Coba pisahkan apa yang kita dengar dari penilaian kita sendiri untuk menghubungkan masalah yang ingin disampaikan. Ketika teman kita yang bermasalah bertujuan untuk dipahami saja, kita sebaiknya melakukan respons sesekali seperti mengangguk atau hanya berkata singkat sebagai isyarat bahwa kita peduli tanpa harus berbicara panjang lebar seolah-olah menasehatinya atau bahkan menyalahinya. Jika kita tidak yakin dengan apa yang teman kita sampaikan, ajukan penawaran apakah dia ingin kita membantunya.
2. Jangan terburu-buru ingin menolong mereka sampai kita benar-benar memahami permasalahan mereka. Kita mungkin tidak tahu bahwa orang yang bermasalah sering kali dapat membantu diri mereka sendiri jika diberi kesempatan.Â
Bahkan, kita pun mungkin tanpa sadar membangun ketidakberdayaan mereka karena selalu ingin menjadi pahlawan bagi mereka.Â
Alih-alih menawarkan bantuan, sikap superior kita yang selalu ingin memecahkan masalah justru menambah kisruh permasalahannya, padahal kita cukup mengatakan "ya, saya paham" dan itu justru lebih baik---empati yang berlebihan sesungguhnya ketidakempatian.
3. Â Tawarkan bantuan hanya ketika diminta saja. Salah satu aspek kunci kita dengan savior complex adalah keinginan yang mendarah daging untuk membantu meski tanpa diminta sekali pun.Â
Secara otomatis kita menganggap semua orang ingin diselamatkan padahal sikap demikian sebenarnya bisa menjadi penghinaan karena menunjukkan ketidakpercayaan kita bahwa mereka mampu membantu diri mereka sendiri.Â
Misalnya, jika seorang teman memberi tahu kita tentang hari yang buruk, karena perselisihannya dengan orang lain, kita dengarkan saja tanpa menawarkan resolusi, kecuali mereka ingin tahu pendapat kita mengenai keresahannya. Jika kita dimintai bantuan, berikanlah sesuai kapasitas supaya kita pun tidak memaksakan diri.
4. Jangan menjadi penyelamat yang ingin memberikan kesan baik, tetapi sibuk menguliahi teman yang bermasalah dengan fokus terhadap kesalahannya.Â
Hal tersebut bisa menjadi pemicu masalah baru karena teman kita berpikir bahwa dia adalah orang yang benar-benar rusak atau kacau, padahal niat kita tidak seperti itu. kita mungkin terlalu subyektif menilai kesalahan yang bisa jadi benar di mata orang lain.Â
Periksa kembali asumsi kita supaya tidak menimbulkan polemik kesalahpahaman sebab tidak ada orang yang melakukan semuanya dengan baik. Sebaiknya tetap sadar bahwa sebagai penolong, kita pun tidak bisa memberikan bantuan dengan sempurna.
-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-