Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Fenomena Cinta, Bagaimanakah Kita Memandangnya?

19 Oktober 2022   19:14 Diperbarui: 22 Oktober 2022   14:19 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa pun yang pernah jatuh cinta akan sepakat bahwa mengalaminya adalah salah satu pengalaman paling euforia yang dimiliki manusia. 

Seringkali, pengalaman tersebut membuat seseorang seolah-olah melemparkan logikanya jauh-jauh karena orang yang dia inginkan bak telah memikat setiap sel di tubuhnya dan tidak ada yang dia inginkan selain bersama orang tersebut.

Jika demikian, apakah jatuh cinta bisa menimbulkan semacam kegilaan jiwa? Kemungkinan, bisa. Nah, ini berbahaya sekaligus mengasyikan sebab kegilaaan itu sendiri tidak dapat diprediksi. Ketika seseorang benar-benar terpengaruh oleh banyak kegilaan, tentu saja itu di luar kendalinya.

Tentang jatuh cinta, fenomenanya membuat siapa pun terpesona, termasuk para filsuf sepanjang zaman, salah satunya adalah seorang filsuf Denmark dari abad ke-19, Soren Kierkegaard. 

Dia kemudian menggagas ide filosofi tentang jatuh cinta dengan membedakan jenis cinta berdasarkan pengalamannya dan menyimpulkannya menjadi dua, yaitu cinta prefensial dan nonprefensial.

Menurut Kierkegaard, cinta prefensial merupakan bentuk cinta yang penuh gairah. Cinta jenis ini mengatakan lebih banyak tentang segala hal yang membuat seseorang tertarik dan bagaimana obyek keinginannya memuaskan hasrat kebutuhannya. 

Ketika jatuh cinta, tentu saja seseorang memiliki ketertarikan terhadap obyek atau penerima cinta karena dianggap memiliki kemampuan membangkitkan rasa senang dalam dirinya. 

Bahwa kesenangan yang tidak terlahir dari subyek pemberi cinta itu sendiri, maka fenomena yang terjadi, seringkali orang yang mengalami cinta prefensial ini akan berkorban untuk kebahagiaan orang yang dicintainya tersebut.

Berbeda dengan cinta prefensial, Kierkegaard menyatakan bahwa cinta nonprefensial justru tidak didorong oleh gairah, bersifat non-erotis, dan tidak egois karena merupakan sumber yang tidak terbatas dan dapat diberikan oleh siapa pun tanpa henti. 

Kierkegaard juga menggambarkan jenis cinta nonprefensial ini sebagai cinta sejati yang dimiliki seseorang kepada sesama, tidak peduli kepada siapa pun, bahkan kepada orang yang tidak disukai sekalipun.

Dari pengalaman jatuh cintanya, selama studi di Universitas Kopenhagen, Kierkegaard bertemu dengan Regine Olsen yang sembilan tahun lebih muda darinya. 

Dia jatuh cinta pada perempuan itu dan menganggap perasaan mereka akan saling menguntungkan. Sayangnya, bukan peristiwa indah yang didapatkannya, melainkan tragis.

Karena melihat cinta melalui tabir gairah, Kierkegaard mengetahui bahwa cinta yang intens antara dia dan Regine tidak mungkin berkelanjutan dan akhirnya akan memudar. 

Setahun setelah mereka bertunangan, Kierkegaard lantas memutuskan pertunangan. Dia menangis dan berduka, tetapi menerima takdirnya sendiri sebagai penulis soliter dan tetap setia secara emosional kepada Regine.

Regine Olsen, bagaimanapun sedihnya, akhirnya menikah dengan pria lain, tetapi tidak pernah sepenuhya melepaskan persaannya terhadap Kierkegaard---setidaknya begitu kisah mereka. 

Namun, keindahan itu justru tercipta bahwa dengan memutuskan pertunangan, Kierkegaard mengabadikan cintanya yang mendalam untuk Regine dan tetap menganggap bahwa wanita itu tetap sangat berpengaruh sepanjang hidupnya---kisah percintaan Soren Kierkegaard dan Regine Olsen selanjutnya menjadi pola dasar mitologis.

Cinta prefensial Soren Kierkegaard datang dengan keterikatan yang kuat dan ketika ditujukan kepada Regine Olsen, sang Kekasih, cintanya menjadi basah oleh nafsu. 

Dalam kegilaannya, cintanya kemudian menghasilkan ledakan emosi yang bertentangan: Dari kerinduan yang besar hingga kemarahan serta kecemburuan yang luar biasa. 

Kierkegaard pun mempertanyakan, mengapa di dunia ini kita harus mengejar sesuatu yang bisa berubah dari kasih sayang menjadi benci dalam sekejap? Apakah ini cinta sejati atau kutukan? Apakah itu manifestasi dari kegilaan batin yang telah di angkat ke domain suci?

Ketika melihat filosofi kuno, kita menemukan bahwa Kierkegaard bukan satu-satunya yang mempertanyakan tentang apa yang kita junjung sebagai cinta romantis. 

Cinta romantis bisa merupakan cinta sejati yang dapat membawa kebahagiaan, tetapi juga diakui berpotensi membahayakan apabila melibatkan kemelekatan dan penderitaan yang tidak sehat.

Sekarang ini mungkin tampak jelas, beberapa kali pengalaman sebagian orang, jatuh cinta berjalan bersamaan dengan keinginan yang dalam serta rasa sakit yang mengikutinya. 

Seperti yang telah diamati oleh Stoa (kaum pemuja stoikisme) bahwa masalah dan keinginan adalah kekecewaan ketika seseorang gagal mendapatkan objek kenginannnya. 

Ini mengarah pada kecemburuan atas kepemilikan karena ketika dua orang sangat mencintai satu sama lain dan tidak menginginkan apa pun selain keterikatan bersama, mereka juga menghasilkan rasa takut terhadap perpisahan yang merupakan bentuk penderitaan.

Contoh dalam budaya yang lebih popular, yaitu kisah Anakin Skywakler dan Padme Amidala dalam "Stars Wars". Anakin memiliki ketakutan akan kehilangan sosok Padme.

Ketakutan yang terus menguasai dirinya hampir sepenuhnya itu kemudian menimbulkan keinginan mendalam untuk tidak pernah berpisah dari kekasihnya---Anakin terpisah dari ibunya dan itu membuatnya mudah dieksploitasi oleh kejahatan.

Anakin mengorbankan cinta sejatinya yang seharusnya dia miliki sebagai Jedi atau pahlawan utama dalam jagat "Stars Wars". 

Untuk cinta dan egois, terlepas dari kematian dan kesengsaraan yang dia ciptakan, akhirnya dia beralih ke sisi gelap. Dari kisah tersebut, jatuh cinta kemudian disimpulkan sebagai jebakan. Lantas, atas dasar jebakan, apakah cinta antara dua orang bisa berkelanjutan?

Sebenarnya, pasangan yang terlibat asmara kemungkinan bisa mengalami cinta sejati. Cinta sejati adalah cinta yang memiliki unsur-unsur di dalamnya berupa cinta kasih (kemampuan untuk membawa kebahagiaan orang lain).

Kemudian, kasih sayang (kemampuan untuk memperhatikan penderitaan orang lain dengan memberikan kegembiraan karena dianggap penting untuk bersenang-senang bersama dan tidak membuat satu sama lain menangis sepanjang waktu), dan inklusivitas (dua orang menjadi satu dan bersedia menanggung beban satu sama lain).

Cinta sejati umumnya diwujudkan dalam ikatan pernikahan yang sakral sebagai manifestasi dari persahabatan yang lengkap dan perhatian satu sama lain, baik di pihak suami maupun istri, dalam sehat atau sakit dan setiap saat karena mereka saling mengikat untuk alasan penyatuan yang sukses dengan mengasilkan keturunan. 

Hanya, masalah yang dihadapi banyak orang adalah bahwa  mereka mencari hubungan dengan harapan pasangan mereka akan mengisi kekosongan yang membuat mereka utuh---ini bukan cara tepat untuk berpikir tentang cinta sebab jika kita membiarkan kebahagian kita tergantung pada kekuatan eksternal, itu sama halnya kita menaruh kepercayaan kepada seseorang yang sangat tidak dapat diandalkan. 

Namun, fenomena yang turut menyertai problema cinta itu sendiri adalah meski kesakralan pernikahan telah terkikis sehingga komitmen jangka panjang antara dua orang berdasarkan kepercayaan dan tanggung jawab sebagian besar telah tergantikan oleh monogami serial, karena tampaknya orang-orang masih mendambakan cinta itu sendiri.

Konsep cinta telah berkisar pada pengalaman tergila-gila dengan orang lain yang membahagiakan. Dalam kebanyakan kasus, cinta menggambarkan ikatan antara dua orang yang mencangkup ketertarikan fisik. 

Cara kita mempraktikkan cinta telah berubah selama bertahun-tahun dan bahkan menjadi norma, misalnya, fenomena ksatria abad pertengahan yang berusaha mengesankan wanita bangsawan dengan melakukan berbagai layanan, seperti pergi berperang, merayu seorang wanita secara heroik untuk mendapatkan persetujuannya.

Akan tetapi, fase tergila-gila yang seseorang alami ketika jatuh cinta mungkin membuatnya merasa lengkap untuk sementara waktu. Namun, ketika bulan madu berakhir, dia kembali pada ketidaklengkapannya itu. 

Itulah sebabnya, banyak orang dihadapkan dengan kekurangan batin sehingga mereka memutuskan berpisah dengan satu pasangan dan mencari yang lain hanya untuk mendapatkan romantisme lagi.

Padahal kesempurnaan bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan di mana pun, kecuali di dalam diri kita sendiri. Ketika merasa lengkap sebagai individu, kita akhirnya bisa mencintai tanpa syarat.

Karena jatuh cinta bisa menjadi pengalaman yang indah, yang tidak dinodai oleh keinginanan dan kebutuhan semata, maka dengan cara ini kita tidak melihat cinta sebagai jalan menuju kesempurnaan, tetapi sebagai kesempatan untuk berbagi kelengkapan kita sendiri dengan orang lain. 

Idealnya, ketika menilik kisah percintaan Soren Kierkegaard-Regine Olsen atau Anakin Skywakler-Padme Amidala, kita seharusnya memasuki domain cinta nonprefensial, yaitu bahwa kita tidak hanya jatuh cinta terhadap keberadaan pasangan yang sempurna, tetapi juga terhadap sisa-sisa keberadaannya yang tidak sempurna. 

Jadi, tidak ada yang lebih ditekankan lagi agar kita mencintai orang lain, selain seolah-olah mereka adalah diri kita sendiri. Dengan begitu kita akan benar-benar peduli kepada semua hal.

-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun