Mohon tunggu...
afib rizal
afib rizal Mohon Tunggu... -

bukan siapa siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kota Tanjungbalai Rentan terhadap Konflik Sosial

3 Agustus 2016   11:06 Diperbarui: 3 Agustus 2016   13:36 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat lintas agama membersihkan Wihara Tri Ratna, Minggu (31/7/2016), yang dirusak massa di Tanjungbalai, Sumatera Utara, Jumat (29/7/2016). Persaudaraan dan kebersamaan antar umat beragama diharapkan menjadi pondasi dalam menjaga kerukunan. (KOMPAS/NIKSON SINAGA)

Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja, dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan Belanda/NICA sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik.

Sementara itu, pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun, pihak pro-republik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan kooperatif untuk membujuk kaum bangsawan dan kubu radikal yang mengutamakan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan. (sumber : Wikipedia).

Akar Konflik

Saya berpikir, konflik yang terjadi di Tanjungbalai dan daerah lain bukan karena SARA. Namun lebih disebabkan oleh permasalahan kesenjangan ekonomi dan pihak lain yang tidak ingin kebhinekaan Indonesia tetap terjaga. Untuk yang terakhir, saya melihat tumbuh suburnya ajaran radikalisme sedikit memicu hal di atas. Dua tahun yang lalu ketika saya lewat di sebuah jalan di Tanjungbalai, saya melihat papan organisasi keagamaan radikal. Sambil bergurau saat itu, saya berkata kepada sahabat saya, kemungkinan gesekan sosial antar masyarakat akan terjadi di sini. Begitu pula pernah saya sholat Jumat di sebuah masjid di sana di mana khobahnya mengajarkan kebencian kepada orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Namun, saya tetap berharap kedua hal itu tidak menjadi alasan terjadinya konflik sosial kemarin dan sampai saat ini, Pemda setempat dan aparat kemanan tidak/belum menemukan benang merahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun