Bagi people pleaser, reputasi itu penting. Kita takut tidak disukai atau tidak diterima oleh lingkungan sekitar, maka kita berharap, dengan mengatakan "ya" dan menuruti keinginan semua orang, itu akan membuat kita untuk diterima dan disukai---people pleaser cenderung berharap untuk diterima atau divalidasi sebagai orang baik. Misalnya, seorang teman membutuhkan pertolongan kita saat kita sedang melakukan suatu pekerjaan.Â
Nah, karena tidak mau menyinggung dirinya atau merasa tidak enakan, kita akhirnya membantunya meskipun harus mengorbankan waktu untuk pekerjaan kita sendiri. Akibatnya, pekerjaan menjadi terbengkalai dan kita "keteteran" menyelesaikan pekerjaan itu sehingga hasilnya tidak maksimal.
Contoh lain, suatu hari seorang teman kita berulang tahun dan kita ingin memberikannya hadiah baju. Namun, ternyata dia sangat berharap kita memberinya jam tangan mahal yang sebenarnya kita sendiri belum tentu mampu untuk menghadiahkannya.Â
Karena khawatir dia membenci kita atau tidak menyukai kita lagi---dan kita pun merasa malu karena dianggap tidak bisa memberikan hadiah yang dia suka---maka kita akhirnya memaksakan diri supaya bisa memenuhi keinginannya itu.Â
Cara yang yang kita lakukan mungkin meminjam uang dari teman lainnya atau siapa saja dan setelah hadiah itu kita berikan, mungkin kita akan pengakuan dan pujian yang luar biasa darinya, padahal perasaan kita tidak sepenuhnya bahagia sebab masalah bertambah, yaitu utang bertumpuk, dan kita kesal karena harus memendamnya sendiri.
Jika kasusnya seperti itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tindakan itu merupakan tanda bahwa perbuatan baik kita disebabkan ketakutan atas respons atau ekspetasi buruk orang lain terhadap kita.Â
Dengan kata lain, kebahagiaan kita itu adalah semu dan kontradiktif. Maksudnya, di satu sisi kita mendapatkan kebahagiaan karena pengakuan dari orang lain, tetapi di sisi lain kita kesal sebab tindakan yang kita lakukan itu tidak sesuai dengan keinginan hati yang sebenarnya.Â
Maka, people pleaser bisa disebut juga sebagai orang-orang yang berperilaku melawan prinsip naluriah. Â
Ada berbagai faktor mengapa kita menjadi people pleaser. Salah satunya, kemungkinan masa kecil kita berada dalam pengekangan orang tua.Â
Sebagai anak, kita merasa tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan orang tua demi keberlangsungan hidup dan sosial kita. Sayangnya, kebiasaan itu terbawa hingga kita dewasa.
Kemungkinan lainnya, kita menjadi people pleaser disebabkan adanya pengalaman atau keterikatan hidup dengan orang yang rapuh. Contoh, kita mempunyai pengalaman tinggal bersama orang tua atau keluarga yang mengalami depresi.Â