Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Stres Membawa Pengaruh Positif

28 Mei 2022   19:14 Diperbarui: 29 Mei 2022   11:05 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin sepakat bahwa kebahagiaan merupakan tujuan yang selalu ingin kita dapatkan pada setiap perjalanan hidup. Namun, untuk meraih kebahagiaan itu ada kalanya kita tidak serta merta berada di jalan yang mulus seperti jalan lurus tanpa belokan di sana-sini. 

Segudang tantangan bak kerikil tajam yang menghalangi perjalanan, yaitu berupa beban dan rintangan hidup yang memberatkan, mungkin akan terus terpapar di sepanjang langkah kita. 

Beban dan rintangan itu kemudian menjadi penyebab ketegangan, kekacauan mental, dan emosional atau lebih dikenal dengan istilah "stresor" dan kita menganggapnya sebagai musuh. 

Lantas, bagaimana jika stres yang dihasilkannya itu ternyata bukanlah merupakan sumber utama penghalang kebahagiaan kita?

Tidak peduli ke siapa pun orangnya, stresor sebagai rintangan hidup akan terus memburu kita sehingga kita pun mungkin akan menghadapi situasi sulit dan perangkap yang tak terduga. 

Namun, ketika berada pada posisi yang sedemikian rentan untuk menyerah, kebahagiaan justru berdiri paling ujung---dan untuk tiba di garis finish tersebut, itu jelas tergantung ke upaya bagaimana kita menanggapi stresor tersebut.  

Alih-alih menghadapi stresor secara langsung, kebanyakan dari kita justru memilih arah berbalik dan lari untuk menghindarinya. 

Kita mungkin mengutuk keadaan tersebut dan berharap semuanya bisa menjadi sederhana dan mudah, padahal alasan menghindar itulah yang membuat kita makin jauh dari titik kebahagiaan.

Menghindari stresor memang terdengar lebih mudah daripada kedengarannya. Tentu saja, kita ingin merasa mampu mengatasi apa pun yang dilemparkan kehidupan kepada kita. 

Kita ingin menumbuhkan pola pikir positif dan berani menghadapi stresor tersebut meski kita sendiri kebingungan dari mana pola pikir itu berasal dan langkah apa yang seharusnya kita ambil untuk mengubah hubungan kita dengan stresor menjadi harmonis. 

Beberapa pemahaman mengenai stres yang diakibatkan stresor mungkin sudah terlanjur bercokol di kepala kita: Stres membebani kita; Stres mengganggu kesuksesan kita; Stres menurunkan fokus dan motivasi kita. Meski pandangan masyarakat mengajarkan kita bahwa hidup seharusnya memang penuh tekanan, keyakinan  terhadap setiap tantangan baru telah memberi pengalaman negatif perihal stresor tersebut---dan bagian terburuknya adalah kepanikan terhadap stres yang muncul kemudian. 

Kita tidak hanya panik terhadap serangan stresor, tetapi juga menjadi stres akibat adanya stres itu sendiri. Sebagai contoh, kita mungkin merasa belum cukup puas terhadap pencapaian kita dan ketika melihat orang lain sukses, kita lantas berpikir, "Seharusnya saya bisa berbuat lebih banyak lagi."

Sebenarnya, stres itu terjadi bukan karena adanya pemicu stres dalam hidup kita, melainkan karena ketidakyakinan kita mengenai seberapa besar stres yang kita inginkan atau kita butuhkan. Untuk alasan inilah stres telah mengambil makna baru dalam kehidupan sehari-hari. Stres telah bersinonim dengan kata lain, yaitu kesusahan.

Ketika mendengar kata kesusahan, apa yang kita pikirkan? Kecemasan? Takut? Ketidakbahagiaan?---kedengarannya akrab, bukan? 

Nah, stres dan kesusahan telah menjadi satu dan sama. Akan tetapi, stres seharusnya tidak selalu menjadi pengalaman negatif atau menjadi beban berat yang membebani bahu kita atau musuh yang menghalangi jalan kita. 

Sebaliknya, stres ternyata juga bisa membawa pengaruh positif ke dalam kehidupan kita, asalkan hal pertama yang perlu kita ubah adalah perspektif.

Mengenai perspektif tersebut, mari kita berbicara tentang kata lain: eustress. Sebagian kita mungkin baru pertama kali mendengar kata ini---tidak seperti kesusahan, eustress bukan anggota reguler dari kosakata emosional kita. 

Eustress adalah jenis stres yang sehat yang merangsang lebih banyak emosi positif, seperti kebahagiaan dan kesejahteraan.

Istilah eustress dicetuskan oleh Hans Selye, seorang ahli endokrinologi dari Hungaria, Kanada. Selye menemukan bahwa eustress ini merupakan jenis stres yang tepat untuk memicu reaksi kimia positif di otak kita. 

Eustress juga dapat menciptakan emosi yang membangkitkan semangat, seperti motivasi, inspirasi, dan kepercayaan diri, bahkan dapat memengaruhi kesehatan fisik kita dan menghasilkan hubungan yang lebih positif antara tubuh kita dan respons terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Pertanyaan penting selanjutnya muncul, bagaimana kemudian kita mengakses jenis stres yang lebih sehat dan lebih positif ini?

Inilah bagian yang sulit. Eustress dan kesusahan bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya pun memiliki reaksi berlawanan terhadap stresor yang sama. 

Analoginya, ketika kita membayangkan stres seperti spektrum emosional: Eustress terletak jauh ke kanan, sementara kesusahan jauh ke kiri.

Setiap stresor jatuh di suatu tempat pada spektrum otak, tetapi lokasinya itu berbeda untuk setiap orang. Dengan kata lain, siapa pun dapat mengalami eustress atau kesusahan dalam menanggapi tantangan apa pun. Jika itu benar, mengapa orang mengalami kesusahan hampir sepanjang waktu?

Jawabannya sebenarnya sudah tertanam di otak kita. Sistem saraf simpatik yang merupakan salah satu dari banyak sistem saraf di otak kita faktanya sudah sedemikian terancang untuk menyelamatkan kita dari situasi stres, yaitu dengan memicu sesuatu yang disebut respons melawan atau lari. Maksudnya, ketika merasa terancam, otak kita memicu respons yang menyebabkan kita melakukan salah satu dari dua hal tersebut, entah melarikan diri atau melawan. 

Sayangnya, sistem saraf simpatik kita tidak dapat membedakan antara bahaya nyata dan stresor harian sehingga ketika benar-benar dalam bahaya, kita masih merasa ragu untuk memilih antara respons melawan atau larikah  yang dapat menyelamatkan hidup kita. 

Jika kita menganggap stresor harian sebagai ancaman bagi kesejahteraan kita, sistem saraf simpatik akan bekerja keras, menciptakan ketakutan, kecemasan, dan bentuk-bentuk kesusahan lainnya. Namun, bagaimana jika kita menganggap stresor harian bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang?

Ini adalah teknik yang digunakan oleh banyak orang paling bahagia di dunia. Ketika mereka menghadapi sumber stres, mereka menyambut stres itu ke dalam hidup mereka, dan mereka menggunakan stres itu untuk belajar dan tumbuh.

Misalnya, katakanlah kita berhenti dari tempat kerja (lebih tepatnya diberhentikan)---kebanyakan orang akan mengalami peristiwa ini sebagai stresor negatif. Kita mungkin khawatir bahwa kita telah membuat kesalahan besar dan itu membuat kita kehilangan kepercayaan diri dan motivasi hidup. 

Kita mungkin panik harus mencari pekerjaan baru, padahal perubahan dalam karir tidak harus menjadi momentum negatif dalam hidup kita. Bukankah itu juga kesempatan kita untuk berubah? Tidak bisakah kita menggunakan kesempatan itu untuk mengejar karir yang lebih berarti? Mungkinkah itu kesempatan bagi kita untuk mencoba sesuatu yang selalu ingin kita coba?

Hanya dengan menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, tentu saja, kita tidak dapat mengubah sudut pandang kita tentang stres dalam semalam---dan tidak ada yang mengharapkan kita melakukannya, tetapi bukan berarti kita tidak bisa berubah meski kita mungkin merasa sama negatifnya dengan penyebab stres harian lainnya.

Akan selalu ada langkah-langkah yang dapat kita ambil untuk menyoroti penyebab stres secara lebih positif. Di tempat kerja, misalnya, kita mencoba untuk menyambut lebih banyak stres ke dalam hidup kita. 

Seiring waktu, kita dapat mengubah pola pikir kita dan menyadari bahwa stres membuka versi diri yang lebih bahagia dan lebih percaya diri. 

Setelah menemukan kesuksesan itu di tempat kerja, kita dapat membawa pelajaran itu ke dalam kehidupan yang lebih pribadi. Banyak sesuatu yang baru yang patut kita pelajari sehingga kita mampu menciptakan peluang untuk berkembang dan selanjutnya mendorong diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman kita.  

Satu hal yang perlu kita ingat adalah saat hubungan kita dengan stres berubah harmonis, hambatan akan selalu ada. Kita mungkin keluar dari zona nyaman, mencoba segalanya, tetapi kemudian kehilangan motivasi kembali ketika semuanya tidak berjalan lancar. 

Hal tersebut lantas membuat kita mengalami kelelahan emosional dan itu memengaruhi kita menerima lebih banyak stres dari semua tantangan yang bisa kita tangani.

Pada akhirnya, eustress membutuhkan keseimbangan yang cermat. kita ingin menyambut stresor ke dalam hidup kita dengan baik, tetapi kita tidak ingin menekan diri sendiri untuk menyelesaikan semuanya sekaligus. Cara paling aman adalah jangan pernah menetapkan harapan yang tidak realistis untuk diri sendiri.

Begitulah cara kita akhirnya menekankan stres, yaitu dengan menikmati keadaan dan peluang yang kita pilih. Misalnya, ketika merasa lelah, kita sepatutnya beristirahat untuk mengurangi sedikit kelonggaran. Meski hal itu memberikan kesan bahwa kita bergerak lebih lambat dari orang lain, setidaknya kita tidak memiliki masalah jika harus  mengambil hari libur dan pergi berlibur sebab itu adalah kehidupan kita dan kita dapat menjalaninya sesuai keinginan hati.

Sebagai aturan praktis, kita sebaiknya mempertimbangkan kinerja otak. Setiap kali kita melihat kembali apa yang telah kita capai, kita dapat melihat seberapa banyak kita telah berkembang---itu juga bisa menjadi sumber kebahagiaan dalam hidup kita.  

Eustress juga mengubah cara kita berpikir dan mengubah pengalaman negatif menjadi pengalaman positif yang secara bertahap menumbuhkan keputusan yang lebih percaya diri dan gaya hidup yang lebih unik. 

Pengalaman tersebut menciptakan ritme mental dan emosional yang disebut "keadaan aliran", yaitu seseorang dalam keadaan tenang  mengalir merasa mampu untuk melakukan apa pun yang benar-benar ingin ia lakukan.

Kita mungkin tidak memiliki semua jawaban, tetapi bisa mengetahui apa yang kita inginkan dari satu saat ke saat berikutnya. Perasaan yang kuat akan menemukan alirannya seperti kita menemukan rasa puas dalam diri kita. 

Setelah bertahun-tahun berjuang, kita dapat melihat tujuan ke depan walaupun terdapat hambatan di jalan. Mungkin ada misteri di balik cakrawala, tetapi kita mengetahui satu hal yang pasti: Setiap tantangan, setiap sumber stres, akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.

-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun