Apa yang kita bayangkan ketika menyebut kata “serigala”?
Ya, seekor hewan buas menyeramkan yang mitosnya dalam dongeng jika melolong panjang di atas bukit berbatu saat bulan purnama, mahluk penghisap darah akan datang.
Pada dongeng anak-anak lainnya, serigala pun sering kali digambarkan sebagai hewan yang culas dan licik. Ia berusaha mengelabuhi domba-domba lugu untuk dijadikan mangsanya.
Sepertinya, penggambaran tersebut sudah umum. Lantas, satu pertanyaan muncul. Apakah ada hal istimewa yang bisa kita lihat dari seekor serigala? Baiklah, mari kita kulik keistimewaan hewan ini.
Kita perlu tahu bahwa meski digambarkan sebagai hewan yang yang pamornya tidak sekuat singa atau harimau, tetapi uniknya serigala tidak pernah dijadikan hewan penghibur manusia (baca: atraksi sirkus).
Akilnathan Logeswaran, aktivis hak asasi manusia yang terkenal dan advokat untuk Uni Eropa, bahkan membuat kutipan: “Di dunia yang penuh dengan singa dan harimau yang menghibur massa, pernahkah Anda melihat serigala tampil di arena sirkus?”.
Itu artinya bahwa kebuasan serigala tidak main-main. Ia merupakan hewan yang sulit dijinakkan.
Jika dikaitkan dengan kepemimpinan, serigala justru menggambarkan karakter pemimpin sejati, yaitu tidak mau didikte atau diintervensi oleh orang lain, seperti yang terjadi pada harimau sang Raja Hutan atau singa si Raja Savana—dan kita adalah pemimpin untuk diri kita sendiri.
Faktanya lainnya, serigala memiliki sisi kebijaksanaan humanis yang mungkin malah tidak dimiliki oleh manusia sendiri—dan sebagai manusia, tidak ada salahnya apabila harus belajar sisi humanis ini dari seekor serigala, kendati terdengar ironis.
Naluriah
Insting serigala melalui hidungnya sangat kuat. Ia selalu membuat jejak kaki yang tepat tanpa membuat srigala lainnya terpengaruh mengikuti jejak hewan lain di hutan.
Artinya, kita perlu meninggalkan jejak baik dalam hidup. Kita hanya mendapatkan satu kesempatan dalam hidup, maka sebisanya mengoptimalkan diri membuat tanda kebaikan di dunia, baik untuk dinikmati sendiri maupun orang lain.
Percaya
Saat mereka menjadi bagian dari kelompok, serigala mengerti bahwa tidak ada tempat dalam hidup untuk keegoisan. Serigala akan melakukan apa saja untuk melindungi keluarga mereka, bahkan jika harus mengorbankan diri mereka sendiri.
Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang menguntungkan semua. Artinya, kita perlu membuka telinga dan percaya pada kebijaksanaan keluarga, teman, dan guru saat kita menavigasi hutan belantara kehidupan.
Mandiri
Wikipedia menguraikan bahwa biasanya serigala betina tua akan dikeluarkan dari kelompok pengembangbiakan jantan atau serigala dewasa muda yang mencari wilayah baru. Banyak serigala betina berusia antara satu sampai empat tahun meninggalkan keluarga mereka untuk mencari kawanan mereka sendiri.
Mekanisme ini memiliki efek mencegah perkawinan sedarah karena biasanya hanya ada satu pasangan yang berkembangbiak dalam suatu kawanan serigala.
Beberapa dari serigala-serigala itu akan tetap menjadi serigala tunggal. Dengan demikian, serigala tunggal ini mungkin lebih kuat, lebih agresif, dan jauh lebih berbahaya daripada serigala pada umumnya yang merupakan anggota kawanan.
Ketika serigala diusir dari kawanannya—seperti yang dilakukan beberapa orang di masyarakat—kita membayangkan sebuah pengabaian dan ketidakberhargaan.
Namun, serigala tunggal tidak ditakdirkan untuk gagal. Kemampuan beradaptasi dan keuletan alami serigala memungkinkannya untuk belajar menjaga dirinya sendiri dan menjadi sukses secara mandiri.
Beberapa serigala bahkan mungkin lebih cocok untuk hidup sendiri, sama seperti orang yang belajar mencari bantuan pada diri sendiri; memelihara tubuh; menyembuhkan luka. Jika hal itu terjadi kepada kita, kokohlah berdiri untuk sesuatu yang kita yakini.
Liar
Kawanan serigala akan mengambil kesempatan untuk bersenang-senang atau bermain ketika tidak ada yang mendesak untuk dilakukan. Mereka melolong di bulan sesekali mungkin diibaratkan sebagai bentuk luangnya waktu untuk kesenangan, misteri, dan elemen kehidupan yang tidak diketahui.
Tidak seperti serigala yang memiliki konsep kerja dan keseimbangan hidup, manusia sering melewatkan kesempatan untuk menikmati sedikit kesenangan. Kita merusak kesehatan, bahkan menghancurkan rasa sejahtera pada tubuh.
Tidak apa-apa kita berbangga dengan etos kerja dan bersemangat tentang apa pun yang kita lakukan untuk mencari nafkah.
Hanya terkadang, meluangkan waktu untuk beristirahat dan bermain ketika kita memiliki kesempatan itu cenderung membuat kita terjebak ke dalam stereotipe kesuksesan profesional dan materialistis: waktu adalah uang—sungguh tidak menikmati hidup, bukan?
Beradaptasi
Serigala dapat hidup dan bertahan hidup di berbagai lingkungan yang berbeda, termasuk beberapa lingkungan yang paling keras dan paling tidak pemaaf sekali pun di dunia. Serigala tidak membuang waktu untuk mengasihani diri sendiri atau mengeluh bahwa hidup ini tidak adil.
Mereka beradaptasi dengan situasi yang dihadapi. Mereka menerima keadaan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia—maksudnya melakukan perburuan pada saat itu—untuk bertahan dan terus hidup.
Mereka akan terus bergerak anggun dengan perubahan bulan dan musim karena mereka mempercayai cara alam menuntun jalan hidup.
Nah, bagaimana dengan kita? Apa yang kita lakukan ketika hal-hal tidak berjalan sesuai keinginan kita? Apakah kita hancur dan menyerah atau berpikir seperti serigala yang bertahan?
Ingat, bagaimanapun “humanis”nya serigala, ia adalah hewan.
-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-
Referensi:
Inspirasi “Serigala dan Bulan, Aurora, 2014”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H