Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengadopsi Pemikiran John Dewey untuk Sistem Pendidikan Berkelanjutan, Bisakah?

2 Mei 2023   20:04 Diperbarui: 3 Mei 2023   09:33 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi John Dewey , filsuf pendidikan pragmatis| image by www.inspiringquotes.us

Abad ke-20 telah membawa banyak inovasi dan revolusi yang mencengangkan, di antaranya adalah kebangkitan demokrasi sebagai bentuk utama pemerintahan di seluruh dunia. Dengan demikian, menjadi sangat jelas bahwa jika sistem politik demokrasi ingin bertahan, pendidikan harus turun dari lingkup tertinggi untuk kemudian menyentuh pikiran rakyat jelata.

Pada awal masa itulah, seorang perintis pendidikan pragmatis telah lahir di Burlington, 20 Oktober 1859, John Dewey, yang kemudian dikenal sebagai filsuf Amerika. John Dewey telah menunjukkan prestasi yang cukup besar sejak usia dini. Pada usianya yang ke-15, dia sudah memulai pendidikan kuliahnya di Universitas Vermont dan selanjutnya terbukti menjadi awal dari apa yang akan menjadi karirnya yang luar biasa selama sekitar 70 tahun. 

Dalam perjalanan keilmuannya, Dewey menulis secara ekstensif dari awal hingga akhir. Saat kematiannya pada tahun 1952, dia telah menyelesaikan dan menerbitkan lebih dari 1000 karya. Namun, dari sekian banyak tulisan yang dihasilkannya, pendidikanlah yang terutama membawa namanya ke dunia akademis kontemporer. 

Sepanjang hidupnya, Dewey mendedikasikan berjam-jam waktunya untuk menulis artikel, esai, dan buku. Semuanya untuk menciptakan filosofi pendidikan yang ideal, di antaranya "Demokrasi dan Pendidikan", "Pengalaman dan Pendidikan", "Publik dan Permasalahannya". Tulisannya yang paling berpengaruh penting adalah "Demokrasi dan Pendidikan", yang dikenal secara luas di dunia pada tahun 1916. 

Sekitar waktu kelulusannya dari Universitas Johns Hopkins, tempat dia menerima gelar Doktor dalam filsafat, terjadilah perang pemikiran di tanah Amerika. Para pendidik yang termasuk ke dalam pendidikan "romantik", yang disebut Dewey sebagai pemikir "baru" dan pendidikan tradisional yang disebutnya pemikir "lama", bertarung sengit sehingga menimbulkan kekacauan yang terus  berkecamuk. 

Dari sisi pemikir baru atau romantik, para pendidik memiliki cita-cita pendidikan yang mementingkan kondisi anak-anak sehubungan dengan disposisi masing-masing. Mereka mengklaim bahwa hanya ini yang diperlukan sebagai titik awal pendidikan masyarakat. Sebaliknya, cara pendidik tradisional menganggap setiap anak sebagai wadah kosong yang siap diisi dengan informasi yang dianggap tepat oleh pendidiknya, terlepas dari disposisinya. Harapan Dewey adalah bahwa sistemnya dapat menghentikan perdebatan tanpa akhir dan memberikan kepada negara (Amerika, pada saat itu) sebuah sistem pendidikan yang sesuai dengan sistem politik demokrasi yang dianut dan diperjuangkannya. 

Perlu dicatat bahwa dari kedua sistem tersebut, Dewey lebih condong ke cara tradisional. Ini bukan untuk mengatakan bahwa dia tidak---dalam beberapa hal---setuju dengan pola pendidikan romantisme, tetapi dia percaya bahwa watak alami anak-anak harus menjadi titik awal pendidikan.

Dewey menolak pendekatan pembelajaran hafalan didorong kurikulum yang telah ditentukan yang merupakan metode pengajaran standar pada saat itu. Namun, sesuatu yang menurutnya penting, dia juga menolak pendekatan yang berpusat pada anak yang mengikuti minat dan dorongan hati yang tidak diinformasikan secara tidak kritis. Dewey percaya bahwa materi pelajaran tradisional itu penting, tetapi juga harus dipadukan dengan kekuatan dan minat anak-anak.

Dewey menyarankan bahwa individu anak-anak yang belajar harus tumbuh sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi mereka dengan dunia, bukan semata penekannya pada disiplin dan hafalan. Interaksi dan pengalaman ini mengarahkan anak-anak secara individu untuk terus mengembangakan konsep baru, praktik, ide, dan pemahaman yang pada gilirannya disempurnakan melalui pengalaman hidup dan interaksi sosial pembelajaran.

Apa yang menurut Dewey sama pentingnya dan sesuatu yang juga harus menjadi perhitungan adalah tentang pribadi anak-anak itu sendiri:  Dari mana asal mereka, apa latar belakang budaya mereka, dan apa yang dihargai oleh lingkungan mereka? 

Semua faktor ini harus diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan, sebab jika tidak, masyarakat berisiko mengasingkan anak-anak hanya karena apa yang diajarkan kepada mereka tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka---dan jika masyarakat tidak berhasil menciptakan lingkungan yang mereproduksi keadaan sosial individu anak, maka minat serta keberhasilan dalam pendidikan, kemungkinan besar akan menurun secara dramatis.

Pendekatan pragmatis John Dewey (kebenaran dari segala sesuatu berdasarkan dari kemanfaatannya) untuk pendidikan dan pembelajaran telah berpengaruh secara internasional dan bertahan dari waktu ke waktu. Dia melihat tujuan pendidikan lebih ditekankan untuk menjadi budidaya individu berpikir kritis, reflektif, terlibat secara sosial, daripada menerima pengetahuan secara pasif. 

Dengan mengingat hal ini, tidak perlu dia katakan bahwa standardisasi nasional tidak akan berhasil karena perbedaan besar antara masing-masing anak pasti akan mencegah keberhasilannya. Seharusnya, perbedaan tersebut tidak menjadi pola pikir bahwa setiap anak harus berjuang untuk menuntaskan pendidikannya dengan berkuliah di universitas bergengsi yang hanya akan dicapai oleh beberapa orang terpilih. 

Tujuan Dewey menciptakan sistem pemikiran pendidikannya tidak lain adalah untuk mendidik dengan tujuan utama mempersiapkan setiap anak untuk berfungsi setinggi mungkin dalam masyarakat demokratis yang akan segera mereka warisi. Jika dijalankan dengan benar, kemungkinan terbesar untuk mengembangkan potensi mereka secara penuh dan memberi setiap siswa kemampuan untuk memanfaatkan kapasitas masing-masing akan tercapai. 

Persoalan pendidikan, menurut Dewey, adalah persoalan mengendalikan kegiatan anak-anak dengan memberi mereka arahan. 

Kita tidak hanya mempersiapkan anak-anak untuk lulus dari remaja ke dewasa, tetapi mempersiapkan mereka untuk pertumbuhan pikiran yang berkelanjutan dan penerangan hidup yang berkelanjutan. 

Agar sebagai masyarakat dapat mencapai hal ini, kita harus melakukan perubahan yang signifikan terhadap para pendidik yang mendidik anak-anak kita. Selain mengetahui subjek spesifiknya, para pendidik tersebut juga dilatih untuk mengidentifikasi dan memisahkan sistem budaya yang berbeda. 

Hal ini, tentu saja, akan agak sulit bagi para pendidik kita dan akan membutuhkan kemurahan hati yang jauh dari pengekangan untuk menahan prasangka pribadi agar dapat menghindari indoktrinasi apapun terhadap ideologi pendidik tersebut atau lembaga terkait. 

Masing-masing anak harus diberi pelajaran yang membahas masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka yang sebenarnya atau apa yang paling mungkin menjadi kehidupan di mana mereka akan tumbuh. 

Keinginannya untuk menghubungkan pendidikan dengan lingkungan masyarakat secara keseluruhan berakar pada kekuatan demokrasi yang berkembang. Dewey pun berpendapat bahwa berhasil atau tidaknya suatu demokrasi, itu tergantung pada pendidikan yang diberikannya kepada rakyatnya. Hal ini menurut Dewey karena yang paling dibutuhkan oleh demokrasi adalah kemampuan rakyatnya untuk mengatasi masalah dan mengembangkan solusi kreatif yang memungkinkan komunikasi produktif dan koeksistensi di antara pendapat yang berbeda. 

Tanpa pelajaran untuk mengembangkan karakteristik ini, akan sulit bagi seorang anak untuk mengembangkan keterampilan dan kebiasaan yang diperlukan untuk berkembang dan berkontribusi sepenuhnya pada masyarakat yang demokratis.

Demokratis, katanya, merupakan keyakinan bahwa proses pengalaman lebih penting daripada hasil nilai khusus apapun yang dicapai. Hasil khusus yang dicapai hanya memiliki nilai tertinggi karena digunakan untuk memperkaya dan mengatur proses yang sedang berlangsung. Sementara, keyakinan pada demokrasi adalah satu kesatuan dengan keyakinan pada pengalaman dan pendidikan karena proses pengalamanan itulah yang mampu mendidik. 

Tugas pendidikan masa depan, katanya, adalah untuk mengklarifikasi gagasan tentang perselisihan sosial dan moral pada kehidupan masyarakat secara luas. 

--- 

Shyants Eleftheria, Life is a Journey

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun