Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sebuah Perjalanan Emosional dari "Forgive but Not Forget"

10 Agustus 2024   16:57 Diperbarui: 11 Agustus 2024   07:31 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu bergumul dalam memaafkan seseorang atau membangun kembali kepercayaan setelah kepercayaan itu rusak?

Nah, dalam perjalanan hidup, mungkin kamu pernah mendengar ungkapan "memaafkan tapi tidak melupakan". Bagi sebagian orang, kalimat tersebut mungkin terdengar kontradiktif atau sulit dipahami. Namun, bagi kamu yang bercerita tentang pengalamanmu, ungkapan ini adalah kenyataan yang bisa jadi kamu hadapi setiap hari.

Memaafkan adalah proses ketika kamu melepaskan rasa marah, dendam, dan keinginan untuk membalas dendam terhadap seseorang yang telah menyakitimu. Memaafkan tidak berarti kamu harus kembali seperti dulu dengan orang tersebut, tetapi lebih kepada bagaimana kamu merespons perasaan negatif yang ditimbulkan oleh tindakan orang lain.

Di sisi lain, melupakan mengacu pada kemampuan kamu untuk menghapus ingatan atau pengalaman negatif dari pikiranmu. Namun, dalam realitasnya, melupakan sesuatu---terutama yang menyakitkan---jauh lebih sulit daripada memaafkan sebab otak manusia memiliki kecenderungan untuk mengingat peristiwa yang emosional dan berdampak kuat, terutama yang negatif. Jadi, meskipun kita telah memaafkan, ingatan tentang kejadian tersebut mungkin tidak pernah benar-benar hilang.

Memaafkan adalah Praktik Spiritual dan Emosional

Memaafkan adalah praktik spiritual dan emosional yang penting. Nelson Mandela pernah berkata, "Kebencian itu seperti kamu meminum racun, lalu kamu berharap racun itu akan membunuh musuhmu."

Memaafkan bukan hanya untuk orang yang menyakitimu, tetapi juga untuk kedamaian dirimu sendiri. Memaafkan adalah hadiah yang kita berikan kepada dirimu---hadiah kebebasan mental, emosional, dan spiritual.

Contoh yang paling menginspirasi dari orang-orang yang menunjukkan sikap memaafkan dengan cara yang luar biasa, salah satunya adalah kisah Louis Zamperini, seorang pelari Olimpiade yang menjadi pahlawan perang. Setelah bertahun-tahun disiksa secara brutal oleh penjaga penjara selama Perang Dunia II, Zamperini memilih untuk memaafkan mereka.

Hal serupa juga terlihat pada keluarga korban penembakan di Charleston yang memaafkan pelaku pembunuhan. Ini adalah contoh nyata dari memaafkan tanpa syarat.

Namun, bagaimana jika situasimu tidak se-ekstrem itu? Bagaimana jika kamu "hanya" merasa terluka atau dikhianati?

Memaafkan tetap penting, tetapi perlu diingat bahwa memaafkan seseorang tidak berarti kamu langsung mempercayainya kembali. Memaafkan dan kepercayaan adalah dua hal yang berbeda. Saat kamu memaafkan seseorang, bukan berarti kamu memaafkan perilakunya atau menoleransi pelecehan lebih lanjut. Bahkan setelah memaafkan, kamu mungkin tidak harus mempertahankan orang tersebut ke dalam hidupmu. Itu tidak apa-apa.

Kepercayaan yang Diuji dan Diperbaiki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun