Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Rahasia di Balik Jiwa-Jiwa Kesepian

6 September 2024   20:54 Diperbarui: 6 September 2024   20:57 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja, ada tingkat yang berbeda. Kesepian dalam bentuk ekstrem, ketika seseorang mengalami isolasi atau kebutuhan sosialnya tidak terpenuhi, kesepian itu bisa sangat melumpuhkan dan menyebabkan masalah fisik maupun psikologis. Bentuk-bentuk ini tidak semestinya diabaikan begitu saja sebagai sesuatu yang tidak terelakkan dan tanpa harapan untuk diperbaiki. Intinya adalah, bahkan orang yang paling sosial sekalipun dan orang yang paling puas dalam kesendirian, tetap memiliki bentuk kesepian.

Carl Gustav Jung, psikolog dan psikiater Swiss yang menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam bidang psikologi modern, mengatakan, "Kesepian bukan datang dari tidak adanya orang di sekitar, melainkan dari ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang dianggap penting oleh diri sendiri, atau dari memegang pandangan-pandangan yang dianggap tidak dapat diterima oleh orang lain." Jadi, bisa dibilang, kita semua mengalami ketidakmampuan dan ketidakcocokan perkara ini pada tingkat tertentu. Dengan begitu, artinya, kita semua merasakan bentuk kesepian eksistensial ini.

Persepsi sosial yang salah tentang kesepian membuat banyak dari kita merasa lebih kesepian, merasa bahwa kita adalah satu-satunya yang merasakannya. Maka, yang kita butuhkan adalah pengingat bahwa merasakan keterpisahan, merasa aneh, merasa gila, atau merasa bahwa tidak ada seorang pun yang mengerti kita, sebenarnya adalah sesuatu yang menghubungkan kita semua. Kita tidak mengalami kesendirian justru ketika kita merasa sendirian.

Salah satu tempat di mana kita sering kali menemukan pengingat ini adalah dalam seni dan filsafat. Dalam pengertian yang luas---baik itu sastra, musik, puisi, lukisan, atau apa pun yang menunjukkan kepada kita bahwa, seperti halnya di dalam diri kita, hal-hal kompleks dan tersembunyi juga ada di dalam diri orang lain meskipun mungkin tidak hal yang sama, setidaknya ada perasaan yang sama bahwa ada hal-hal yang sulit dibagikan.

Menciptakan dan menikmati seni serta filsafat mengisyaratkan bagian-bagian abstrak dari diri kita mungkin disebabkan kita belum benar-benar menemukan orang yang tepat, atau mungkin belum menemukan keberanian atau bahkan cara untuk membagikannya. Apa yang kita ceritakan di permukaan, apa yang kita dengar melalui nada, apa yang kita pahami melalui goresan, sering kali adalah rahasia yang mungkin tidak pernah atau tidak bisa kita bagikan atau ketahui dengan cara lain.

Seni dan filsafat tidak menyelesaikan masalah kesepian eksistensial dengan menyatukan ketidaksesuaian antara diri kita dan dunia, tetapi memungkinkan kita untuk merasakan bahwa orang lain juga merasakan hal yang serupa. Tidak akan pernah ada jembatan yang sepenuhnya terbangun antara dunia dan pikiran kita, tetapi karya seni dan filsafat bagaikan tebing tempat kita berdiri sesekali untuk melihat bahwa ada orang lain di luar sana, terdampar dan sendirian, seperti kita.

David Foster dalam kata-katanya, "Sastra adalah salah satu dari sedikit pengalaman di mana kesepian bisa dihadapi dan diringankan. Obat-obatan, film-film dengan ledakan keras, pesta-pesta ramai---semua ini mengusir kesepian dengan membuatku lupa bahwa namaku "Dave" dan aku tinggal di sebuah kotak tulang berukuran satu per satu yang tak bisa ditembus atau dikenal oleh siapa pun. Fiksi, puisi, musik, dalam berbagai cara, termasuk agama---ini adalah tempat-tempat (bagiku) di mana kesepian dihadapi, ditatap, diubah, diperlakukan. Dalam banyak hal, inilah satu-satunya hal yang ada."

---

Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun