Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tanggung Jawab di Balik Pemberitahuan Akun Terverifikasi

5 Oktober 2022   10:37 Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:09 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menulis adalah mencipta. Dalam suatu penciptaan, seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi dia menyertakan juga seluruh jiwa dan napas hidupnya"---Stephen King. 

Pada bulan bahasa ini, tepatnya tanggal 4 Oktober 2022, bonus yang saya dapatkan dari hasil kegiatan menulis di Kompasiana dalam kurun waktu dua tahun ini adalah tercentang birunya atau terverifikasinya akun saya. Walaupun bukan merupakan target saya, notifikasi pemberitahuan tersebut tentu saja membuat saya gembira. Namun, selain rasa kegembiraan, ternyata ada perasaan lain yang menyelinap di rongga hati saya, yakni rasa "was-was". Nah, mengapa bisa demikian?

Saya memulai debut menulis di Kompasiana tanggal 22 September 2020---masih Taruna. Berbeda dengan kompasianer lainnya, baik akun-akun bercentang hijau maupun biru, yang rata-rata menelurkan tulisannya dengan jumlah ratusan, bahkan ribuan, saya justru termasuk yang kurang produktif di kompasiana---dan itu jelas terlihat dari jumlah tulisan saya di blog bersama ini yang hanya terbilang puluhan saja. Ya, saya mengakui itu.

Akan tetapi, meski mengakui hal tersebut, saya juga hendak berbagi sedikit pandangan bahwa yang sebenarnya hendak saya capai dalam menulis adalah kualitas, bukan kuantitas. Hal itu saya upayakan sungguh-sungguh, misalnya, bagaimana selama ini saya masih bergelut dengan pembelajaran tentang penulisan yang baik dan benar---tentu saja sesuai aturan penulisan Bahasa Indonesia, EYD, PUEBI, dan lainnya---, bagaimana mencari tema tulisan yang sesuai dengan apa yang saya minati (syukur-syukur memberikan impact atau pengaruh terhadap pembaca), bagaimana saya harus bergulat dengan pendapat sendiri mengenai pantas atau tidaknya tulisan saya dipublikasikan (jangan sampai menjadi polemik dan malah berimbas buruk ke diri saya sendiri), dan lain sebagainya.

Sebagian mungkin akan mentertawakan saya, "Kok, sampai sebegitunya, sih? Menulis, ya, menulis saja. Ribet amat." Namun, ya, inilah saya, telepas setuju atau tidak, meski tulisan yang saya hasilkan tidak serta merta menjadikannya langsung sempurna, setidaknya saya mencoba mengusung nilai edukasi, salah satunya tentang cara penulisan itu sendiri. 

Dari banyak tulisan yang saya baca, khususnya di kompasiana ini, khususnya juga tulisan dari akun bercentang biru, ketika menulis, beberapa dari mereka seperti mengabaikan sisi bahasa tulisan yang baik: aturan tanda baca, sintaksis, kata baku, dan lain-lain. Mungkin, yang melatarbelakangi sebagian penulis mengabaikannya adalah adanya anggapan bahwa menerapkan aturan-aturan penulisan tersebut justru kian membatasi kreativitas menulis dan bahwa menulis dengan bebas adalah hak bagi penulis, tanpa dibatasi aturan yang memusingkan kepala. Namun, bukankah menulis dengan kekacauan penulisan justru merupakan ketidakhormatan kita terhadap Bahasa Indonesia---yang telah digaungkan oleh para pemuda di salah satu teks Sumpah Pemuda---dan kurang menghargainya kita terhadap guru-guru yang telah bersusah payah mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia sejak sekolah dasar? Baiklah, semua kembali ke diri masing-masing sebab pemikiran seseorang tidak bisa kita tentang meski berbeda.

Kembali ke terverivikasinya akun saya. Meski "was-was", hal ini justru membuat saya menjadi lebih ingin bertanggung jawab. Pertanggungjawaban itu bukan hanya terhadap isi tulisan, melainkan juga terhadap apresiasi yang telah Kompasiana berikan kepada saya.

Jujur, bagi saya, menulis adalah hobi. Menurut saya, menulis merupakan pelepasan ide-ide kepala yang tidak bisa kita ucapkan secara langsung. Menulis juga merupakan terapi untuk bahagia, seperti quotesnya Graham Grenee, penulis Inggris, yang mengatakan, "Menulis adalah suatu bentuk terapi; kadang-kadang saya bertanya-tanya bagaimana semua orang yang tidak menulis, mengarang, atau melukis, dapat keluar dari kegilaan kegilaan, melankolis, kepanikan, dan ketakutan yang melekat pada kondisi manusia."

Meski akhirnya saya mengakui adanya rasa malas yang kadang-kadang menganggu, atau juga perkara waktu yang tentu saja saya harus membaginya dengan kegiatan lain---ini terdengar seperti alasan klise sebab banyak penulis yang nyatanya lebih sibuk dari saya ketika melakukan kegiatan lain, tetapi masih bisa produktif menulis---, saya akan terus konsisten menulis tentang apa yang saya sukai tanpa adanya batasan untuk itu.

Terima kasih Kompasiana akan "warning"nya dan terima kasih para pembaca, terutama teman-teman sesama kompasioner.

--Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun