Aku tidak dimaksudkan untuk membawa emosi-emosi itu terlalu lama. Dalam melepaskan, aku memberi diriku izin untuk mulai benar-benar hidup. Aku selalu memastikan untuk menemukan tempat yang tenang di tengah kesibukan hidup. Terkadang, hari-hari berlalu begitu saja---tanpa terasa. Itu bisa terjadi dengan mudah karena aku begitu sibuk. Ketika aku tidak menyisihkan waktu untuk diriku sendiri, tidak menarik diri sejenak, rasanya aku berputar di luar kendali. Rasanya seperti aku kehilangan keseimbangan.
Kamu tahu bagaimana rumah terlihat setelah kunjungan yang kacau? Begitulah perasaanku---segala sesuatunya berantakan, tidak pada tempatnya. Jadi, aku perlu mencari kesunyian untuk sedikit membersihkan "furnitur" di dalamnya, memoles sedikit di sini dan di sana. Setelah itu, aku pasti kembali sebagai pribadi yang lebih baik.
Aku menarik diri ke tempat yang damai, di mana tidak ada seorang pun yang bisa menggangguku. Di tempat-tempat inilah, waktu duniawi seakan-akan menghilang, dan aku belajar mengenali irama istirahat.
Aku tidak harus berada di alam terbuka untuk menikmati kesunyian. Aku bisa melakukannya di mana pun aku tinggal. Kesunyian itu lebih merupakan keadaan batin. Jika meluangkan waktu untuk menarik diri setiap hari, bahkan hanya ke tempat di mana aku bisa bersama diriku sendiri, di mana aku bisa memperhatikan hal-hal lain selain rutinitas yang biasa kulakukan, di mana aku bisa menciptakan ruang kecil untuk bernapas, jiwaku bisa tersenyum sebab keramaian hidup akan hilang sejenak.
Di dalam ruang itu, aku bisa meresapi kedamaian. Di sanalah aku mendengar kata-kata yang dibisikkan oleh kesunyian, kemudian, aku akan menyadari bahwa aku tidak lagi takut pada kesunyian. Aku akan menyadari bahwa kesunyian membisikkan kata-kata dengan indah.
Menurutku, keindahan adalah kunci utama. Ia meresap dan membuka semua tempat tersembunyi di hati terdalam, tempat-tempat terinjak-injak dan hancur, tempat-tempat yang membutuhkan penyembuhan. Keindahan itu menyegarkan; Keindahan merawat; Keindahan menghibur; Dan keindahan menyembuhkan.
Sepanjang hari, aku menyapa matahari, berbicara pada bulan, dan memberitahu bunga kecil betapa cantiknya dunia. Hidup ini sangat berharga, dan aku harus bersyukur untuk itu.
Akhirnya, aku menyadari bahwa aku tidak membutuhkan hal lain---memiliki pasangan, misalnya. Rasa syukur telah menjadi penahan pintu yang menjaga hati tetap terbuka. Aku menghargai tubuhku. Meski menahan sakit, dari sanalah aku menjalani hidup.
---
Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H