Kebanyakan, kesepian melanda tatkala seseorang berada dalam dunia pikiran buruknya saja: Apakah interaksi saya dengan teman benar-benar negatif? Apa yang orang-orang mengatakan hal buruk tentang saya atau itu karena pikiran saya sendiri yang menambahkannya? Ya, mungkin orang lain bukan sedang bertingkah buruk, tetapi mereka hanya kehabisan waktu.
Kemudian, asumsi seseorang tentang dunia: Apakah saya berasumsi yang terburuk terhadap maksud orang lain? Apakah saya berasumsi bahwa orang lain tidak mau saya berada di dekatnya? Apakah saya mencoba menghindar dari orang-orang yang menyakiti saya? Jika ya, bisakah saya berasumsi yang baik-baik pada orang lain? Bisakah saya mengasumsikan mereka tidak memusuhi saya? Maukah saya menaruh resiko untuk membuka diri kembali?
Terakhir, perihal perilaku: apakah saya sengaja menolak kesempatan untuk bersama? Apakah saya mencari cari alasan untuk menolak ajakan? Atau saya memang mendorong jauh orang lain untuk berjaga jaga melindungi diri saya? Apakah saya berperilaku seperti diserang? Apakah saya benar-benar ingin mencari hubungan baru? Atau apakah saya telah puas dengan kesendirian ini?Â
Tentu saja, setiap orang memiliki situasi unik dan berbeda, dan introspeksi sendiri mungkin tidaklah cukup. Jika sudah merasa tidak mampu menuntaskan situasinya yang merasa sepi, seseorang mungkin harus mencari bantuan atau pertolongan profesional.
Perlu diingat, mencari pertolongan profesional bukanlah pertanda kelemahan, melainkan keberanian. Hanya, kadang orang-orang melihat kesepian murni sebagai masalah pribadi, yang membutuhkan penuntasan untuk menciptakan kebahagiaan individu atau sebagai krisis kesehatan publik yang patut mendapatkan lebih banyak perhatian.
Manusia telah membangun peradaban yang menakjubkan: alat dan media komunikasi. Namun, tidak satu pun benda-benda terobosan teknologi tersebut mampu memenuhi atau menggantikan kebutuhan dasar biologis seseorang terhadap hubungan sosialnya.
Setiap orang berbeda, jadi seseorang bisa mengetahui cara terbaik dan tepat untuk berinteraksi: menghubungi seseorang meski merasa kesepian atau hanya ingin membuat hari orang lain terasa lebih baik baginya; menulis pesan kepada teman yang sudah lama tidak berhubungan; menelepon anggota keluarga yang telah lama tidak bertemu; mengajak teman kerja untuk segelas kopi; atau cukup pergi ke suatu tempat meski sekadar menjauhi rasa jenuh.Â
Nah, dari cara-cara tersebut, mungkin saja tidak ada hasilnya. Namun, dengan tidak mengira-ngira hal-hal buruk, setidaknya langkah-langkah tersebut bertujuan untuk membuka diri dan melatih "otot" untuk bisa berinteraksi dengan baik.
Nobody likes being alone that much. I don't go out of my way to make friends, that's all. It just leads to disappointment--Haruki Murakami.
-Shyants Eleftheria, salam wong Bumi Serasan-
Sumber referensi :Kurzgesagt:Guy Winch, Ph. D, Emotional First Aid; John T. Cacioppo dan William Patrick, Loneliness: Human and the Need for Social Connection. (Kesepian: Sifat Alamiah Manusia dan Kebutuhan akan Hubungan Sosial).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H