Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Seseorang Ingin Menjadi Penulis, tetapi Tidak Suka Membaca, Bisakah?

9 Maret 2023   14:24 Diperbarui: 10 Maret 2023   08:28 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang penulis|by pixabay

William Cuthbert Faulkner, penulis dari Mississippi, Amerika Serikat, yang memenangkan penghargaan Nobel Sastra pada 1949, pernah berkata, "Membacalah, kamu akan menyerapnya, lalu menulislah."

Ketika kita mendengarnya, perkataan Faulkner tersebut seperti mengisyaratkan bahwa selain menulis, sebaiknya penulis membiasakan juga untuk membaca. Lantas, apakah untuk menjadi penulis yang baik, seseorang harus membaca banyak buku?

Pertanyaan semacam itu kerap kali diutarakan oleh seorang penulis. Penulis sering merasa bersalah karena tidak cukup membaca dan seolah-olah perlu mencapai "ambang" ajaib supaya dianggap cukup membaca untuk kebutuhan menulis.

Pada kenyataannya, seseorang harus menghargai kualitas daripada kuantitas. Ini bukan tentang berapa banyak buku yang dibaca, tetapi tentang bagaimana seseorang terlibat dengan apa yang dia baca. Hal tersebut sangat sesuai dengan pendapat seorang filsuf Amerika Serikat, Mortimer. J Adler, yang mengatakan bahwa dalam hal buku-buku bagus, intinya bukan untuk melihat berapa banyak dari buku-buku itu yang dapat seseorang baca, tetapi berapa banyak yang seseorang dapat terima.

Secara umum, penulis yang kurang suka---atau tidak banyak---membaca dalam hidupnya terkadang memiliki ketakutan terburuk bahwa kebiasaannya itu akan terkonfirmasi atau tervalidasi dengan sendirinya. Nah, sebuah pertanyaan kembali muncul. Bisakah seseorang menjadi penulis jika tidak membaca? Jawaban singkatnya adalah "ya" dan "tidak".

 

Kaitan menulis dan membaca

Menulis adalah bentuk ekspresi diri yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Namun, dalam hal membaca, bagi beberapa orang, khususnya penulis, membaca mungkin membutuhkan banyak waktu dan energi, entah itu disebabkan oleh beban pekerjaan lain atau hambatan menulisnya sendiri. Dengan keterbatasan itu, maka kecenderungan seseorang seakan-akan harus memilih antara menulis atau membaca.

Banyak yang mengatakan, menjadi penulis tanpa menjadi membaca seperti seseorang yang mencoba membuat simfoni lagu saat dia tidak terlalu banyak mendengarkan musik klasik; atau seseorang yang membuka restoran saat dirinya tidak tahu apa-apa tentang bisnis dan memasak. Menulis tanpa sering membaca juga dianggap sama halnya berbicara tanpa mendengarkan. Suaranya ingin didengar tanpa berusaha mempelajari apa yang telah dikatakan dan dilakukan orang lain sebelumnya.

Tentang hal ini, mengutip dari memoar seorang penulis kontemporer terkenal Amerika Serikat, Stephen Edwin King, yang mengatakan, "Kita harus membaca secara luas, lalu menyempurnakan sendiri (mendefinisikan ulang) bacaan itu saat kita sedang melakukannya. Sulit bagi saya untuk percaya bahwa dalam beberapa kasus, orang-orang membaca sangat sedikit atau tidak sama sekali dan mereka berani menulis dan mengharapkan orang lain menyukai apa yang telah mereka tulis, meski saya tahu itu benar. Setiap orang yang pernah mengatakan kepada saya bahwa dia ingin menjadi seorang penulis tetapi tidak punya waktu untuk membaca, bisakah saya berterus terang tentang hal itu? Jika tidak mempunyai waktu untuk membaca, Anda tidak memiliki "makanan" untuk menulis---sederhananya seperti itu."

 

Kita adalah apa yang kita makan

Seseorang yang terbiasa membaca sebelum menulis seringkali diibaratkan dengan mesin yang mengisi bahan bakar sebelum bekerja. Dengan mengasumsikan bahwa kita adalah apa yang kita makan, maka penulis adalah apa yang dia baca. Itu bisa diartikan bahwa biasanya tulisan yang dihasilkan oleh seorang penulis, biasanya sedikit banyak dipengaruhi oleh sumber yang dia baca.

Akan tetapi, seperti halnya seseorang yang makan di restoran, hal itu tidak menjadikannya sebagai juru masak yang baik. Meski analogi antara juru masak dan penulis tidak signifikan, tetapi seseorang mungkin bisa memaknainya bahwa membaca bukanlah satu-satunya komponen untuk menjadi penulis yang baik. Banyak komponen penting yang justru lebih memusatkan pada penerapan kegiatan penulisan itu sendiri, yaitu latihan, imajinasi, dan perhatian terhadap detail penulisan. Semua kualitas yang berasal dari kegiatan menulis artinya bisa dioptimalkan, bukan hanya membaca.

Penulis yang baik akan menggabungkan elemen dari berbagai sumber untuk membuat tulisan terasa segar, seperti pengalaman kehidupan nyata, interaksi sosial, hubungan pribadi atau hubungan kerja. Sumber lainnya bisa juga dengan mendengarkan buku audio, radio, dan menonton berita atau hiburan di televisi. Alih-alih menghabiskan hidup untuk membaca, seseorang mungkin kehilangan bahan mentah itu. Kesemuanya memungkinkan seseorang dapat menambah wawasan dalam menulis dan menciptakan tulisan yang berkarakter, bahkan bisa lebih baik daripada isi perpustakaan yang tidak terbatas.

Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa buku adalah bagian penting dari belajar menulis. Dari membaca, seorang penulis dapat belajar memahami aturan penulisan yang baik, misalnya cara membuat kalimat efektif, mengetahui sintaksis, tanda baca, unsur-unsur cerita, hingga bagaimana cara menulis esai, dan sebagainya.

Dengan membaca, penulis juga dapat menemukan teknik dan gaya sastra, menyampaikan pemikiran di kepalanya sehingga orang lain dapat memahami tulisan yang dia tulis atau bahkan membuat orang lain seolah-olah mengalami cerita seperti yang diinginkan.

Jadi, pengalaman membaca secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap keterampilan menulis seseorang dan bisa menginspirasi ide-ide sebuah tulisan dengan analisis yang lebih dalam, ditambah pula akan lebih mendapatkan perspektif luas tentang hal-hal yang berkaitan dengan wawasan menulis.

Apakah membaca akan terlalu memengaruhi tulisan seseorang dan mungkin secara tidak sengaja menjiplak dari penulis lain?

Memang tidak ada penulis yang dapat meniru penulis lain dengan sempurna, tetapi catatan khusus yang harus ditekankan bahwa sumber bacaan bagi seorang penulis hanya untuk memberikan inspirasi atau ide, yang artinya tidak serta merta memperbolehkan seorang penulis memplagiatnya secara mutlak.

Jadi, meskipun seorang penulis berpikir tiba-tiba dia menulis seperti "Putu Wijaya", Pramoedya Ananta Toer", "Tere Liye", "Dewi Lestari", bahkan seperti "Edgar Allan Poe", dan "William Shakespeare" sekali pun, tanda tulisannya sendiri pun akan tetap muncul.

Semua cerita muncul dari cerita sebelumnya, tidak peduli bagaimana para penulis mengonsumsinya. Banyak juga penulis mengejar ide tulisan, termasuk cerita, yang merupakan reinkarnasi dari pengaruh masa kecil mereka atau mungkin mendaur ulang cerita yang mereka baca. Intinya, membangun tulisan dan menanggapi ide-ide lama adalah inti dari seni. Jadi, ketika penulis mampu merangkul semua pengaruh dari apa yang mereka dapatkan, baik berasal dari buku atau dari tempat lain, itu tidak masalah.

Saat seseorang memperkuat tulisannya, dia akan memiliki kontrol yang cukup atas gayanya untuk membuat setiap kalimat yang terasa disengaja. Jadi, ketika dirasuki oleh penulis lain seharusnya itu tidak menjadi perhatian utama ketika harus membaca suatu sumber inspirasi saat mengerjakan proyek penulisan.

Tidak ada aturan keras dan cepat untuk menjadi pembaca yang baik atau penulis yang baik. Kuncinya, hanya ada satu pedoman : Berani mencoba, yaitu mencoba menjadi penulis terbaik untuk belajar dari banyak sumber, termasuk melalui membaca.

Menemukan buku yang memicu keinginan penulis untuk membaca, dan kemudian mengambil inspirasinya untuk menulis, akan memberikan pengalaman tanpa kekhawatiran apakah seseorang itu sudah cukup membaca atau tidak.

Nah, bagi Anda yang tetap berminat menjadi penulis, bagaimana perjalanan menulis Anda? Apakah Anda selalu suka menulis tanpa harus membaca atau Anda melakukan keduanya? Apapun yang anda lakukan, untuk menjadi penulis, maka tetaplah menulis.

---

-Shyants Eleftheria, Life is a journey-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun