Alih-alih menganggap pelaku child free sebagai bagian dari mereka, para pejuang dua garis itu  justru seperti mendapat "ledekan" menohok. Toh, para pelaku child free saja seolah-olah dibebaskan berpikir bisa bahagia tanpa anak, mengapa para pejuang dua garis seperti disodok-sodok kesedihan akibat cemoohan orang-orang atas ketidakmampuan mereka menghadirkan seorang anak.
Apalagi suatu saat, misalnya, dari sekian pelaku prinsip child free tersebut tiba-tiba berubah pikiran yang akhirnya malah berkeinginan memiliki buah hati---bahkan, dengan mudahnya mereka pun mengalami proses kehamilan dan persalinan---maka, bukan tidak mungkin perasaan para pejuang dua garis itu akan mengalami kekecewaan tiada tara terhadap takdir. Â
Nah, jika sudah begini, terlepas dari unsur ketidaksiapan pelaku child free menjadi orang tua, bisa saja kemudian ada yang berpikir secara geram: Bagaimana jika para pelaku child free ini berkolusi dengan para pejuang dua garis yang sudah betul-betul tidak bisa memiliki momongan?
Meskipun pikiran itu terdengar konyol---dan jelas salah dari sudut agama--- setidaknya mereka telah memberikan usulan sebagai upaya jalan tengah penyelesaian atas perbedaan pandangan dalam keinginan memiliki buah hati.Â
Para wanita pelaku child free itu diharapkan mau memberikan "rahimnya", entah bagaimanalah cara dan prosesnya, kepada para pasangan pejuang kehamilan. Dengan demikian masing-masing pasangan mungkin bisa berbahagia tanpa harus memupuskan keinginan kedua belah pihak.Â
Ah, ide konyol itu rasa-rasanya akan banyak mendapat kontra, bahkan mungkin hujatan. Jangan sampai kemudian hari, pemikiran tersebut malah ikut menjadi tren pemikiran baru sebagaimana pemikiran child free itu sendiri--ya, salam, kehidupan di dunia ini memang tidak bisa ditebak.
Oleh karena itu, konsep child free ini sebaiknya menjadi bahasan penting yang harus dikaji lagi oleh beberapa pihak terkait, termasuk diantaranya pelaku itu sendiri, keluarga besar, kalangan praktisi kesehatan, psikologi, akademis dan agamis. Diharapkan semuanya mencapai titik kesepakatan bersama dengan tujuan memikirkan regenerasi kehidupan manusia di masa depan.
---
--Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H