Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Sejauh Mana Gaya Menulis menjadi Hal Penting bagi Penulis?

22 Mei 2024   13:06 Diperbarui: 25 Mei 2024   07:40 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hasil tulisan para penulis dengan gaya menulisnya masing-masing | Sumber gambar: Pixabay.com/Krzysztof Pluta

---

Meski tampak seperti hal yang dangkal untuk dibicarakan, perihal gaya menulis tetaplah penting, apalagi bagi seseorang yang bergelut di dunia penulisan.

Saat di sekolah, kita mungkin masih ingat tentang pelajaran menulis dari seorang guru bahasa yang mengajarkan bahwa ketika menulis, menulislah dengan gaya yang baik dan benar. Penjelasan tentang gaya yang baik dan benar itu adalah gaya yang secara tidak kasat mata memberikan akses kepada pembaca mengenai hal-hal yang ingin disampaikan.

Nah, ketika membicarakan perihal gaya menulis, sekarang ini, gaya tersebut bukan saja diartikan sebagai sesuatu yang harus jelas disampaikan sesuai dengan perkaidahan yang berlaku, tetapi lebih luas dari itu. Selain memberikan pemahaman dari pesan yang ingin disampaikan, seorang penulis hendaknya juga mampu memberikan kepuasan batin melalui kata-kata yang tercipta olehnya secara luar biasa.

Memang, pembaca akan cenderung lebih memperhatikan apa yang ingin disampaikan oleh penulis daripada memperhatikan bagaimana penulis itu mengungkapkannya melalui tulisan.

Namun faktanya, aturan umum tentang gaya menulis yang baik tidak secara akurat menggambarkan jenis tulisan yang paling banyak disukai pembaca. Itulah akhirnya mengapa gaya menulis menjadi penting.

Gaya menulis selanjutnya menjadi pilihan. Sebagian penulis memilih gaya lugas, yaitu gaya dengan konteks lebih mudah untuk divisualisasikan dan tidak sedikit juga yang memilih bereksplorasi dengan gaya retorika, yaitu gaya dengan konsep rumit untuk didefinisikan oleh pembaca. Lantas, gaya manakah yang lebih baik?

Dalam konteks siapa yang lebih baik, memilih gaya menulis bisa dianalogikan seperti memilih pakaian. Orang-orang yang memiliki selera gaya yang baik---yang mungkin maksudnya---adalah mereka yang pandai memadukan pakaian dengan cara yang menarik. Gaya mereka agak unik yang dengan gaya tersebut mereka ingin memberitahukan sesuatu tentang siapa diri mereka. Di luar itu, seseorang dengan selera gaya yang baik mungkin akan tahu cara mencocokkannya, kapan dan di mana mereka berada.

Pola dalam hal memiliki selera gaya yang baik dalam menulis, para penulis sejatinya paham bahwa apa yang dituliskannya---dengan alasan menarik---tidaklah sesederhana mungkin. Namun juga, aturan pun memberitahu mereka bahwa kata-kata sebagai hiasan yang mencolok dalam tulisan akan mengalihkan perhatian yang justru menjadi tidak perlu---alih-alih pembaca ingin membacanya.

Ketika berbicara tentang gaya menulis, pada hakikatnya kita berbicara tentang pilihan linguistik yang dibuat penulis, seperti kata-kata yang mereka pilih dan cara mereka menyusun kata-kata tersebut menjadi kalimat sehingga menjadi inti dari gaya penulisan mereka.

Intinya juga, sebelum bermanuver dengan gaya menulis, seorang penulis tentu telah memahami kaidah penulisan yang berlaku. Ini adalah landasan sistem aturan dasar yang memberitahukan apakah suatu kalimat dalam suatu bahasa sudah benar, bahkan masuk akal.

Bagi penutur bahasa yang berpengalaman, sangat kecil kemungkinannya melanggar aturan ketatabahasaan. Bahasa penulisan tetap menjadi lapisan yang mencerminkan perilaku linguistik pada suatu waktu dan tempat. Maka melanggar aturan dalam menulis kemudian menjadi pertimbangan apakah hal itu bisa dimaklumi atau tidak.

Misalnya, di dalam menyusun kalimat, terdapat aturan yang menyebutkan, jangan pernah menggunakan kalimat pasif, hilangkan kata-kata ganda berlebihan, jangan pernah mengawali kalimat dengan kata depan, dan lain sebagainya. Padahal, kalaupun penulis melanggar semua aturan ini, semua pembaca mungkin tetap memahami maksud dari tulisan mereka.

Seorang penulis dunia, Andrew Inkpin, dalam bukunya "Disclosing The World : On the phenomenology of Language", yang dikutip dari The MIT Press, 2016, tentang deskripsi yang bagus jika dikaitkan dengan gaya menulis seseorang.

Dia mengatakan "It is true that both bad players and good players, football players say, must adhere to the rules of the game in order to count as playing it at all. But what constitutes competence---what good players have, and poor players lack---is knowing what to do over and above the rules.", yang artinya, "Memang benar bahwa baik pemain buruk maupun pemain baik, kata para pemain sepak bola, harus mematuhi aturan permainan agar bisa dianggap memainkannya. Namun yang dimaksud dengan kompetensi---apa yang dimiliki oleh pemain baik, dan tidak dimiliki oleh pemain buruk---adalah mengetahui apa yang harus dilakukan melebihi aturan yang ada."

Gaya Menulis Menunjukkan Kualitas Penulis

Gaya menulis dalam pengertian ini bukan lagi tentang menaati aturan, tetapi tentang semacam seberapa nilai kualitas tulisan. Gaya menulis sudah sepantasnya sebagai sesuatu yang retoris, sesuatu yang tidak mengkhawatirkan peraturan, tetapi berfokus pada efek kepada pembaca. Bermain kata-kata adalah sebuah gaya kemewahan yang mampu memperkuat gagasan bahwa gaya menulis juga memengaruhi cara penulis menggunakan bahasa terhadap pembaca.

Jadi, gaya menulis bukan lagi tentang benar atau salah karena kita tidak berbicara perihal aturan sama sekali---kecuali kita membicarakannya untuk menulis semacam makalah atau buku panduan akademis.

Kita berbicara tentang pilihan-pilihan yang penulis miliki di luar aturan dan tentang dampak retoris yang bisa ditimbulkan oleh pilihan-pilihan tersebut. Mempelajari aturan yang menyebutnya gaya menulis mungkin akan lebih baik jika penulis berpikir lebih hati-hati tentang bagaimana pilihan mereka memengaruhi kreativitas. Gaya menulis merupakan hal istimewa dan menyenangkan sekaligus mengesankan untuk memotivasi orang untuk membacanya.

Namun, satu hal yang perlu dipahami penulis bahwa gaya yang berorientasi pada keindahan semata bukan berarti mengaburkan kejelasan kalimat yang ingin disampaikan. Menulis dengan gaya tertentu tetap berfokus juga terhadap kejelasan makna. Tulisan yang tidak jelas bukan hanya ketidaknyamanan bagi pembaca, tetapi juga bisa menjadi penyakit sosial di kalangan penulis itu sendiri.

Mungkin penekanan pada kejelasan ini sepertinya tidak terlalu menjelaskan apakah gaya seorang penulis benar-benar bagus atau tidak, tetapi menempatkannya sama seperti gaya berpakaian yang lebih dari sekadar menghindari ketidaksesuaian di depan umum.

Bagaimana selanjutnya seorang penulis fiksi, misalnya, bisa memberikan sentuhan gaya berbeda terhadap genre tulisan yang ditulisnya, baik genre romansa, horor, komedi, atau puisi sekali pun. Kepantasan gaya menulis terhadap genre berbeda inilah yang sebaiknya penulis pahami dengan cermat, jadi bukan perkara susunan kata-katanya yang terkesan semaunya.

Jika gagasan bahwa gaya menulis merupakan selera penulis yang artinya mereka ingin mengekspresikan siapa dirinya, akan masuk akal untuk mengatakan bahwa pembaca pun bisa belajar sesuatu tentang seseorang berdasarkan apa yang penulis hasilkan yang lebih dari sekadar apakah bahasa yang disajikan itu pantas atau tidak.

Maka, gaya penulisan penting karena seringkali itulah satu-satunya informasi yang pembaca peroleh tentang penulisnya, hal yang menghubungkan pembaca dengan penulis dan memberitahukan tentang karakter penulisnya.

Memikirkan gaya penulisan berarti memikirkan tentang efek retoris dari kata-kata yang penulis pilih dan kalimat-kalimat yang dibuatnya. Gaya lebih penting daripada buku teks yang terobsesi dengan kejelasan.

Hal itu pun akan membuat penulis percaya bahwa gaya bukanlah suatu yang harus dihindari, melainkan merupakan alat nyata untuk membentuk kualitas pengalaman terhadap pembaca dan untuk memengaruhi keefektifan pesan-pesan penulis lebih dari sekadar kejujuran yang transparan .

Oleh karena itu, banyak hal dalam gaya yang baik dan banyak hal yang bisa diperoleh dari gaya menulis yang lebih rumit, lucu, atau menggunggah. Satu kesimpulan yang semestinya penulis menganggapnya perlu bahwa gaya menulis sebaiknya tidak standard dan tidak mudah dilupakan pembaca sebab gaya yang bisa dilupakan pada akhirnya bukanlah gaya menulis yang baik.

---

Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun