Perkara menulis cerpen, sebagian orang mungkin mengatakannya "gampang-gampang susah". Tentu saja, meski terkesan gampang, tetapi faktanya tidak semua orang dapat melakukannya dengan baik, apalagi terkait dengan banyak sekali aspek yang harus diperhatikan ketika seseorang menuliskannya. Â
Permintaan dan Pengalaman Menjuri
Ketika saya masih ingin bereksplorasi terhadap cerpen, Pak Edward Horas, pendiri Komunitas Pulpen di Kompasiana, meminta saya untuk menjadi juri di ajang sayembara Pulpen ke-10. Saat itu yang saya bayangkan adalah harus membaca cerpen satu per satu, menilainya, lalu memutuskan satu hingga dua cerita terbaik versi juri---suatu pekerjaan yang sungguh tidak mengenakkan bagi saya.
Namun akhirnya, saya menerima juga tawaran tersebut karena semata-mata ingin menikmati cerpen dengan beragam ide atau gagasan yang menarik.Â
Benar saja, naskah-naskah yang masuk dan tayang melalui kanal cerpen kompasiana semuanya bagus, apalagi terbukti dari 27 cerpen yang ikut serta, 25 di antaranya mendapat label "pilihan" dari tim Kompasiana. Wow!Â
Lantas, Bagaimana Saya Menilainya?
Sebenarnya, saya menilai cerpen cukup sederhana dan mendasar, yaitu melihat cara penulis bercerita dan isi dari cerita tersebut. Dua hal tersebut sebagai pintu masuk saya untuk membaca sebuah cerpen.
Cara bercerita yang saya maksudkan ini adalah bagaimana penulis mampu menampilkan gaya bahasa yang menarik, mengatur sudut pandang, latar, plot, konflik, dan penokohan.Â
Selain itu, tentang kerapihan tulisan juga perlu diperhatikan. Menurut saya, kerapihan tulisan ini sangat penting karena ketika melihat bahasa tulis yang amburadul, bisa saja akan membuat pembaca tidak berminat melanjutkannya.Â
Nah, pada cerpen-cerpen yang masuk, rata-rata bermasalah dengan teknik tersebut, meski tidak parah sekali. Himbauan saya, marilah kita, sebagai penulis, pelan-pelan memperbaiki teknis penulisan sesuai kaidah EYD, mulai dari penggunaan tata bahasa, pengaturan paragraf, penulisan dialog, peletakan tanda baca, pemakaian huruf kapital, kata depan, imbuhan, dan lainnya, agar terkesan tidak sekadar menulis.Â
Selanjutnya mengenai isi cerita, tentu saja erat kaitannya dengan ide atau gagasan yang segar. Adanya unsur kejutan di luar prediksi pembaca juga menjadi poin penting lainnya. Unsur seperti ini biasanya akan mampu memberikan efek "greget dan penasaran"  yang dapat lebih memainkan emosi pembaca sehingga ingin mengetahui akhir dari cerita tersebut.
Isi cerita merupakan daya kreativitas penulis yang akan berpengaruh terhadap orisinalitas karya. Isi cerita yang secara khusus mengandung nilai-nilai positif kehidupan dapat menjadi tambahan poin lainnya karena cerita tersebut biasanya memberikan kesan mendalam kepada para pembaca.
Menilik Cerpen-Cerpen Nominasi
Terlepas dari aspek kelemahan dan kelebihan cerpen yang masuk, mau tidak mau saya harus menentukan lima nominasi terbaik seobjektif mungkin. Kelimanya menurut saya, ceritanya paling baik. Para penulis berhasil mengekplorasi cerita sedemikian rupa sehingga membuat saya mendaulat karya mereka layak terpilih.
Â
1.  Musim Salju Kedua Kirana - Meike Juliana Matthes.Â
Cerpen bergenre romansa ini berkisah tentang konflik batin Kirana yang awalnya takut jatuh cinta, tetapi kemudian merasakan perasaan berbunga-bunga terhadap Bagas---mereka mahasiswa S-3 yang sama-sama berasal dari Indonesia.
Cerita yang diangkat penulis tentang duka dan suka yang membayangi perasaan keduanya dan juga tentang perpisahan orang tua Kirana terkait peristiwa buruk dunia perpolitikan Indonesia---saya duga peristiwa pada saat reformasi---yang menjadi penyebab Kirana dan ibunya untuk memilih pergi ke negara Jerman.
Meike Juliana Matthes mendeskripsikan suasana latar di wilayah Jerman dengan baik sehingga mampu membawa saya membayangkan tempat yang dimaksud.
Meski ada satu-dua dialog kosong, tetapi tidak saya persoalkan karena tertutupi oleh dialog antara Kirana dan Bagas lainnya yang justru menjadi amanat penting yang ingin disampaikan penulis. Amanat tersebut kemudian dijadikan penulis sebagai permintaan manis tokoh Bagas kepada Kirana. Pada ujung cerita, walaupun singkat, penyebutan "Paman" berhasil menjadi satu triger dari keseluruhan isi cerpen.Â
Â
2. Embun di Ujung Rindu - Mochamad Iqbal. Â
Cerpen hasil karya Mochamad Iqbal ini menurut saya cukup unik karena menampilkan empat plot cerita dengan sasaran obyek "kau" dan "dia" yang bervariasi. Dua narasi kecil tentang embun ditulis dengan sangat indah.
Meskipun beberapa tanda baca dan kata sapaan pun masih kurang tepat, tetapi secara keseluruhan, gagasan dari cerpen ini membuat saya termanggut-manggut.
Cerita bersetting di masa demokrasi awal setelah Indonesia merdeka dan berlatar desa di Sumatera Barat ini mengambil ide-ide politik pada masa itu yang masih berkaitan dengan perjuangan rakyat. Bagaimana kemudian tokoh "Bapak" bercerita tentang kekecewaannya terhadap anaknya, Basri, yang merantau ke tanah Jawa dengan alasan untuk memajukan daerahnya, tetapi pada akhirnya melupakan keluarga dan kampung halamannya karena politisasi.
Kekecewaan tokoh "Ambun" terhadap keputusan Mar, istrinya, yang notabene membiarkan anaknya memiliki ideologi yang awalnya berseberangan kapitalis yang dinarasikan penulis, justru menelan kepahitan bahwa kenyataannya Basri telah terjebak oleh partai Komunis.
Cerpen ini ditutup dengan ending terbuka. Akhir yang menegangkan ditulis dengan sangat baik. Jadi, saya memutuskan cerpen ini layak untuk menjadi juara ke dua.
Â
3. Bau Neraka -- Gahpraja.Â
Meski terdapat kesalahan-kesalahan sintaksis di beberapa kata dan kalimat, tetapi kekuatan tema dari cerpen "Bau Neraka" ini justru memiliki keunggulan lebih dari pada cerpen-cerpen lainnya.
Gahpraja berhasil bercerita dengan gaya satir tentang Tarman yang mengalami ketidakpedulian sosial dari masyarakat sekitarnya. Penggunaan gaya bahasa simile yang pas dan menggelitik di beberapa kalimat juga merupakan salah satu kekuatan dari cerpen ini sehingga membacanya pun tidak membosankan.
Satu dialog menarik perhatian saya, yaitu, dialog yang diucapkan Pak RT, "Tarman satu-satunya orang yang tidak pernah bahagia di kampung kita. Saya selalu memikirkan, kadang saya telah gagal menjadi seorang pemimpin."
Dialog tersebut menurut saya memberikan pesan dan kesan sangat mendalam secara khusus yang ingin disampaikan penulis agar dapat dijadikan renungan bagi siapa saja yang memiliki jabatan sebagai pemimpin.
Selanjutnya, intrik kejutan yang dihadirkan pada bagian akhir benar-benar menunjukkan bahwa penulis benar-benar piawai menuliskan sebuah kritik sosial terhadap orang-orang yang kurang empati.
Tidak banyak yang ingin saya ulas di sini karena terlanjur suka terhadap ide ceritanya sehingga saya memutuskan cerpen ini menjadi juara pertama sayembara pulpen x. Maka silakan pembaca membacanya sendiri.Â
4.  Satu Kos dengan Pembunuh - Yuni S.Â
Isu mutilasi merupakan tema yang ingin diangkat penulis dan sangat berkaitan dengan kejahatan sejenis yang belakangan ini banyak diberitakan di media masa.
Saya sangat terkesan dengan cara Yuni S menyampaikan isi cerita. Gaya penyampaiannya menarik dan lugas sehingga lebih mudah dicerna pembaca.
Saya menduga penulis sengaja membuat cerita yang sebenarnya "gore" ini menjadi lebih ringan untuk dibaca, padahal kekuatan "gore" dari cerita ini seharusnya mampu memainkan emosi pembaca dengan beberapa narasi yang mencekam.
Namun, sisi lain menariknya cerita ini adalah penulis menyajikan dialog akhir antar tokoh "aku" dan Gilang yang menggelitik, meskipun akhirnya suasana horor tampak juga di sini. Yup, cerita dari Yuni S ini cukup berhasil menarik perhatian saya.
5.  Cermin - Salma Rihhadat.
Cerpen dari Salma Rihhadat ini saya nilai sebagai satu-satunya cerita yang memiliki keunggulan pada teknikal penulisannya yang sangat baik. Atas dasar inilah saya memasukkan cerpen ini sebagai salah satu cerpen pilihan juri.
Tidak hanya itu, melalui tokoh "aku", saya juga menilai penulis berhasil menciptakan alur cerita dengan sangat rapi, yaitu mengenai kekerasan yang dilakukan oleh tokoh suami terhadap istrinya yang cantik, yang notabene tidak mencintainya karena telah menjalani pernikahan "terpaksa" sebagai jaminan pelunasan hutang oleh orang tua perempuan.
Cerita yang berlatar di sebuah kamar ini mengisahkan tentang kesaksian "aku" terhadap peristiwa KDRT yang dilihatnya dengan segala intrik dan konflik di sana. Walaupun ide cerita bukan sesuatu yang baru, tetapi penulis mampu menggiring pembaca pada penjelasan singkat bahwa tokoh "aku" yang ada di cerpen ini adalah sebuah cermin, melalui kalimat, "Aku pecah berkeping-keping".
Demikianlah, keputusan ini saya buat dengan segala kekurangan. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih, khususnya kepada Komunitas Pulpen atas kepercayaan yang berikan kepada saya.
Selamat untuk para pemenang. Bagi penulis yang karyanya belum terpilih, kalian harus tetap semangat untuk terus mengasah kreativitas tanpa batas dalam menulis cerita-cerita terbaik.Â
---Â
 -Shyants Eleftheria, Life is A Journey-Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H