jika tidak, ia akan ngambek dan sesuatu yang "lucu" akan mereka lakukan.
Dalam interval waktu tertentu, "halaman rumah kita" dan "kampung" tempat kita tinggal harus "dibersihkan" dari para "tetangga yang berisik" ini (unfriend). Mungkin selanjutnya, para "tetangga yang berisik" ini akan muncul di kolom komentar di status ini, bukan ?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI