Membanding-bandingkan diri merupakan perilaku jahat yang sering kali menyusup ke dalam kehidupan seseorang. Lebih spesifik lagi, kita membicarakan tentang kegiatan menulis.Â
Bagi seorang penulis, membandingkan tulisan kita dengan karya penulis lain adalah jebakan yang sulit dihindari. Ini adalah masalah nyata yang dialami banyak penulis. Ketika kita mulai mengukur tulisan kita dengan karya orang lain, hasilnya sering kali hanya berujung pada rasa kecewa, frustrasi, dan keinginan untuk berhenti menulis. Kita merasa tidak sebaik penulis lain, lalu mulai meragukan kemampuan diri sendiri.
Hal pertama yang mungkin terlintas di benak kita adalah menyerah---berhenti saja menulis. Namun, saya tahu bahwa itu bukan solusi yang baik. Sebaliknya, kita perlu belajar untuk keluar dari lingkaran perbandingan ini dan menjalani perjalanan menulis dengan gembira serta penuh percaya diri. Tentu saja, proses ini tidak mudah, terutama ketika kita dikelilingi oleh begitu banyak penulis berbakat yang mungkin terlihat lebih sukses atau lebih dihargai dari kita. Namun, satu hal yang perlu kita pahami adalah, setiap penulis punya jalannya sendiri. Kita tidak sedang berlomba untuk mencapai garis akhir yang sama.
Bayangkan kita sedang berlari dalam sebuah perlombaan. Jika terus-menerus melirik jalur orang lain, kita tidak akan bisa fokus pada jalur kita sendiri. Bahkan, lari mungkin bukanlah analogi yang tepat, karena menulis bukanlah kompetisi.Â
Menulis adalah perjalanan pribadi yang unik bagi setiap individu. Tidak ada garis finish atau piala yang harus diraih. Tidak ada 'penulis terbaik' yang mengalahkan penulis lainnya. Ini tentang mengekspresikan diri dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh kita. Setiap penulis memiliki suara unik, begitu pula dengan kita. Jika kita terus berusaha meniru atau mengalahkan orang lain, kita tidak akan pernah menemukan suara asli kita sendiri.
Sebagai penulis, kita sering menjadi kritikus terburuk bagi diri sendiri. Kita melihat penulis lain memiliki sesuatu yang tampaknya tidak kita miliki---gaya bahasa yang lebih indah, imajinasi yang lebih luas, atau penguasaan teknik penulisan yang lebih baik. Namun, pernahkah kita berpikir sebaliknya? Bahwa mungkin, kita memiliki sesuatu yang tidak dimiliki penulis lain?
Itulah yang membuat tulisan kita unik. Setiap cerita yang kita tulis mencerminkan pengalaman, pemikiran, dan wawasan pribadi yang tak bisa disalin oleh siapa pun. Misalnya, mungkin kita tumbuh besar di lingkungan yang berbeda, atau menghadapi tantangan hidup yang membentuk cara pandang kita terhadap dunia.Â
Hal-hal ini secara otomatis akan tercermin dalam tulisan kita. Dan inilah yang membuatnya spesial. Orang lain mungkin bisa menulis cerita yang serupa, tetapi mereka tidak akan pernah bisa menulis dengan sudut pandang dan emosi yang persis sama seperti yang kita rasakan.
Langkah berikutnya adalah berhenti sejenak dan merenungkan, mengapa cerita ini penting bagi kita? Saat kita terjebak dalam siklus perbandingan, kita sering lupa mengapa kita menulis di awal. Padahal, alasan itu adalah bahan bakar yang membuat kita terus berkarya. Kita harus kembali pada sumber inspirasi yang membuat kita menulis, dan itu hanya bisa ditemukan dalam diri kita sendiri, bukan pada orang lain.
Ketika kita mulai melupakan alasan kita menulis, itulah saat di mana kita merasa kehilangan arah. Kita terjebak dalam perasaan bahwa tulisan kita tidak cukup bagus, padahal yang sebenarnya hilang adalah makna personal dari karya itu sendiri. Ingat kembali apa yang membuat kita tergerak untuk menulis cerita tersebut.Â