Inilah rahasianya, yaitu kita sudah memilikinya: Suara tulisan kita dan itulah kepribadian kita yang secara otomatis ada di dalam diri kita.
Seandainya pun jika kita mencoba berbicara dengan seorang penulis ternama tentang suara atau gayanya, mengapa mereka memilih kata-kata tersebut, dan bagaimana mereka menyusun kalimat demi kalimat, mereka pun tidak tahu. Mereka hanya menulis dalam pikiran mereka, hanya duduk dan membiarkan tulisannya keluar. Sebenarnya yang mereka lakukan adalah membiarkan kepribadian mereka muncul dalam suara penulisan mereka. Kalau ini benar, andaikan sesederhana duduk dan menulis, maka ini pun akan berhasil untuk kita.
Mari kita kembali ke analog lagu-lagu dari musisi kenamaan. Mereka memiliki bunyi khas yang amat jelas dalam caranya bermain musik. Namun bagaimana jika seseorang tidak mengetahui dasar-dasar bermain musik?Â
Bagaimana jika dia tidak bisa memainkan accord? Atau dia tidak bisa merangkai nada-nada? Bunyi dan gayanya tidak akan pernah muncul melalui permainannya. Kita tidak akan pernah bisa merasakan suara musiknya dan gayanya.
Inilah sebabnya kita bersikeras bahwa jika kita sebagai penulis mempelajari keterampilan dasar baris demi baris dalam menulis cerita sebelum melakukan hal lain, kita menemukan suara dan gaya menulis kita. Jadi, yang harus kita fokuskan adalah jangan khawatir menemukan suara menulis yang sudah kita miliki. Satu yang perlu kita lakukan hanyalah membangun keterampilan dasar yang kita miliki, tidak peduli genre apa yang kita tulis.
Hal terbaik yang dapat kita lakukan sebagai penulis (atau penulis baru) yang mencoba menemukan suara tulisan sendiri adalah menulis dengan gaya alami---meski semua butuh waktu. Jangan coba-coba melakukan hal terburuk, yaitu memaksakan diri untuk menulis. dengan gaya yang bukan milik kita karena cara itu tidak membuat kita mengembangkan suara tulisan milik kita sendiri. Ketika kita meniru penulis lain dengan cara yang tidak alami, itu akan menyebabkan kegagalan.
Terakhir, yaitu dengan merangkul kebiasaan menulis dan bukan berkutat pada perfeksionisme. Kemampuan untuk duduk dan menulis dengan gaya konsisten yang terasa alami bagi kita dan yang kita sukai, dan bukan berfokus terhadap perfeksionisme, akan serta merta menampilkan suara khas kita dalam menulis. Jadi, semua itu hanya butuh menulis, menulis, dan menulis.
---
Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H